Independence Day: Resurgence (2016)
Suatu hari saya pernah bermimpi mendapati di luar kamar saya di lantai 2 sebuah benda abnormal raksasa tengah melayang. Tidak terang benda apa itu sebenarnya, tapi yang pasti, saya ingat hanya bisa diam, dibentuk terperangah oleh ukuran gigantic-nya. Memang begitulah sifat makhluk kecil berjulukan manusia, selalu dibentuk terpana bahkan terobsesi oleh hal-hal berukuran raksasa. Semakin besar dan "tak masuk akal" semakin tinggi pula kekaguman kita. Di situlah letak keunggulan utama Roland Emmerich selaku sutradara seorang hebat disaster movie. Dari Independence Day, The Day After Tomorrow sampai 2012, Emmerich bisa membangkitkan perasaan di atas, dan itu diulanginya lewat Independence Day: Resurgence.
20 tahun pasca keberhasilan mengganyang para alien, pihak Bumi bermodalkan teknologi peninggalan alien tersebut mulai membangun benteng serta seni administrasi pertahanan selaku early warning system andaikata invasi makhluk abnormal kembali datang. Namun tanpa disangka, mereka sempat mengirim distress call, dan sekarang armada yang jauh lebih banyak dengan pesawat berdiameter ribuan kilometer siap melancarkan serangan yang bahkan tak bisa ditandingi insan meski teknologi serta senjata sudah mengalami kemajuan pesat.
Resurgence sejatinya gagal mengulangi beberapa kekuatan utama film pendahulunya. Penonton film pertama tentu ingat speech ikonik nan menggetarkan "We will not go quietly into the night!" dari Presiden Whitmore (Bill Pullman) yang sukses aben semangat patriotisme sekalipun anda bukan warga negara Amerika Serikat. Patriotisme urung dihadirkan kala Emmerich hanya berfokus meningkatkan skala kehancuran plus ukuran pesawat alien daripada membangun nuansa usaha umat manusia. Tidak ada lagi tensi mendebarkan kala mendapati likeable protagonist macam Captain Steven Hiller (Will Smith) berjibaku di atas pesawat, terlebih Liam Hemsworth tak cukup berkharisma melakoni tugas lead hero, sedangkan (mantan) Presiden Whitmore hanyalah laki-laki renta setengah gila yang orasinya kali ini tak lebih dari usaha frustasi mereplikasi original speech-nya.
Independence Day bukan film dengan paparan dongeng mendalam, tapi sekuelnya ini nyaris sama sekali meminggirkann narasi. Sepanjang durasi kita hanya diperlihatkan rentetan set-up sebagai alasan menampilkan satu per satu action sequence. Terdapat setumpuk karakter, namun tugas mereka tidaklah berguna, bahkan David Levinson (Jeff Goldblum) sekalipun. Di luar kekurangan penceritaannya, ada satu poin positif mengenai penggambaran perilaku meremehkan insan kepada alien. Manusia menganggap alien sebagai monster tanpa otak, yang berujung backfire kala mereka melancarkan planning serupa 20 tahun kemudian dan hasilnya mengakibatkan kegagalan. Aspek ini sempurna menggambarkan kepongahan manusia, melupakan betapa kecilnya kita di tengah hamparan luas jagat raya misterius.
Saya sadar betul bahwa Resurgence kehilangan lebih banyak didominasi daya pikat milik pendahulunya. Sebagai standalone pun filmnya medioker dari banyak sisi. But like the other guilty pleasure out there, 'Resurgence' forced me to "sold my soul to the devil", so I could enjoy the movie without being bothered by its minus points. Menyaksikan pesawat alien terhampar di Afrika atau tatkala kapal induk mereka mendarat, menutupi sebagian permukaan Bumi, perasaan terpukau alasannya yaitu benda-benda raksasa tadi serentak menyeruak. Emmerich bersama sinematografer Markus Förderer teramat piawai merangkai visual, sehingga berbeda dengan Michael Bay, kompatriot dalam bidang blockbuster bombastis walau dipenuhi hal-hal masif, formasi kekacauannya tetap memanjakan mata, melupakan fakta bila segala kehancuran itu seolah tanpa arti akhir ketiadaan imbas signifikan berupa korban jiwa hanya diisi kehancuran gedung. Efek CGI mumpuni tentunya ikut berperan besar memperkuat, khususnya pada titik puncak ketika gigantic alien queen menampakkan wujudnya. It looks so seamless and breathtaking!
Ditinjau dari segi sinematik mana saja, Independence Day: Resurgence bakal lebih banyak memunculkan sisi negatif ketimbang positif. Lagi-lagi beginilah cara kerja guilty pleasure. Kita sadar keburukan suatu film, namun hasilnya "menyerah" alasannya yaitu kesuksesan filmnya mengusung hiburan menyenangkan. Mengembalikan kekaguman serta binar di mata saya kepada hal-hal masif melayang di angkasa raya, 'Independence Day: Resurgence' is Roland Emmerich at his best game: highly entertaining spectacle full of giant things and massive destruction. Dengan bahagia hati saya menantikan sekuelnya yang berencana membawa umat insan berangkat menuju peperangan epic antar galaksi.
SPHERE X FORMAT: Bertambah rasa terpukau oleh ekspo pesawat raksasa Emmerich kala bidang layar SphereX bagai melipatgandakan pemandangan tersebut. Kemunculan sang ratu alien pun jadi puncak gelimangan visual mumpuni yang terhampar begitu bersahabat pula aktual di depan mata. To put it simply, 'Independence Day: Resurgence' is my best SphereX experience so far. (4.5/5)
Ticket Sponsored by: Indonesian Film Critics
Belum ada Komentar untuk "Independence Day: Resurgence (2016)"
Posting Komentar