Jilbab Traveler: Love Sparks In Korea (2016)

Guntur Soeharjanto, Alim Sudio dan Asma Nadia. Ketiga nama ini telah berulang kali saling berkolaborasi  bertiga atau hanya dua di antaranya  menghadirkan suguhan religi. Walau tidak kesemuanya bisa dianggap bagus, judul-judul menyerupai "99 Cahaya di Langit Eropa", "Assalamualaikum Beijing", "Surga yang Tak Dirindukan", sampai "Pesantren Impian" terang bukan hidangan jelek penebar penyakit bagi industri perfilman tanah air. Diadaptasi dari novel "Jilbab Traveler" karya Asma Nadia, filmnya berkisah mengenai Rania Samudra (Bunga Citra Lestari) yang melaksanakan perjalanan mengelilingi dunia demi mewujudkan cita-cita sang ayah biar ia menjadi laksana Ibnu Batutah, penjelajah muslim yang jadi referensi dunia.

Narasi pembukanya menjabarkan latar belakang tersebut, bagaimana Rania mengunjungi banyak negara kemudian memperoleh nama, dikenal sebagai "Jilbab Traveler" setelah mengabadikan perjalanannya dalam bentuk tulisan. Berbalut sinematografi apik, diperlihatkan pula sepintas momen singgahnya Rania di beberapa tempat. Namun tak pernah hadir paparan menyeluruh wacana apa yang sejatinya didapat sang protagonis selama mengembara. Penonton dipaksa mendapatkan fakta kalau mengunjungi banyak sekali lokasi (bernuansa Islam) telah memberi pencerahan bagi Rania. Ya, exploring the outside world memang bisa begitu bermakna, tapi tatkala makna itu sifatnya off-screen, jalinan emosi pun urung hadir.
Ketika substansi untuk traveling-nya urung digali mendalam, konflik cinta segitiga justru sebaliknya, lebih besar lengan berkuasa serta kompleks. Tatkala pulang guna merawat ayahnya yang jatuh sakit, Rania justru diminta mendatangi Baluran, daerah di mana cinta kedua orang tuanya tumbuh. Di sana Rania pertama bertemu dengan Hyun Geun (Morgan Oey), seorang fotografer asal Korea dan sahabatnya, Alvin (Ringgo Agus Rahman). Perlahan benih cinta tumbuh di antara Rania dan Hyun Geun, namun di ketika bersamaan keluarga Rania (baca: kakak-kakaknya) tengah mendorong biar ia menikahi Ilhan (Giring Ganesha). 

Harus diakui romantika Rania dan Hyun Geun hadir terlalu cepat, padahal keduanya gres menghabiskan satu hari pendek bersama tanpa diperlihatkan satu pun quality time. Konflik mulai menarik ketika Ilhan muncul. Penonton terang digiring biar mendukung Rania dengan Hyun Geun. Pasangan ini ialah protagonisnya, tapi Ilhan bukanlah sosok jahat, tampak pada kesungguhannya mengajari ibu-ibu penerima ujian paket C. Benar Ilhan berusaha menjauhkan Hyun Geun dari Rania, tapi menggunakan cara masuk akal dan rasa enggan kehilangan sang perempuan pujaan bisa dipahami. Ketika mengetahui Rania bertemu Hyun Geun di Korea, Ilhan pun nekat menyusul meski takut terbang. 
Alhasil yang tersaji bukan konflik "good guy versus bad guy" melainkan "kenyamanan kontra kebahagiaan". Ilhan mewakili kehidupan nyaman pula mapan bagi Rania, sedangkan Hyun Geun ialah kebahagiaan yang menciptakan Rania bisa mengikuti panggilan jiwa sebagai jilbab traveler. It's all about logic against feeling. Konflik bukan dilandasi gangguan laki-laki lain melainkan murni persoalan hati Rania  penonton takkan merasa Ilhan jahat, tapi Rania yang gamang. Hal itu diperkuat oleh campur tangan kakak-kakak Rania, memperumit sekaligus mengakibatkan kegamangan Rania believable

Seperti biasa Guntur Soeharjanto punya visi besar lengan berkuasa biar mata penonton terpuaskan oleh gambar-gambar indah. Setting pun turut dimanfaatkan biar beberapa adegan (ex: makan malam di restoran, pengumuman ijab kabul di pesta ulang tahun) nampak bagai drama Korea, yang bersinergi pula dengan sisi melodrama kisahnya. Sayang, sebagaimana "99 Cahaya di Langit Eropa", Guntur Soeharjanto cenderung mengemas filmnya kolam traveling video minim substansi, melupakan kewajiban bernarasi. Penonton lebih sering dipertontonkan adegan karakternya berjalan-jalan daripada emotional building. Ujungnya, sampai film berakhir mata saya terpuaskan namun hati terasa kosong. 

Cukup mengisi kekosongan rasa ialah akting ketiga cast utama. Baik Bunga Citra Lestari, Morgan Oey maupun Giring Ganesha bisa menangani adegan berisi luapan emosi dengan baik, tapi keunggulan terbesar ketiganya yakni keberhasilan menyalurkan isi perasaan lewat mata dan ekspresi tanpa harus melalui penuturan verbal. Sayang, pembawaan komedik Ringgo Agus Rahman menciptakan Alvin annoying alih-alih jadi sosok sobat yang membantu dan menghangatkan suasana. Penonon sanggup memahami isi hati tiap huruf dalam banyak sekali situasi walaupun itu saja masih kurang guna menghindarkan "Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea" sebagai satu lagi tontonan ber-setting luar negeri yang terlihat indah di mata tapi tidak di hati. 

Belum ada Komentar untuk "Jilbab Traveler: Love Sparks In Korea (2016)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel