Something In The Way (2013)
Karir seorang Teddy Soeriaatmadja sudah berubah. Dari sutradara yang banyak menciptakan film mainstream macam "Ruang", "Namaku Dick", hingga "Badai Pasti Berlalu", sekarang beliau lebih banyak melahirkan film indie yang hanya ditayangkan terbatas dalam beberapa bazar saja. Menonton karya terbaru Teddy Soeriaatmadja pun jadi pengalaman langka. Teddy pun nampak lebih bebas bereksplorasi dalam ceritanya termasuk dengan menghadirkan tema-teman kontroversial. Setelah "Lovely Man" yang mempertemukan seorang banci dengan puterinya selaku gadis pesantren, "Something in the Way" yang sempat ditayangkan di "Berlin International Film Festival" ini punya sopir taksi hobi masturbasi tapi rajin mengaji yang jatuh cinta dengan seorang PSK. Lagi-lagi Teddy membenturkan sisi religius dengan seksualitas, hingga masuk akal kalau filmnya tak dirilis di jaringan bioskop secara luas demi menghindari kontroversi. FYI, "Lovely Man" sempat mendapat protes keras dari FPI dan berujung hanya tayang beberapa hari.
Ahmad (Reza Rahadian) yakni sopir taksi yang bekerja di malam hari dan banyak menghabiskan siang hari untuk mendengarkan ceramah dalam pengajian. Tapi sepulang kerja, kita bakal menemukan Ahmad yang berbeda jauh dari kesan "anak pesantren". Dia selalu memutar DVD porno untuk kemudian masturbasi yang seolah sudah jadi rutinitas. Demi menguatkan sosok Ahmad yang kecanduan, Teddy berulang kali memperlihatkan adegan Ahmad tengah masturbasi dalam banyak sekali situasi dan lokasi, bahkan di dalam taksinya. Seorang laki-laki yang rajin mengaji tapi hobi masturbasi saja sudah menghadirkan "benturan", ditambah lagi fakta bahwa Ahmad belakang layar menyukai Kinar (Ratu Felisha), tetangganya yang berprofesi sebagai PSK. Namun Ahmad tak mempunyai keberanian untuk sekedar menyapa. Interaksi keduanya pun paling jauh hanya disaat Ahmad membantu Kinar membuka pintu kamarnya yang macet, sebelum jadinya mereka berdua saling bantu "membuka" banyak hal dalam hidup masing-masing.
Dalam penuturannya, Teddy banyak melaksanakan repetisi. Ahmad masturbasi, belakang layar mengikuti Kinar, interaksi keduanya di depan pintu atau dalam taksi, hingga makan mie instant pun dimunculkan secara berulang-ulang. Tujuannya untuk mewakili siklus kehidupan dua tokoh utamanya yang memang selalu berputar pada hal-hal itu saja. Meski repetitif dan berjalan lambat, filmnya tak pernah membosankan. Teddy tahu kapan waktunya menetap pada satu momen, dan kapan harus bergegas pindah ke destinasi berikutnya. Cakupan pemikiran yang dilontarkan cukup untuk menghadirkan perenungan. Teddy tak pernah coba menyanggah anutan Islam perihal "wanita yang baik" dan korelasi seks. Dia hanya ingin memaparkan sebuah situasi yang sekilas nampak tidak mungkin alasannya dianggap "tidak layak" tapi gotong royong begitu wajar. Kondisi disaat insan menjadi insan yang mencicipi cinta, nafsu tapi juga meyakini dengan besar lengan berkuasa suatu kepercayaan agama. Akhirnya timbul dilema dalam diri.
Seperti "Lovely Man", Teddy Soeriaatmadja mengakibatkan pendalaman huruf beserta korelasi yang terjalin diantara mereka sebagai sarana eksplorasi tema. Karakterisasi dimunculkan secara kuat, bukan hanya di permukaan saja. Ahmad sang penyendiri dan kurang baik dalam social skill memberikan kesempatan pada Reza Rahadian untuk memunculkan salah satu performa terbaik sepanjang karirnya. Gerak badan dan cara berjalannya quirky, begitu pula cara bicaranya yang penuh keraguan. Ratu Felisha mungkin hanya menjadi Ratu Felisha, tapi tidak ada aktris lain yang lebih cocok dari beliau untuk memerankan Kinar. Kinar harus punya sex appeal tinggi semoga penonton percaya akan kemampuannya "menggoda iman" laki-laki menyerupai Ahmad. Kedua tokoh utama pada jadinya saling memperlihatkan kebebasan, meski definisi "bebas" berbeda diantara mereka. Jika diperhatikan, baik Ahmad maupun Kinar sama-sama hanya mendapat kebahagiaan yang kasatmata dari satu sama lain, menciptakan saya terikat oleh jalinan korelasi mereka.
Satu-satunya kekurangan yang menghalangi saya untuk lebih menyukai film ini yakni cara yang ditempuh Teddy Soeriaatmadja demi mencapai konklusi. Terlalu dipaksakan untuk hingga kesana hanya gara-gara satu tragedi yang menimpa Ahmad. Tapi konklusi yang dipilih memang sempurna, menguatkan kesan betapa pahit gotong royong hidup meski kebahagiaan yang rasanya elok tetap akan berulang kali tiba berkunjung. Saat iringan musik berupa petikan gitar sederhana mulai mengalun menjelang ending, perasaan getir bercampur sesak serta merta mencekik saya. Sudah beberapa kali Teddy Soeriaatmadja menyuguhkan romansa dalam film-filmnya, tapi unlikely relationship antara Ahmad dan Kinar yakni yang paling romantis. "Something in the Way" sempat jatuh ke ranah klise disaat Kinar digambarkan sebagai prostitusi yang terpaksa melaksanakan pekerjaan tersebut alasannya harus menghidupi anaknya dan terlilit "hutang" pada Pinem (Verdi Solaiman) sang mucikari. Latar belakang macam itu bagai telah menjadi formula standar untuk penulisan huruf seorang prostitusi. Tapi formulaik bukan dilema besar disaat pengemasan narasi dan karakternya mengesankan.
Belum ada Komentar untuk "Something In The Way (2013)"
Posting Komentar