The Turning (2013)
The Turning merupakan sebuah proyek film anthologi yang sangat ambisius. Bagaimana tidak? Film asal Australia ini mempunyai durasi seoanjang tiga jam yang mungkin mengakibatkan film ini sebagai film anthologi dengan durasi terlama. Total ada 17 segmen yang digarap oleh 17 sutradara yang berbeda disini. Ketujuh belas segmen tersebut semuanya merupakan penyesuaian dari 17 kisah pendek yang terangkum dalam novel The Turning karya Tim Winton. Berada di posisi sutradara, ada 17 sineas orisinil Australia mulai dari yang sudah cukup dikenal sebagai sutradara film macam Robert Connolly (Balibo), Justin Kurzel (Snowtown) dan Warwick Thornton (Samson and Delilah), kemudian ada David Wenham dan MiaWasikowska yang melakoni debut penyutradaraan mereka, hingga nama-nama lain yang masih belum dikenal dalam dunia perfilman tapi sudah punya pengalaman menggarap aneka macam pementasan teater. Cate Blanchett sendiri awalnya akan menjadi salah satu sutradara sebelum beralih "hanya" sebagai aktris. Film ini memang sebuah karya dari Australia yang ambisius. Bukan hanya dunia perfilman, tapi The Turning juga merupakan sebuah ambisi besar dari dunia seni Australia untuk menyajikan sebuah karya besar yang melibatkan banyak bakat mahir mereka. Namun sayang ambisi besar tersebut jadinya gagal memenuhi ekspektasi.
Jika dalam versi novelnya ketujuh belas kisah yang ada saling berkaitan dengan huruf Vic Lang sebagai sentral, maka versi filmnya tidak. Kesemua segmen kisah yang ada sama sekali tidak punya kaitan kisah antara satu dengan yang lain. Yang mengikat masing-masing kisah ialah tema yang cukup bersinggungan serta penggarapan dari tiap-tiap segmen yang kurang lebih satu tipe. Tema-tema yang diangkat antara lain relasi dengan orang lain entah itu pasangan atau keluarga, perubahan dalam hidup, kisah cmong-of-age, hingga tema-tema lain yang menyinggung aneka macam sendi-sendi kehidupan. Saya belum membaca novelnya, tapi dari apa yang tersaji dalam filmnya aku merasa bahwa Tim Winton bukan berkonsentrasi pada alur melainkan lebih banyak bertutur mengenai rasa dan memori. Pada jadinya hal ini memang menunjukkan kebebasan yang lebih bagi masing-masing sutradara untuk membuatkan segmen mereka, alasannya ialah yang menjadi fokus utama bukan untuk menghadirkan kisah atau sosok seorang huruf yang semirip mungkin dengan versi novelnya melainkan melaksanakan transfer rasa dari novel ke filmnya. Memang lebih bebas, tapi justru ini lebih sulit alasannya ialah bila salah dihukum yang hadir ialah sebuah tontonan yang mengawang dan membosankan. Sayangnya itulah yang terjadi pada lebih banyak didominasi kisah dalam The Turning.
Tiga jam yang hadir dalam The Turning terasa begitu mengawang-awang, Mayoritas segmen digarap dengan teknik ala film-film arthoue, yaitu gambar-gambar yang indah, tempo lambat dengan banyak gambar membisu plus slow motion, hingga dialog yang minim dan lebih banyak didominasi musik latar maupun narasi voice over. Saya terang tidak membenci film-film ibarat itu, bahkan dapat dibilang cukup menyukainya. Tapi masalahnya, The Turning mengulang-ulang teknik yang sama dalam kisah yang berbeda-beda selama tiga jam penuh tapi masing-masing kisah jangankan mempunyai keterikatan yang kuat, alasannya ialah untuk "beridi sendiri" pun masih belum terasa mantap. Tidak dapat dipungkiri bahwa The Turning adalah sajian visual yang memikat. Nampaknya hampir semua sutradara yang ada setuju bahwa cara terbaik untuk mengadaptasi cerita-cerita Tim Winton yang puitis ialah dengan menunjukkan gambar-gambar indah yang banyak dipadu dengan voice over yang menampilkan kalimat demi kalimat puitis. Kedua aspek ini pada awalnya bekerja dengan baik dan akan terus terasa baik bila bukan alasannya ialah durasinya yang melelahkan. Durasi panjang dalam film antologi tidaklah menjadi soal, alasannya ialah yang menjadi duduk kasus terbesar film ini ialah tidak adanya suatu ikatan yang menyatukan segmen satu dengan yang lain. Semuanya terasa repetitif dan membosankan pada akhirnya.
Repetitif yang terjadi pada awalnya "hanyalah" terjadi pada gaya eksekusinya saja, tapi kasus berikutnya muncul. Ketujuh belas kisah pendek milik Tim Winton memang punya tema apalagi alur yang berbeda, tapi tetap saja ada suatu rasa yang menyatukan mereka semua. Bahkan sesungguhnya resolusi yang ditawarkan pun ibarat antara satu dan yang lain. Hal inilah yang semakin menciptakan The Turning terasa semakin repetitif. Sudah gaya eksekusinya sama, alur dan konklusinya pun semakin tertebak ketika kita sudah semakin terbiasa dengan film ini. Sudah begitu, The Turning juga masih mempunyai kasus klasik film anthologi, apalagi kalau bukan kualitas masing-masing segmen yang seringkali timpang. Bagi aku tidak ada segmen yang luar biasa disini, tapi masihlah ada yang mampu menunjukkan hiburan menyenangkan. Big World milik Warwick Thornton ialah pembuka yang lumayan. Tidak Istimewa tapi merupakan kisah yang terasa bagaikan sebuah gerbang pembuka yang menarik. Damaged Good milik Anthony Lucas juga menjadi salah satu yang paling menarik lewat twisted romance yang ia sajikan plus split screen yang mampu meng-cover kisah masa sekarang dan masa lalu. Sand milik Stephen Page terasa unik berkat visual simbolik serta konflik yang cukup kelam antara dua sosok anak kecil. Reunion yang dibintangi Cate Blanchett menghadirkan kesenangan dalam tawa serta akting yang hebat. Bonner McPharlin's Moll menghadirkan perspektif unik perihal kisah seorang karakter. Immunity adalah yang terunik dengan penyajian tari teatrikal sebagai medianya. Tapi yang terbaik ialah Long, Clear View milik Mia Wasikowska yang menghadirkan kisah menggelitik dan menarik perihal seorang bocah dan obsesi-kompulsif yang ia miliki.
Selain judul-judul diatas, segmen sisanya mengecewakan dan membosankan, yang berarti aku hanya dipuaskan oleh tujuh dari total 17 kisah yang hadir. Banyak segmen yang hanya terasa ibarat sebuah sajian visual numpang lewat yang bergotong-royong sudah terlihat terang poin utama kisahnya tapi tidak dihukum dengan maksimal yang membuatnya hanya ibarat sebuah selipan-selipan tidak penting dan segera terlupakan bahkan disaat segmen tersebut belum usai. Lebih susah menyebutkan yang terburuk, alasannya ialah diluar tujuh judul diatas hampir sisanya buruk. Namun Small Mercies, Cockleshell dan Commission adalah tiga judul yang sukses menciptakan aku sempat tertidur meski bukan berarti hanya tiga segmen ini saja yang buruk. The Turning terasa melelahkan bukan semata-mata alasannya ialah faktor durasi, alasannya ialah banyak film berdurasi tiga jam bahkan lebih yang sukses menciptakan aku jauh dari rasa bosan. Masalah utama dari The Turning adalah alasannya ialah meski digarap dengan cara yang ibarat tapi aku tidak merasa adanya ikatan antara segmen yang satu dengan yang lain. Banyak juga segmen yang tidak mempunyai hook dan hanya berjalan flat tanpa ada hal menarik yang terjadi di dalamnya. Berkat gambar serta scoring yang indah, The Turning justru merupakan film yang tepat untuk ditonton dimalam hari sambil merebahkan diri, menutup mata dan bersiap untuk tidur. The Turning cukup efektif untuk membawa kita tidur nyenyak. Banyak perenungan dan aspek-aspek kehidupan yang dibahas, semuanya berpotensi menjadi sebuah tontonan menyentuh perihal kehidupan dan segala isinya, tapi sayang film ini tidak lebih dari sekedar ambisi besar yang mengecewakan.
Belum ada Komentar untuk "The Turning (2013)"
Posting Komentar