Mata Batin 2 (2019)
“Don’t change a winning formula”. Rocky Soraya menuruti petuah tersebut. Sebab buat apa berubah, jika sebuah formula bisa membawanya meraih rekor MURI sebagai sutradara pertama yang empat kali beruntun menghasilkan film jutaan penonton? Alhasil, kecuali Suzzanna: Bernapas dalam Kubur (2018), semenjak The Doll (2016) Rocky selalu menerapkan templat sama. Dia hanya perlu mengganti nama karakter. Sisanya, dari konflik, twist, sampai resolusi, nyaris tanpa perbedaan.
Begitu pula di Mata Batin 2. Hidup Alia (Jessica Mila) boleh mengalami perubahan drastis pasca ajal adiknya, Abel (Bianca Hello), di tangan makhluk halus. Tapi bencana seterusnya masih berkutat soal teror hantu terhadap sepasang suami-istri, yang nantinya diketahui menyimpan rahasia. Rahasia yang oleh duet penulis naskah langganan Rocky, Riheam Junianti dan Fajar Umbara, dijadikan materi baku twist khas opera sabun.
Pasangan itu yakni Laksmi (Sophia Latjuba) dan Fadli (Jeremy Thomas), pemilik panti asuhan megah kolam kastil negeri dongeng, yang jadi daerah Alia menjalani kerja sosial dalam rangka melangkah menuju hidup baru. Tapi bukan itu saja tujuan protagonis kita. Lewat penerawangan yang didapat, Alia yakin panti asuhan tersebut memegang kunci tanggapan misteri ajal Abel.
Di sana pula Alia bertemu Nadia (Nabilah Ayu), gadis dengan mata batin yang juga terbuka sepertinya. Berdua, mereka menilik teror sesosok hantu bocah yang mengirim pesan melalui suara-suara di dinding. Suara itu lirih, berbanding terbalik dengan gebrakan-gebrakan pengaruh bunyi berisik yang gemar menusuk indera pendengaran penonton tiap beberapa menit sekali. Sekecil apa pun kejanggalan terjadi, Mata Batin 2 selalu menaikkan volume ke titik maksimum.
Tata bunyi garapan Khikmawan Santosa cuma mempedulikan volume, sampai lalai mengatur supaya dialognya gampang didengar. Berkali-kali saya kesulitan mencerna kaliamt apa yang meluncur dari verbal jajaran pemainnya. Sementara soal dampaknya terhadap teror, beberapa momen dengan potensi kengerian cukup tinggi berujung kehilangan daya akhir distraksi pengaruh bunyi meledak-ledak filmnya.
Mata Batin 2 merupakan titik nadir seorang Rocky Soraya. Sebelum ini, walau menerapkan referensi mirip, Rocky kentara masih mencurahkan segenap daya upaya. Kali ini, ketimbang presentasi kekhasan, Rocky bagai menciptakan parodi bagi cirinya sendiri. “Film saya harus mengandung adegan beling pecah, gerakan kamera cepat, lalu ditutup banjir darah”, mungkin begitu ia pikir. Mata Batin 2 begitu malas, berlawanan dengan karya-karya Rocky sebelunya, tak satu pun jump scare berhasil, apalagi menempel di ingatan begitu durasi berakhir.
Metode menumpahkan darahnya pun serupa, di mana salah satu abjad dirasuki arwah pembawa dendam guna membunuh orang lain atau melukai diri sendiri. Caranya? Tentu saja menggunakan bacokan pisau menyerupai biasa. Beruntung, momen gore penutupnya lebih inovatif. Kuantitas banjir darahnya menurun, namun dampaknya lebih besar berkat keberanian Rocky mengeskalasi tingkat sadisme.
Sialnya, keberhasilan parade kekerasan film ini diganggu upaya memantik emosi lewat dramatisasi menggelikan dilengkapi ceramah wacana “larangan membalas kejahatan dengan kejahatan”, yang idealnya hanya sanggup ditemui dalam sinetron religi bertema alam baka. Bahkan penampilan solid Sophia Latjuba maupun Jessica Mila yang makin bisa diandalkan sebagai scream queen tak kuasa menolong konklusinya. Saya berharap Rocky mulai perlahan mencoba gaya baru. Tapi dengan perolehan lebih dari 53 ribu penonton di hari pertama, tipis kemungkinan impian tersebut jadi kenyataan.
Belum ada Komentar untuk "Mata Batin 2 (2019)"
Posting Komentar