Ily From 38.000 Ft (2016)

FTV (Film Televisi) eksis sebagai jalan menciptakan tontonan berdurasi film panjang di layar beling dengan production value lebih murah plus effort pembuatan yang lebih ringan. Kualitas di banyak sekali sisi  naskah, penggarapan, akting  pun tidak perlu bagus-bagus amat. Karenanya bakal mengesalkan tatkala muncul film bioskop selevel FTV. Namun tak sanggup dipungkiri suguhan serupa punya pasar cukup besar di Indonesia. Keberhasilan mengundang sebagian saja dari mereka ke bioskop sanggup berujung laba komersil melimpah. Screenplay Productions memahami potensi itu. "ILY from 38.000 Ft" merupakan karya ketiganya pasca kesuksesan "Magic Hour" dan "London Love Story" yang tak lain yaitu bentuk FTV di layar lebar.

Di atas pesawat dengan tujuan Bali, Aletta (Michelle Ziudith) merasa terganggu oleh kehadiran seorang laki-laki abnormal di dingklik sebelah yang terus menggodanya. Untunglah ia menerima dukungan dari Arga (Rizky Nazar), dan sejurus kemudian kita mendapati gantian Aletta melaksanakan serupa  menggoda Arga  karena berdasarkan "hukum" FTV, tindakan tersebut sanggup ditolerir jikalau sang pelaku yaitu protagonis berparas rupawan. Sesampainya di Bali, Aletta terus berusaha mendekati Arga, bahkan nekat memperlihatkan dukungan menjadi host dadakan untuk sebuah aktivitas eksplorasi alam  ala National Geographic  milik Arga. Sayang, sesudah sukses menaklukkan dinginnya perilaku Arga, kemudian membuatnya jatuh cinta, sebuah bencana memisahkan mereka berdua.
Setiap sisi naskah karya Sukdev Singh dan Tisa TS maupun penggarapan sutradara Asep Kusnidar hanya mempunyai satu tujuan: memuaskan dahaga penonton ABG mengenai khayalan indahnya cinta sejati. Sepasang laki-laki tampan dan perempuan anggun bertemu di pesawat, tidak saling kenal, kemudian perlahan saling cinta seusai melewati momen-momen manis di Pulau Dewata. Begitu keduanya terpisah pun kekuatan cinta terlampau berpengaruh untuk sanggup memudar. Semua disajikan tanpa peduli akan lubang logika berkenaan detail insiden atau perbuatan karakter. Semakin anda memikirkan sederet kejanggalan tersebut, pasti semakin besar pula siksaan yang harus otak anda alami.

Tapi supaya bagaimana, kita semua pernah melewati fase remaja penuh kenaifan soal romantika. "ILY from 38.000 Ft" sanggup membangkitkan sisi yang sudah saya lupakan atau lebih tepatnya pendam tersebut. Pasca "Magic Hour" dan "London Love Story", Asep Kusnidar paham betul cara mengemas adegan perangsang senyum yang melelehkan hati penonton. Sebuah montage berisikan Arga dan Aletta menghabiskan waktu bermesraan sambil diiringi lagu "Kiss Me" memang cheesy  lengkap dengan guyuran hujan pula slow motion  tapi tak sanggup dipungkiri rentetan visualisasi itu terasa manis. Sisi remaja kita pernah memimpikan semua situasi itu. Baris obrolan yang diniati quotable juga punya takaran secukupnya, tidak berlebihan berpuisi tidak pula terdengar setiap menit.
Rizky Nazar punya charm untuk terlihat cool dan digilai penonton perempuan walau karakterisasi Arga terang inkonsisten  jatuh cinta saja tidak mengubah sosok cuek tampaknya menjadi laki-laki gombal pengirim pesan bertuliskan BPUK (Baru pisah udah kangen). Sedangkan Michelle Ziudith mengambarkan bahwa beliau layak bermain dalam komedi-romantis berkualitas. Ziudith sanggup menutupi fakta jikalau Aletta yaitu seorang perempuan "murah" yang berlebihan mengejar laki-laki idamannya. She looks cute and likeable without being annoying. Mampu pula beliau menangani adegan komedik semisal ketika Aletta sengaja bersikap menyebalkan ketika dipaksa menemui Ditho (Verrell Bramasta), laki-laki yang hendak dijodohkan dengannya. So funny and adorable indeed

Melewati pertengahan durasi, "ILY from 38.000 Ft" sejatinya masih enjoyable di luar banyak sekali kekurangan tadi, hingga datang satu twist menjelang akhir, yang memaksakan filmnya berakhir bahagia. Pesan mengenai "kekalnya cinta sejat" berujung hambar. Potensi gejolak emosi mengharu biru pun terenggut, hilang ditelan harapan film membahagiakan penonton lewat jalan termudah (happy ending means happiness). Tapi paling mengganggu yaitu klarifikasi mengenai twist-nya. Benar telah banyak kebodohan hadir sepanjang film, but that twist is another level of stupidity. Berbagai fakta mengejutkan ditumpuk dan seluruhnya menghancurkan logika, melukai nalar. Kenaifan sisi remaja saya tak lagi kuasa menutupi kekurangannya.

"ILY from 38.000 Ft" sangat berpotensi menjadi "FTV layar lebar" menghibur. Terlebih production value-nya cukup tinggi, memfasilitasi ambisi para pembuatnya mengusung cerita kelas sinetron ke dalam paparan sinematik yang sejatinya sanggup dipercaya memancing minat pangsa pasarnya berbondong-bondong meramaikan bioskop, which is a good thing. Namun menyerupai pepatah "nila setitik rusak susu sebelanga", the twist pretty much ruined everything. Jadilah "ILY from 38.000 Ft" cukup memuaskan sisi remaja saya yang menyimpan dahaga khayalan romantika, tapi melukai otak cendekia balig cukup akal saya yang dipenuhi tatanan logika. 

Belum ada Komentar untuk "Ily From 38.000 Ft (2016)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel