10 Cloverfield Lane (2016)

Pada masa di mana dongeng diam-diam gampang tersebar hingga hobi studio "bunuh diri" lewat trailer penuh spoiler, 10 Cloverfield Lane merupakan anomali, karena sekitar dua bulan jelang perilisan kita gres mengetahui bahwa film garapan sutradara Dan Trachtenberg ini mempunyai kaitan dengan Cloverfield -diproduksi menggunakan judul Valencia. J.J. Abrams selaku produser sendiri menyatakan kalau ini bukan sepenuhnya sekuel, melainkan "blood relative" atau "spiritual successor" dari Cloverfield. Perkara relevan atau tidak pernyataan tersebut dan sebagus apa kualitas filmnya, Abrams bersama Bad Robot (production company miliknya) kembali membuktikan kejeniusan taktik marketing mereka, merubah low budget movie menjadi penarik atensi massa.

Aspek terbaik 10 Cloverfield Lane adalah keberhasilannya membangun misteri berujung kejutan bahkan sedari opening tatkala Michelle (Mary Elizabeth Winstead) diperlihatkan pergi meninggalkan rumahnya. Adegan dikemas tanpa memperdengarkan kalimat yang ia ucapkan, sehingga memunculkan tanya "kenapa" serta "kemana" Michelle pergi? Hadirnya pertanyaan lewat momen sederhana itu telah cukup mengunci atensi saya, terlebih rangkaian misteri lebih besar lain mulai bermunculan satu per satu. Michelle mengalami kecalakaan kemudian terbangun di bunker milik Howard (John Goodman). Anehnya, Howard melarang Michelle keluar dengan alasan telah terjadi "serangan", menjadikan udara luar terkontaminasi. 
Selama kurang lebih 103 menit durasi, film ini akan menciptakan penonton bertanya-tanya mengenai banyak hal. Naskah buatan Josh Campbell, Matt Stuecken dan Damien Chazelle konsisten melontarkan misteri, kemudian memberi tanggapan yang tak hanya mengejutkan serta berfungsi memaparkan, tapi juga menghasilkan tanda tanya baru. Pola semacam ini terus berulang sehingga perhatian saya tetap terjaga meski terkadang penuturan Trachtenberg terlalu lambat. Tempo lambat plus banyaknya nuansa sunyi minim iringan musik bertujuan merealisasikan suasana bunker secara positif sekaligus membangun intensitas (ex: adegan meja makan). Beberapa sukses, namun tak jarang pula dragging, menciptakan saya mempertanyakan substansi kesunyian tersebut.

10 Cloverfield Lane di luar dugaan cukup memperhatikan pendalaman karakter, menggiringnya ke ranah psychological thriller. Proses yang dilalui Howard dan Michelle beserta interaksi keduanya menyiratkan perlawanan terhadap patriarki. Saya tidak bisa membahas lebih lanjut demi menghindari spoiler, tapi salah satu motivasi milik Howard kental menunjukan unsur tersebut. Sedangkan Michelle walau mengawali segalanya dalam kondisi babak belur akhir kecelakaan tak pernah berhenti melaksanakan perlawanan -pada apapun. Karena itu tatkala karakternya kolam action hero di third act, saya tidak menganggapnya sebagai masalah. Merujuk pada tagline-nya yang berbunyi "Monsters come in many forms", 10 Cloverfield Lane memang kisah usaha melawan monster, entah apapun bentuk monsternya.
Selaku protagonis, Mary Elizabeth Winstead tidaklah buruk, cukup solid saat harus menonjolkan kapabilitas Michelle, meskipun jangkauan variasi ekspresinya tidak seberapa luas. Penampilan terbaik justru tiba dari John Goodman. Sosoknya mengerikan, tapi bukan kengerian dangkal ala antagonis dua dimensi. Goodman sebagai Howard terasa mengerikan justru berkat kompleksitas dalam dirinya. Terkadang ia penuh perhatian, namun tak jarang pula kesulitan mengontrol emosi pula memancarkan besarnya obsesi. Penonton berada di posisi sama menyerupai Michelle, tak mengetahui secara niscaya intensi Howard. Alhasil tiap kali laki-laki itu muncul, rasa was-was segera mencuat. 

Patut diperdebatkan apakah 10 Cloverfield Lane merupakan langkah cerdas berbagi franchise supaya tidak repetitif atau sekedar pura-pura marketing. Namun apabila dipandang sebagai sajian standalone, film ini terang memuaskan. Ketegangan memang sempat mengendor tatkala Trachtenberg kerap gagal memaksimalkan metode slow building tension, tapi kekurangan itu bisa ditambal oleh konsistensi menghadirkan setumpuk misteri berbalut twist sekaligus bobot mencukupi pada naskahnya. Terlebih sewaktu film mencapai third act yang menumpahkan kegilaan (walau berdasarkan saya predictable), Trachtenberg tak lagi menahan diri menyajikan ketegangan menggetarkan. 10 Cloverfield Lane isn't your usual single location thriller, that's for sure.

Belum ada Komentar untuk "10 Cloverfield Lane (2016)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel