Trumbo (2015)

Pada kurun 1940 hingga 1950-an, muncul gerakan "Hollywood blacklist" untuk menghalangi para pekerja industri seni di Hollywood yang ditengarai sebagai simpatisan atau anggota partai komunis menerima pekerjaan. Semenjak praktek tersebut diterapkan secara sistematis pada 25 November 1947, ratusann orang kehilangan pekerjaan. Banyak dari mereka jatuh miskin, depresi, bahkan menetapkan bunuh diri alasannya yaitu itu. Salah satu nama besar sekaligus kuat besar dikala karenanya blacklist itu dicabut yaitu Dalton Trumbo, seorang penulis naskah yang turut tergabung dalam "The Hollywood Ten" -10 orang yang di-blacklist akibat menolak memberi tanggapan ketika hearing akan keterlibatan mereka akan komunisme dilakukan.

Dalton Trumbo (Bryan Cranston) dikenal sebagai salah satu penulis naskah terbaik Hollywood pada masanya. Namun keterlibatannya dalam partai komunis kerap memperlihatkan gambaran buruk, alasannya yaitu dikala itu publik Amerika tengah gencar melaksanakan pemeriksaan terhadap biro rahasia Soviet yang konon disusupkan kedalam industri perfilman Hollywood. Trumbo pun harus menghadapi banyak sekali kesulitan hidup ketika ia dan sembilan orang lain ditetapkan bersalah dan harus mendekam selama setahun di penjara. Tapi akhir masuk sebagai daftar hitam, Trumbo tetap kesulitan menerima pekerjaan. Uniknya, pada masa inilah Trumbo memenangkan dua Oscar ketika rahasia ia menulis "Roman Holiday" (naskah terbaik) dan "The Brave One" (cerita terbaik). 
Sebagai film mengenai salah satu penulis naskah paling berpengaruh, "Trumbo" kurang berhasil menjabarkan alasan mengapa subjeknya layak menerima sebutan itu. Lupakan fakta bila kita sudah menonton karya-karya Trumbo macam "Roman Holiday" -yang memang bagus. Sudah menjadi kiprah biopic untuk memberi pemahaman esensial akan sosok yang diangkat dengan anggapan bahwa penonton sama sekali tidak mengenalnya. Film ini tak pernah menggarisbawahi kelebihan Trumbo sebagai penulis naskah. Penulisan dialognya kah? Karakterisasinya? Atau cara bernarasi? Kecuali pernyataan di awal bahwa "Trumbo tak hanya menciptakan happy ending, ia benar-benar mempercayainya", film ini tidak memberi pemaparan lain, hanya sebatas trivia bahwa Trumbo menciptakan ini dan itu.

Naskah garapan John McNamara berusaha menggugat praktek pelarangan berkarya/bekerja hanya alasannya yaitu political view seseorang. Itu bagus, tapi disaat McNamara mengakibatkan Trumbo sepenuhnya hero pejuang hak asasi manusia, terjadilah simplifikasi. Melarang para simpatisan komunis berkarya yaitu tindakan keliru, tapi bukan berarti mereka sepenuhnya "bersih". Ada hal lebih kompleks lain, semisal fakta wacana Trumbo sebagai pendukung tirani Kim Il-Sung, dan lain-lain. Untungnya McNamara tidak hingga mengakibatkan Trumbo sosok sempurna, dimana dalam beberapa kesempatan, keserakahan dan behavior-nya dikala bekerja -mengurung diri dalam kamar mandi hingga menolak meluangkan waktu demi ulang tahun sang puteri- kerap memunculkan konflik internal keluarga.
Penampilan Bryan Cranston membantu terciptanya dimensi lebih pada sang titular character. Hampir selalu ditemani rokoknya, Cranston berlakon kolam penuh kepercayaan diri bahwa ia bisa memerankan Dalton Trumbo tanpa celah. Ketika datang dalam fase sulit kehidupannya pun, Cranston nampak begitu kacau (in a positive way). Sedangkan Helen Mirren sebagai Hedda Hopper tidak kesulitan menjadi "nenek sihir" kejam nan congkak bermodal kekuatan besar miliknya sebagai pengontrol industri.  

Jay Roach selaku sutradara bertutur dengan pace cepat sehingga alur berjalan dinamis, terhindar dari kesan membosankan akhir berlama-lama pada momen tertentu. Namun, disisi lain pace tersebut menciptakan "Trumbo" punya penyakit ala biopic kebanyakan, yakni lompatan berangasan antar tiap fase penceritaan. Roach bagai hanya memenuhi kewajiban untuk menyelipkan suatu insiden tanpa memberi jalinan kuat antara satu dan lainnya. Sisi dramatik pun turut terkena dampak, ambil pola tatkala Trumbo dan keluarga menyaksikan kemenangan "Roman Holiday" dan "The Brave One" di ajang Oscar. Momentum (seharusnya) uplifting itu berakhir sambil lalu, datar, tanpa memberi cengkeraman berarti pada penonton. "Trumbo" memang menyenangkan, tapi minim gejolak emosi, penuh simplifikasi, juga tanpa selebrasi untuk dunia penulisan naskah yang memegang peranan penting pada alur.

Belum ada Komentar untuk "Trumbo (2015)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel