Super (2010)

Terkadang menciptakan film cantik saja tidak cukup, alasannya yaitu kalau kurang beruntung, satu wangsit brilian sanggup seketika "turun kasta" bahkan diragukan orisinalitasnya apabila didahului oleh karya lain. Super dibuat James Gunn empat tahun sebelum merengkuh kesuksesan lewat Guardians of the Galaxy dan (sayangnya) enam bulan pasca perilisan Kick-Ass. Film ini memang serupa dengan karya Matthew Vaughn tersebut, sama-sama mengetengahkan jagoan amatir tanpa kekuatan super. Namun tanggapan tiba "terlambat" juga bukan tergolonng sajian high profile, Super tenggelam di bawah bayang-bayang kompatriotnya. Gagal secara pendapatan, mixed respons para kritikus, hingga mendapat tudingan plagiat. But for me, this movie is super indeed, even slightly better than Kick-Ass.

Frank Darbo (Rainn Wilson) merasa hidupnya tersusun atas rangkaian kekecewaan, kecuali dua peristiwa: ketika ia menikahi Sarah (Liv Tyler) dan membantu polisi meringkus jambret. Maka tatkala sang istri kembali kecanduan narkoba kemudian berpaling pada seorang pemilik strip club bernama Jacques (Kevin Bacon), Frank pun depresi. Di tengah kegamangannya, Frank mendapat visi absurd di mana jari Tuhan (literally) menyentuh otaknya kemudian mendapat pesan dari superhero religius, Holly Avenger (Nathan Fillion) bahwa Tuhan menentukan Frank untuk suatu tujuan spesial. Frank memaknai pesan itu sebagai keharusan baginya menjalani hidup sebagai superhero. Menggunakan kostum buatan sendiri serta bersenjatakan pipe wrench, Frank bertransformasi menjadi The Crimson Bolt. 
Super bukan kisah wacana The Crimson Bolt, melainkan sosok di balik kostum tersebut. Melalui naskahnya, James Gunn menghadirkan penelusuran terhadap depresi. Memang tak seberapa mendalam, namun cukup besar lengan berkuasa mendasari motivasi karakternya. Frank menjadi The Crimson Bolt bukan alasannya yaitu jengah akan kriminalitas atau terobsesi oleh sepak terjang superhero dalam komik. Keputusan itu murni dipantik depresi tanggapan kehilangan sosok paling berharga di hidupnya. Menilik kekacauan hati dan pikirannya (mengalami delusi diikat tentakel, diiris kulit kepalanya, hingga disentuh otaknya oleh Tuhan), saya sanggup memahami bagaimana Frank sanggup bertindak brutal menghajar para penjahat. Kentalnya unsur kekerasan jadi tidak terasa pointless, melainkan manifestasi gangguan kejiwaan karakternya.
Tentu saja Super turut dijejali selipan komedi -termasuk dark comedy. Salah satu sumber utama penghasil tawa yaitu Ellen Page sebagai Libby a.k.a Boltie, "kid sidekick" dari The Crimson Bolt. Patut disayangkan kegilaan Libby tak mendapat eksposisi sekuat Frank, seolah sosoknya gila hanya sebagai penghasil daya kejut. Tapi totalitas Ellen Page yang lewat penampilannya memunculkan magnet penarik atensi penonton menciptakan kekurangan itu boleh sedikit dimaafkan. Tiap kali Libby bertingkah absurd memancarkan aura psikotik, saya selalu berhasil dibentuk tertawa. Berbanding terbalik dengan Rainn Wilson yang setia menghadirkan kesan gloomy. Awalnya sulit bersimpati untuk Frank mengingat ia memang pecundang, tapi perlahan seiring perjuangannya berlangsung, saya mulai mendukungnya, hingga mencicipi emosi serupa pada ending.

James Gunn mengeksekusi adegan agresi brutal dengan baik ketika darah tak sekedar tumpah namun sesekali menghadirkan shcoking moment. Cukup sadis tapi tidak hingga over the top sehingga masih menjaga sentuhan realisme selaku paparan konsep mengenai "apa alhasil kalau superhero tanpa kekuatan super beraksi di dunia nyata?" Mencapai pertengahan, fokus terhadap kekerasan sempat menciptakan filmnya mengesampingkan eksplorasi psikis karakter, untungnya James Gunn sukses menyuntikkan lagi guratan drama emosional tatkala Super memasuki tahapan konklusi. Sebagai film penuh kegilaan serta darah, konklusi film ini tergolong spesial, menghadirkan nuansa bittersweet emosional (secara subtil cenderung bitter) berisi perenungan akan makna kebahagiaan. Super adalah bukti kapasitas seorang James Gunn menyatukan dengan rapih. banyak sekali macam unsur dengan tone bervariasi menjadi satu. Very underrated.

Belum ada Komentar untuk "Super (2010)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel