Need For Speed (2014)
Jika bicara wacana franchise balapan apa yang menguasai dunia perfilman tentu saja nama Fast & Furious menjadi jawabannya. Laju Dominic Toretto dan kawan-kawan memang sudah sulit untuk dibendung. Karena itulah butuh franchise lain yang tidak kalah besar untuk menantang kedigdayaan Fast & Furious dan Need for Speed bisa jadi penantang yang sepada. Franchise game balap kendaraan beroda empat milik Electronic Arts (EA) ini memang sudah menguasai dunia game balap sejak dirilis pertama kali 20 tahun yang lalu. Dengan gameplay yang seru dan tidak terlalu rumit namun tetap sanggup memperlihatkan keseruan luar biasa, Need for Speed sanggup mengalahkan saingan-saingan mereka termasuk Gran Turismo yang terlalu banyak terfokus pada perjuangan menjadi realistis. Persaingan kedua game tersebut mungkin agak ibarat PES melawan Fifa dalam game sepakbola. Tapi walaupun punya nama besar di dunia game, hal itu tidak pribadi menjadi jaminan film Need for Speed bakal meraih kesuksesan pula. Apalagi selama ini kita tahu bagaimana nasib film-film pembiasaan game yang lebih sering gagal total secara pendapatan dan menyedihkan secara kualitas. Karenanya diperlukan perjuangan lebih jikalau ingin meraih kesuksesan, apalagi untuk menyaingi Fast & Furious. Disutradarai oleh Scott Waugh yang dua tahun kemudian menciptakan film jelek berjudul Act of Valor, film ini akan menerima suntikan beberapa nama besar yang dipimpin oleh Aaron Paul, pemain film yang angkat nama lewat serial televisi Breaking Bad.
Cerita dalam Need for Speed sederhana saja, yaitu wacana Tobey Marshall (Aaron Paul) yang merupakan seorang mekanik handal sekaligus pembalap liar yang dulu sempat digadang-gadang sebagai pembalap berbakat di masa depan. Namun alasannya yaitu "kalah bersinar" dibanding Dino Bewster (Dominic Cooper), Tobey sekarang hanya menjadi seorang mekanik di bengkel warisan ayahnya yang terancam gulung tikar bersama teman-temannya sambil sesekali mengikuti balapan liar untuk mengumpulkan uang. Suatu hari terjadilah balapan yang berakhir dengan bencana dan menciptakan Tobey difitnah hingga membuatnya harus mendekam dalam penjara selama 2 tahun. Setelah ia bebas bersyarat, Tobey kembali menantang Dino dalam balapan prestisius yang dibentuk oleh Monarch (Michael Keaton). Dengan dibantu oleh teman-temannya termasuk Julia (Imogen Poots) seorang car dealer dari Inggris, Tobey kembali melawan Dino dalam sebuah balapan yang tidak hanya memperebutkan hadiah berjumlah besar namun juga melibatkan balas dendam personal. Ceritanya terang begitu sederhana dan kita sudah sanggup menebak apa saja yang terjadi bahkan hingga ending filmnya sekalipun. Tapi toh Need for Speed memang bukanlah fim yang lebih menitik beratkan pada ceritanya melainkan pada adegan agresi berupa balapan liar yang memacu adrenaline, dan untuk itu film ini cukup berhasil melakukannya khususnya berkat keberhasilannya dalam menampilkan segala hal yang menjadi keunggulan dari gamenya
Film ini memang punya semua hal yang jadi ciri khas sekaligus andalan game Need for Speed. Ada mobil-mobil glamor berkecepatan tinggi dengan aneka macam macam variasi, balapan liar menegangkan yang berlangsung di sirkuit jalan raya kota yang padat maupun pegunungan curam, hingga tentunya kejar-kejaran seru dengan pihak kepolisian. Scott Waugh tahu benar bagaimana merangkum semua itu menjadi sajian seru yang berjalan cepat. Dengan editing yang berpindah dengan cepat secepat laju-laju mobilnya, Need for Speed berhasi menyajikan sebuah tontonan berisi balapan-balapan menegangkan yang sukses menghibur saya. Contoh dari keberhasilan Scott Waugh yaitu sebuah kejar-kejaran dengan polisi di tengah kota yang sanggup dihukum dengan begitu baik dan terasa menegangkan termasuk sebuah adegan ketika kendaraan beroda empat Ford Mustang milik Tobey melaksanakan pengisian bensi dalam kondisi kendaraan beroda empat melaju kencang. Atau tengok juga momen disaat Julia menghadapi beberapa truk yang berusaha menangkap dirinya dan Tobey di sebuah pegunungan curam di Utah. Kedua adegan tersebut yaitu pola bagaimana Scott Waugh sanggup mengeksekusi adegan agresi yang menghibur dalam film ini. Saya juga suka bagaimana film ini menghindari pemakaian CGI yang berlebih dan hal itulah yang bagi saya menjadi kelebihan Need for Speed dibandingkan Fast & Furious sekalipun. Penggunaan CGI yang minim menciptakan adegan balapan ekstrimnya semakin terasa menegangkan sekaligus keren.
Tapi diluar adegan kebut-kebutannya, film ini tidak terlalu berhasil memberian daya tarik yang cukup bagi saya. Dengan dongeng yang predictable dan kurang menarik, film ini menjadi balasan kenapa franchise Fast & Furious memperlebar jangkauannya dari sekedar film wacana balapan menjadi sebuah heist movie. Semua dilakukan demi pengembangan dongeng serta huruf yang lebih menarik. Dengan dongeng yang menarik maka hal tersebut menjadi set-up yang baik bagi klimaksnya. Dalam Need for Speed, kisah yang lemah dan gampang ditebak menciptakan klimaksnya juga jadi terasa begitu predictable dan biasa saja, bahkan kalah jauh dibandingkan dua adegan yang sudah saya sebutkan diatas. Dalam usahanya untuk menandingi Fast & Furious, film ini terang masih harus banyak berbenah baik dalam hal dongeng maupun skala adegan aksinya. Memang adegan agresi dalam film ini sudah cukup menghibur dan menegangkan, tapi para pebuatnya harus berani untuk melipat gandakan skala dan kegilaannya guna sanggup menyaingi atau setidaknya bertahan melawan saingannya tersebut yang hingga ketika ini terus memperluas skala dongeng dan kegilaan adegan aksinya yang bombastis. Mungkin filmnya setia dengan aneka macam ciri khas yang ada dalam game, tapi semua ciri khas itu harus diakui jadi tidak terasa Istimewa jikalau diangkat ke layar lebar kecuali jikalau anda memang fans berat dari game Need for Speed.
Kemudian jikalau bicara wacana aneka macam macam huruf yang muncul, Need for Speed juga tidaklah buruk. Masing-masing karakternya punya waktu untuk "bersinar" meski tidak terlalu punya karakterisasi yang mendalam, setidaknya pembagian porsi antar tokoh masihlah sanggup dikatakan berimbang. Interaksi antar tokohnya cukup menyenangkan disimak dan menjadi sumber utama untuk menyelipkan komedi dalam film ini. Rami Malek yang rela melaksanakan sebuah adegan "sinting" semakin menapaki jalannya sebagai pemain film yang sukses tampil dalam fim-film besar sejak Breaking Dawn Part 2. Dominic Cooper sendiri tidak mengecewakan sebagai seorang penjahat licik yang juga kejam. Imogen Poots juga berhasil mencuri perhatian sebagai seorang huruf perempuan yang ceria, banyak cincong dan begitu menyenangkan untuk ditonton. Namun sosoknya sebagai Julia tidak hanya sebagai eye candy karena ia juga menerima kesempatan untuk beraksi di balik kemudi. Sosok Imogen Poots sebagai Julia yaitu huruf sekaligus akting terbaik dalam film ini. Aaron Paul yang menanggung kiprah berat sebagai huruf utama juga tidaklah buruk. Kualitas aktingnya tidak mengecewakan dan cukup ekspresif jikalau dibandingkan pemain film lain yang bermain dalam film-film ibarat ini. Hanya saja yang masih kurang dari sosoknya yaitu kharisma sebagai seorang pembalap liar yang keren. Tentu saja jikalau dibandingkan Vin Diesel atau Paul Walker dalam Fast & Furious ia masih jauh meski punya kapasitas akting diatas kedua nama tersebut.
Need for Speed jelas sebuah hiburan brainless layaknya film-film b-movie. Namun untuk menyaingi franchise Fast & Furious jelas butuh sesuatu yang lebih dari sekedar film kelas b yang menyenangkan. Need for Speed jelas sudah punya bekal yang cukup, termasuk penggunaan CGI yang dibentuk seminim mungkin dan jikalau lebih dimaksimalkan lagi akan menjadi sebuah ciri khas yang sulit ditandingi oleh film lainnya. Namun untuk ketika ini, Need for Speed tidak lebih dari sekedar hiburan cepat yang menghibur.
Belum ada Komentar untuk "Need For Speed (2014)"
Posting Komentar