Pirates Of The Caribbean: Salazar's Revenge (2017)

Berbarengan dengan Jack Sparrow yang ditelan Kraken pada simpulan Dead Man's Chest, daya pikat Pirates of the Caribbean turut lenyap, kolam ikut terbenam di Davy Jones' Locker. Ketika At World's End merupakan petualangan terlalu panjang yang melucuti pesona tokoh-tokohnya, On Stranger Tides menjadi installment yang demikian gampang terlupakan. Namun franchise ini mesti berlanjut. Selain didorong terus meningkatnya pendapatan tiap seri, sang bintang utama, Johnny Depp butuh kendaraan solid pasca rentetan film gagal, image buruk jawaban kasus kekerasan terhadap Amber Heard, serta kesulitan finansial yang perlahan mendera lantaran gaya hidup super glamor yang konon memakan biaya $2 juta tiap bulan.

Melanjutkan tren film-film sebelumnya, Salazar's Revenge (berjudul Dead Men Tell No Tales untuk peredaran di Amerika Utara) menyertakan mitologi yang telah dikenal masyarakat, ialah segitiga Bermuda (disebut Devil's Triangle di sini) dan Trisula Poseidon. Alkisah, Kapten pasukan angkatan maritim Spanyol berjulukan Armando Salazar (Javier Bardem) terjebak di Devil's Triangle akibat perbuatan Jack Sparrow. Bersama para awak kapalnya, Salazar pun dikutuk menjadi hantu, menanti dikala balas dendam tiba. Demi melawan Salazar, Jack, dibantu oleh Henry Turner (Brenton Thwaites) yang ingin membebaskan sang ayah, Will Turner (Orlando Bloom) dari kutukan Flying Dutchman dan Carina Smyth (Kaya Scodelario), hebat astronomi yang dituduh penyihir.
Salazar's Revenge diniati sebagai awal petualangan gres berisi darah baru, di mana Henry dan Carina ditugaskan mengikuti jejak Will dan Elizabeth (Keira Knightley). Namun sejatinya poros dongeng berkutat di formula familiar. Tidak peduli apa bentuk harta buruan, petualangan berlangsung serupa, seolah ada ketakutan jikalau menghilangkan satu saja unsur, kutukan bakal menghampiri. Terlihat pada naskah Jeff Nathanson yang walau tak banyak menambah sub-plot dan menjaga alur dari kesan penuh sesak macam film ketiga, masih mengikutsertakan angkatan maritim dalam kiprah kurang penting. Momen epilog titik puncak yang dimaksudkan menambah bobot emosi urung berdampak, alasannya di tahap ini penonton tahu, baik maut atau kutukan sanggup diakali melalui bermacam-macam cara. Pun post-credit scene yang meski berpotensi memuaskan penggemar atas siratan kembalinya tokoh lama, pertanda franchise ini enggan berlayar jauh, menentukan berputar di lautan yang sama.

Setelah 14 tahun, tentu Jack Sparrow sudah menyatu, muncul bagai naluri dalam diri Johnny Depp. Namun daripada performa alamiah, penonton justru disuguhi penampilan sang pemeran yang terlihat tanpa tenaga, entah dipengaruhi usianya yang tak lagi muda (53 tahun) atau Depp memang sudah malas dan kembali semata-mata demi bayaran besar. Hilang gerak lincah sampai tindak tanduk tak terduga sang kapten. Di film kelimanya, Jack Sparrow sekedar hiasan yang ada hanya lantaran merupakan maskot franchise. Depp justru mengesankan tatkala beberapa menit tampil sebagai Jack versi muda yang lebih tenang, menebar pesona melalui senyum penuh percaya diri. 
Saat Brenton Thwaites kekurangan karisma, Kaya Scodelario meniupkan semangat memberontak sebagaimana Keira Knightley dahulu menghidupkan seorang perempuan besar lengan berkuasa pendobrak tradisi. Geoffrey Rush sebagai Barbossa tidak segila dulu yang mana bukan kekeliruan sang aktor, melainkan tuntutan naskah. Barbossa tanpa teriakan "You bloomin' cockroaches!" memang kurang lengkap. Untungnya Bardem (disempurnakan balutan CGI tepat guna) menyajikan penampilan mengerikan sebagai Salazar, hantu kejam yang enteng melaksanakan pembantaian, juga intimidatif kala berbicara. Setiap kata terucap dari ekspresi makhluk kegelapan ini, secercah cahaya menyinari filmnya, memberi kekuatan. 

Kursi penyutradaraan ditempati duet Joachim Rønning dan Espen Sandberg (Kon-Tiki), meramaikan jumlah sineas independen yang berkesempatan menggarap blockbuster. Beberapa set-piece "kelas menengah" digarap baik, sebutlah pencurian brankas (atau bank) yang menyerupai Fast Five versi masa lampau, di mana kendaraan beroda empat glamor digantikan barisan kuda. Adegan sewaktu Jack terjebak dalam guillotine berputar pun seru sekaligus sanggup mengocok perut. Dua pola sequence tersebut  seperti lebih banyak didominasi adegan agresi terbaik Pirates of the Caribbean  dikemas bagai wahana taman hiburan: atraktif, menyenangkan, imajinatif. Sementara sisanya (termasuk klimaks) memperlihatkan kesulitan keduanya menangani agresi berbasis CGI. Gubahan musik Geoff Zanelli efektif membangun tensi (pula catchy), tapi Rønning dan Sandberg bak kebingungan menyusun gelaran agresi yang hilang arah di tengah terjangan angin ribut imbas visual.


Ralat: Jack Sparrow muda bukan diperankan oleh Johnny Depp, tapi Anthony De La Torre.

Belum ada Komentar untuk "Pirates Of The Caribbean: Salazar's Revenge (2017)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel