A Touch Of Sin (2013)
Film garapan salah satu sutradara terbaik China, Jia Zhangke ini merupakan salah satu film yang meraih kesuksesan pada Cannes Film Festival tahun 2013 lalu. Tidak hanya mendapat nominasi Palme d'Or, naskah dari A Touch of Sin yang ditulis sendiri oleh Jia Zhangke bahkan berhasil memenangkan naskah terbaik pada pekan raya tersebut. Kaprikornus bergotong-royong bercerita perihal apakah A Touch of Sin? Apa hubungannya kisah pada film ini dengan kata "dosa" yang terdapat di judulnya? Tentu saja ibarat film-filmnya yang lain, disini Jia Zhangke masih akan menjadikan kehidupan yang otentik dan positif di China sebagai unsur utama dalam ceritanya. Bedanya, dalam film ini tidak hanya satu tapi empat kisah yang diangkat oleh Jia. Ada empat kisah yang kesemuanya merupakan pembiasaan lepas dari empat kisah positif yang terjadi dari tahun 2001 sampai 2013. Keempat kisah tersebut sempat menggemparkan tidak hanya publik China tapi juga dunia. Keempat kisah tersebut digabung menjadi satu kesatuan kisah yang meskipun hanya sedikit bersentuhan satu sama lain tapi mempunyai benang merah yang nampak begitu positif dan berafiliasi berpengaruh satu sama lain. Lewat A Touch of Sin Jia Zhangke akan mengajak kita menelusuri manusia-manusia yang harus bersentuhan dengan dosa.
Pertama ada kisah perihal Dahai (Jiang Wu), seorang penambang yang begitu membenci dan selalu melawan para pejabat serta pemerintahan korup di sekitarnya. Namun apa yang sanggup dilakukan oleh rakyat kecil ibarat Dahai? Alih-alih berhasil memberikan tuntutan terhadap korups yang terjadi Dahai justru dipermalukan. Hal itulah yang membangkitkan monster dalam diri Dahai. Tidak jauh dari daerah Dahai tinggal sempat terjadi penembakan yang menewaskan tiga orang pemuda. Pelakunya sendiri yakni Zhou San (Wang Baoqiang), seorang laki-laki yang berkeliling China untuk mencari uang bagi anak dan istrinya di kampung. Pekerjaan yang dialkukan Zhou San yakni merampok dan membunuh orang dengan pistolnya. Sesuatu yang dianggap Zhou sebagai satu-satunya hal yang tidak membosankan. Ada pula Xiao Yu (Zhao Tao), seorang perempuan yang tengah menghadapi dilema ketika kekasihnya masih resah akan meninggalkan istrinya dan menikah dengan Xiao Yu atau tidak. Yang terakhir ada Xiao Hui (Lanshan Luo), seorang cowok yang bekerja di pabrik milik kekasih Xiao Yu yang terpaksa harus menanggung hutang akhir kecelakaan yang menimpa temannya di daerah kerja. Xiao Hui menentukan kabur dan bekerja sebagai waiters di rumah bordil. Disanalah ia bertemu dengan perempuan yang ia cintai.
A Touch of Sin memang terbagi menjadi empat kisah, tapi kesemuanya mempunyai tema atau rasa yang sama. Keempatnya punya protagonis yang merupakan korban dari keadaan. Keadaan macam apa? Banyak, tapi secara umum dikuasai merupakan korban dari kesulitan ekonomi dan tertindas oleh kaum-kaum penguasa kapitalis. Masing-masing dari mereka sama-sama terhimpit duduk masalah dan disaat semuanya sudah tidak tertahankan dan balasannya meledak, terpaksalah keempatnya bersentuhan dengan apa yang disebut "dosa" itu. Masing-masing kisahnya punya struktur yang rapih dan berjalan perlahan namun efektif. Pada balasannya saya tidak hanya dibentuk tahu tapi juga memahami secara mendalam alasan masing-masing dari karakternya untuk melaksanakan perbuatan dosa tersebut. Bahkan selalu ada momen dimana saya balasannya bersimpati atas nasib yang menimpa mereka. Pada balasannya hal tersebut cukup menjadikan ambiguitas moral ketika saya mulai mendukung apa yang mereka lakukan khususnya pada segmen yang melibatkan Dahai. A Touch of Sin memang menjadi citra dari Jia Zhangke perihal ambiguitas moral, tekanan hidup, serta perbedaan kualitas hidup yang terjadi antara pihak penguasa dan rakyatnya. Ada banyak rasa frustrasi disini tapi filmnya tidak pernah terasa begitu depresif meski tetap saja memperlihatkan kesan tragis di akhir.
A Touch of Sin adalah drama yang berjalan dengan lambat. Dengan durasi menapai dua jam lebih, tempo yang lambat akan makin membuat film ini terasa segmented dan tidak sanggup dinikmati oleh banyak orang. Saya sendiri sanggup begitu menikmati alasannya yakni walaupun berjalan dengan tempo lambat, selalu ada hal yang sanggup mengikat saya untuk terus tertarik. Dramanya sendiri tidaklah terasa terlalu mendalam, begitu pula dengan eksplorasi karakternya. Tapi film ini sanggup membuat sebuah eksplorasi situasi yang amat baik sehingga saya tetap tertarik pada karakter-karakternya meski sesungguhnya tidak ada eksplorasi aksara yang sangat manis disini. Alur yang berjalan lambat dan sepi itu juga sanggup kapan saja dipecahkan oleh kekerasan mendadak penuh darah yang dijadikan oleh Jia sebagai peledakan rasa frustrasi tiap-tiap karakternya. Ya, sehabis drama yang berjalan pelan, sebuah gebrakan berupa adegan berdarah yang dikemas dengan stylish dan brutal memang menyegarkan bahkan punya tingkat kejutan yang tidak jauh beda dengan ketika saya mendapati sebuah film mempunyai twist pada ending-nya. Bagian kekerasannya memang tidak hanya brutal tapi juga begitu stylish layaknya film-film wuxia (film martial arts China). Judul A Touch of Sin sendiri berasal dari A Touch of Zen, film wuxia tahun 1971 yang merupakan film China pertama yang meraih kemenangan di Cannes Film Festival.
Pengemasan ala Wuxia ini memang sedikit menyimpang dari kesan realisme yang terus dibangun oleh Jia Zhangke sepanjang filmnya, tapi tetap saja sulit untuk menolak rasa puas yang hadir ketika melihat Dahai menembaki musuhnya dengan senapan tanpa ampun atau ketika Xiao Yu mengayunkan pisau buah layaknya spesialis pedang dalam film-film macam Crouching Tiger, Hidden Dragon. Kekerasannya sendiri mengekspresikan dengan baik rasa frustrasi yang dialami oleh tiap karakternya. Satu hal lagi yang membuat film ini tidak terasa membosankan meski berjalan panjang dan usang yakni fakta bahwa tiap-tiap aksara punya "dosa" dan masalah kehidupan yang berbeda-beda. Meski pada balasannya tidak terasa keterikatan yang berpengaruh khususnya dalam hal konklusinya, keempat kisah tadi berhasil menghantarkan perspektif yang berbeda-beda perihal tema yang diangkat sehingga tidak menjadikan kesan monoton dan repetitif. Tapi walaupun begitu tetap saja ada beberapa momen yang terasa lebih lemah dan membosankan. Yang paling melelahkan yakni segmen aksara Xiao Yu khususnya sebelum menginjak klimaks. Kita hanya akan melihat Xiao Yu melaksanakan perjalanan yang lama, lambat dan sepi sebelum kegilaan beruntun di daerah kerjanya. Tapi toh momen balasannya tetap gila dan mengasyikkan. Yang terbaik tentu saja segmen pertama meski segmen terakhir juga cukup fresh berkat sentuhan romansanya. Agak terlalu panjang memang, tapi secara keseluruhan A Touch of Sin adalah eksplorasi memuaskan perihal sisi gelap insan yang tersaji dengan indah. Pada kenyataannya insan memang tak ubahnya hewan, binatang yang paling berbahaya.
Belum ada Komentar untuk "A Touch Of Sin (2013)"
Posting Komentar