To Kill A Man (2014)
Bagaimana jadinya jikalau seseorang yang punya kiprah sebagai pelindung justru yaitu seorang penakut yang tidak punya nyali untuk berkonfrontasi? Itulah yang terjadi pada Jorge (Daniel Candia). Dia yaitu seorang laki-laki penakut yang bahkan tidak berani untuk sekedar melawan ketika pada suatu malam menerima gangguan dan dipalak oleh Kalule (Daniel Antivilo), seorang preman lokal beserta teman-temannya. Jorge hanya membisu saja dan pasrah dipermalukan ibarat itu. Justru sang anak, Jorgito (Ariel Mateluna) yang balasannya nekat mendatangi kediaman Kalule untuk membela sang ayah. Malang bagi Jorgito, beliau justru terluka sehabis ditembak oleh Kalule. Karena perbuatannya itu, Kalule harus mendekam di dalam penjara meski hanya dalam waktu tidak hingga dua tahun. Tapi begitu keluar dari penjara, Kalule justru semakin intens dalam menebarkan teror pada Jorge dan keluarganya. Masing-masing dari mereka menerima teror bahkan pelecehan. Yang bisa dilakukan Jorge hanyalah kembali melapor pada polisi, sesuatu yang sayangnya tidak membuahkan hasil memuaskan.
Jorge sendiri tidak berani untuk berbuat lebih, dimana beliau lebih banyak merasa takut dan lari dari permasalahan. Hal itu jugalah yang menciptakan sang istri, Marta (Alejandra Yanez) merasa jengah pada sang suami. Sebenarnya sisi pengecut dari Jorge tidak hanya ia tunjukkan dalam permasalahan keluarganya ini saja, alasannya yaitu disaat ia bertugas untuk melindungi sebuah hutan, Jorge pun sempat dengan gampang dibentuk ketakutan oleh seorang gelandangan yang menolak diusir alasannya yaitu menyalakan api disana. Tentu dari judulnya kita bisa tahu akan bergerak kemana film ini. To Kill A Man melanjutkan tren drama-thriller arthouse tahun ini, yaitu sebuah tontonan dengan tempo lambat yang bercerita wacana seorang aksara utama laki-laki pengecut dan tidak bisa diandalkan yang mau tidak mau harus memberanikan dirinya melaksanakan hal ekstrim demi orang-orang tercinta. Tema itu sering dieksplorasi alasannya yaitu begitu efektif untuk sebuah studi aksara dan mengeksplorasi sisi gelap yang dimiliki semua orang. Sehingga muncul pertanyaan "sejauh mana seseorang bisa bertindak ketika dalam kondisi terjepit demi keluarga mereka?"
To Kill A Man yang juga merupakan perwakilan Chile pada ajang Oscar 2015 ini bahu-membahu cukup baik dalam melaksanakan studi terhadap sosok Jorge, hanya saja tidak ada sesuatu yang outstanding di dalamnya. Eksplorasi terhadap Jorge cukup mendalam dimana saya bisa diajak memahami karakternya yang penakut itu hingga pada balasannya juga memahami kenapa beliau nekat untuk melaksanakan sesuatu yang amat jauh dari kepribadiannya sehari-hari. Akting manis Daniel Candila juga amat mendukung eksplorasi yang dilakukan film ini. Jorge yaitu penakut luar biasa, dan kita bisa melihat itu dengan terang lewat verbal dan gestur Candila. Contoh terbaik yaitu ketika Kalule melemparkan watu kedalam rumah Jorge. Disitu kita bisa meihat terang dari verbal dan gerak badan Candila rasa takut Jorge serta ketidak tahuannya untuk berbuat apa. Tapi tidak ada hal besar yang bisa menciptakan saya benar-benar bersimpati pada Jorge. Tentu yang ia lakukan pada balasannya yaitu hal benar untuk melindungi keluarganya, tapi alasannya yaitu aksara penakutnya itu saya tidak pernah benar-benar terikat apalagi mendukung sosoknya.
Dari alurnya pun tidak ada yang istimewa. Seperti yang telah saya singgung, bahu-membahu film ini sudah baik dalam usahanya melaksanakan studi karakter, tapi ketiadaan sesuatu yang Istimewa dan alasannya yaitu sudah cukup banyak film-film setipe yang jauh lebih manis tahun ini, mengakibatkan To Kill A Man terasa semakin biasa saja. Alurnya begitu sederhana, dengan tempo yang lambat dan sunyi penonton diajak untuk melihat transformasi Jorge, hanya itu. Jika ada sesuatu yang membedakan itu hanyalah ketika Alejandro Fernandez Almendras menyelipkan sebuah kritikan pada pihak kepolisian yang tidak responsif dan terlalu berfokus pada manajemen dan malah mengesampingkan kiprah mereka utuk menomor satukan sumbangan pada masyarakat. Bagi saya yang juga sering memendam kekesealan pada pihak kepolisian, aspek itu cukup menyenangkan tapi tidak hingga menciptakan film ini spesial.
Untungnya film ini ditutup dengan sebuah ending memuaskan dengan sentuhan bencana personal di dalamnya. Lewat ending-nya tersebut, kita diajak untuk melihat bagaimana ironi dan bencana yang terjadi ketika seseorang sudah berkorban besar tapi tidak menerima respon yang positif. Bukan alasannya yaitu pengorbanan tersebut tidak dihargai, tapi lebih alasannya yaitu perspektif orang akan dirinya yang negatif. Dalam kasus Jorge yaitu disaat keluarganya sudah terlanjur mencap dirinya sebagai seorang ayah, seorang kepala keluarga yang tidak berani bertindak lebih dan telah gagal melindungi keluarganya. Menyedihkan, alasannya yaitu ketika filmnya berakhir kita tahu Jorge justru semakin merasa sendirian dan tidak berguna. Overall, To Kill A Man adalah sebuah slow-burning revenge story yang cukup mendalam menghadirkan studi karakter, tapi sering terasa melelahkan alasannya yaitu tempo yang lambat tanpa memperlihatkan sesuatu yang lebih meski hanya berdurasi tidak hingga 90 menit.
Belum ada Komentar untuk "To Kill A Man (2014)"
Posting Komentar