Central Intelligence (2016)
Buddy cop is not a new formula, but it never gets old. Bermodalkan naskah paten berisi interaksi renyah dua protagonis, buddy cop movie dapat menghadirkan kesenangan bagi penonton sekalipun alurnya klise. Namun bila ada yang diharapkan genre tersebut guna menemukan kembali kesegarannya, pastilah hal itu dipunyai sosok Dwayne Johnson. Dikenal akan kemampuannya menghidupkan lagi franchise film Journey, G.I. Joe, Fast & Furious rasanya bukan kemustahilan apabila seorang "The Rock" bisa menyuntikkan energi gres untuk genre satu ini. Terlebih, dalam Central Intelligence garapan sutradara Rawson Marshall Thurber ini, Johnson dipasangkan dengan Kevin Hart. Pertukaran kalimat kocak dibalut chemistry solid seketika terbayang.
Bob Stone (Dwayne Johnson) selalu di-bully, dipermalukan oleh teman-temannya semasa Sekolah Menengan Atas akhir tubuh gemuknya. Satu-satunya yang bersedia membela Bob hanyalah Calvin Joyner (Kevin Hart), siswa paling terkenal di sekolah. Selang 20 tahun kemudian, Calvin mendapati hidupnya sebagai akuntan jauh dari bayangan kejayaan masa muda dahulu. Stagnan. Belum lagi pernikahannya dengan Maggie (Danielle Nicolet) tengah berada di fase hambar. Sampai Calvin bertemu Bob kembali yang sekarang sudah berubah 180 derajat; berbadan kekar, dipuja wanita, pula ahli berkelahi, hidupnya turut berubah. Ternyata Bob ialah anggota CIA yang sedang terjebak tuduhan pembunuhan, dan mau tidak mau, Calvin ikut terseret menuju kekacauan berbahaya tersebut.
Menilik ceritanya, naskah karya Ike Barinholtz, David Stassen dan Rawson Marshall Thurber coba dan berpotensi mengangkat informasi bullying terutama mengenai bagaimana sang korban berusaha menghadapi trauma meski telah lewat puluhan tahun. Semakin menarik kala mendapati Bob yang sudah bertransformasi menjadi biro CIA tangguh tetap tak berkutik kala bertemu kembali dengan si pelaku (cameo dari Jason Bateman). Sayangnya tidak ada penggalian memadahi termasuk fakta bahwa kita hanya sejenak dipertemukan dengan Bob masa Sekolah Menengan Atas (Johnson with a fatsuit). Padahal bila menghabiskan waktu sedikit lebih lama, pasti keterikatan penonton dengan Bob bisa menguat. After being heavily teased, it was such a disappointment that it only last for only five minutes (maybe even less). Besides, seeing the fat Dwayne Johnson dancing around naked is hilarious.
Leluconnya berusaha keras mengeksploitasi tumpuan serta plesetan (Pitch black like Vin Diesel, Snake Gyllenhaal) sampai pada titik di mana semuanya terasa berlebihan. Awalnya terdengar lucu hingga perlahan kehilangan kesegarannya dan karenanya membosankan. Untung kombinasi Johnson-Hart konsisten menghadirkan banter menarik sebagai materi bakar laju film. No matter how unfunny the joke is, Kevin Hart with his histerical behavior and Dwayne Johnson's big smile and his starstruck to Calvin always interesting to watch. Tanpa keduanya, banyolan milik Central Intelligence bakal berujung datar, bahkan sejatinya kalah dalam urusan memancing tawa dibanding rangkaian bloopers sewaktu credit akhir bergulir.
Sulit dibayangkan memang apabila Central Intelligence tak mempunyai dua sosok protagonis tersebut, apalagi Thurber kurang piawai memaksimalkan adegan aksi. Peluru berdesingan di mana-mana, tapi minimnya kreatifitas Thurber dalam mengkreasi, memupuskan terciptanya dinamika hiburan penuh aksi. Selipan misteri bertemakan pengkhianatan dan identitas villain sesungguhnya menambah energi, setidaknya cukup menciptakan Central Intelligence bukan menjadi siksaan membosankan selama 107 menit bagi para penonton, tapi sungguh disayangkan tatkala film ini berakhir hanya sebagai another forgettable buddy comedy, karena kolaborasi Dwayne Johnson-Kevin Hart semestinya sanggup menghantarkan kesenangan luar biasa.
Belum ada Komentar untuk "Central Intelligence (2016)"
Posting Komentar