Deadpool (2016)

Di tengah gempuran film superhero berbujet raksasa, nyatanya Deadpool yang hanya bermodalkan $58 juta bisa merangsek sebagai salah satu sajian paling diantisipasi tahun ini. Alasannya satu, dikala para "koleganya" melaksanakan banyak sekali penyesuaian dalam mengadaptasi, debut penyutradaraan Tim Miller ini sebisa mungkin berusaha setia pada komiknya. Kesetiaan itu berarti banyaknya porsi kekerasan, sumpah serapah, juga breaking the fourth wall. Alhasil film ini pun mendapatkan rating "R", dikala lebih banyak didominasi film superhero mempunyai rating "PG-13". Pendekatan ini beserta puluhan marketing campaign kreatif terbukti sukses merebut hati die-hard fans setelah sebelumnya dikecewakan oleh kemunculan perdana sang titular character lewat X-Men Origins: Wolverine.

Daya tarik terbesar film ini yaitu usahanya menjauhkan diri dari formula standar comic book movie pada umumnya. Salah satu formula itu terletak pada pendahuluan berupa background story dalam alur. Berusaha menghindari contoh tersebut, filmnya pribadi membawa penonton pada agresi Deadpool memburu seorang mutan berjulukan Francis a.k.a Ajax (Ed Skrein). Francis sendiri bertanggung jawab atas agenda Weapon X yang memberi Wade kekuatan beregenerasi sekaligus merusak wajahnya -juga adamantium di tubuh Wolverine. Di waktu bersamaan, hadir pula dua anggota X-Men, Colossus (Stefan Kapičić) dan Negasonic Teenage Warhead (Brianna Hildebrand) membawa "misi" tersendiri berkaitan dengan Deadpool.
Bukan berarti Deadpool berjalan tanpa background story, alasannya alurnya rutin melompat antara masa kemudian dan sekarang. Garis waktu masa lalunya bertutur mengenai asmara Wade dengan Vanessa (Morena Baccarin). Melihat paparan kisahnya, sungguh keputusan sempurna mencampur aduk timeline daripada menuturkannya satu demi satu layaknya contoh standar di atas. Dirilis mendekati Valentine, romansa Wade dan Vanessa pun kolam dongeng cinta ala film-film hari kasih sayang. Sepasang kekasih mesti mendapatkan ujian dikala sang laki-laki didiagnosa menderita kanker. Bukan berarti jelek ataupun sappy, alasannya "mulut busuk" Wade selalu menghibur, tapi bayangkan kekecewaan penonton harus melalui sajian drama sekiranya 30 menit dahulu sebelum terjun sepenuhnya dalam kegilaan action
Kombinasi humor vulgar dan kekerasan brutal berujung sebagai aspek terbaik filmnya. Teruntuk hal kedua, jangan harapkan kebrutalan tingkat tinggi layaknya Berandal misalkan. Deadpool tergolong sadis untuk ukuran mainstream comic book movie. Menyaksikan beberapa jenazah terpenggal, pisau menancap di kepala atau Deadpool membuat musuhnya ibarat sate dengan kedua pedangnya tentu jadi hiburan menyegarkan di antara keseragaman film superhero belakangan ini. Bertambah meyenangkan tatkala sembari membantai lawan-lawannya, Deadpool kerap melontarkan guyonan berisi sumpah serapah juga meta-jokes sambil sesekali berbicara "langsung" pada penonton (breaking the fourth wall). Efektif memancing tawa? Sangat! Namun di banyak lelucon, pemahaman Bahasa Inggris -tidak sekedar membaca subtitle- dan pengetahuan akan film (X-Men franchise, Green Lantern, etc.) amat dibutuhkan. Terbukti pada beberapa line cerdas macam "What's a nice place like you doing in a girl like this" atau "Which Professor? McAvoy or Stewart?" hanya aku yang tertawa.

Namun bukan berarti pula Deadpool adalah sajian pembiasaan terbaik dari komik Marvel (baik MCU atau bukan). Di antara rasa terhibur aku mencicipi lubang begitu menyadari film ini tak lebih dari adonan dua aspek terbaik di atas. Paparan ceritanya tidak engaging, cobalah lucuti sentuhan meta-nya, naskahnya hanya mengatakan pencarian anti-hero terhadap seorang villain sambil ditambahi sedikit bumbu romansa. Walau begitu Deadpool cukup cermat menjalin keterikatan dengan X-Men franchise (the timeline is confusing indeed). Intensitas pun selalu turun tatkala alur memasuki flashback romansa Wade dan Vanessa. Karena sehebat apapun Wade, daya pikatnya tak bisa menandingi sewaktu ia beraksi sebagai Deadpool. But still, you should believe the hypeThis movie is highly entertaining and such a "different" superhero movie with a lot of memorable lines. 

NOTE: Jangan beranjak dulu sesudah film usai, alasannya ada post-credit scene "aneh" yang sukses menghadirkan gelak tawa sekaligus memberi tease terhadap lanjutan film ini.


SPHERE X EXPERIENCE
Ulasan komplemen ini merupakan bab dari agenda Indonesian Film Critics (IDFC) guna memberi tumpuan pada calon penonton mengenai "kelayakan menonton suatu film di format layar tertentu". Saya menonton Deadpool pada "SphereX" milik jaringan bioskop CGV Blitz. 

VISUAL: Keunikan "SphereX" terletak pada bentuk layar cekung dan berukuran raksasa. Dari situ dibutuhkan penonton mempunyai dimensi pandang lebih luas. Ukuran layar super besar juga sanggup menghasilkan gambar lebih nyata. Sayang, beberapa adegan Deadpool mendapat sensor berupa zooming. Gambar terpotong hingga buram di beberapa bagian. Hal ini amat mengurangi sensasi visual sebagai salah satu jualan utama format ini. Tapi dampak CGI film yang sejatinya "murah" ini nampak lebih jernih dan tak terlalu artificial pada layar ini. (3/5)

SOUND: Tidak banyak perbedaan dalam tata suara. Tidak melempem, tidak pula bombastis. Padahal sound merupakan salah satu jualan utama "Sphere X". (2.5/5)

SEAT: Inilah keunikan kedua "Sphere X" di mana kursinya sanggup direbahkan sekitar 45 derajat. Aspek satu ini amat subjektif, tergantung selera masing-masing. Kelebihannya anda bisa bersantai merebahkan tubuh dan sanggup mengikuti tiap sudut gambar. Tapi bisa juga anda mencicipi pegal di punggung atau leher jikalau posisi duduk tegak yakni kesukaan anda. Jangan pilih posisi di gugusan terlalu atas jikalau tinggi tubuh anda tidak mengecewakan (170 cm ke atas) atau hanya akan terlihat langit-langit. Tapi terlalu depan juga membuat problem alasannya besarnya ukuran layar. Baris E hingga J sejauh ini paling kondusif bagi saya. 

OVERALL: Apakah layak Deadpool ditonton dalam format "Sphere X"? Untuk sekedar "cari pengalaman" cukup pantas dicoba, tapi jangan berharap menerima suatu movie experience fantastis lewat film ini. (3/5)

Ticket Powered by: ID Film Critics

Belum ada Komentar untuk "Deadpool (2016)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel