Hahaha (2010)
Sebuah judul yang aneh untuk film perihal kebetulan yang jauh lebih aneh lagi. Hong Sang-soo masih dengan gaya bertuturnya yang penuh kesederhanaan itu membawa ktia pada sebuah obrolan santai antara dua sahabat, sutradara Jo Moon-kyung (Kim Sang-kyung) dan kritikus film Bang Joong-sik (Yoo Jun-sang). Uniknya, kita tidak pernah dihadapkan secara pribadi pada obrolan keduanya. Penonton hanya sesekali diajak mendengar bunyi mereka ditambah potongan-potongan gambar hitam putih yang memperlihatkan keduanya sedang minum-minum. Hahaha justru akan mempertontonkan visualisasi dongeng mereka, perihal pengalaman masing-masing ketika sedang singgah di kota kecil berjulukan Tongyeong. Sekilas tidak ada yang aneh dari obrolan dua sahabat perihal pengalaman mereka di kota yang sama. Film ini akan membawa penonton pada obrolan macam ini: "loh, kau ke kawasan itu? Aku juga lho" atau "Sama, saya juga kemarin ngalamin itu". Singkat kata yakni kebetulan, hanya saja pada tingkat yang lebih jauh.
Saya menyebut "tingkat yang lebih jauh" sebab pada kenyataannya, Jo Moon-kyung dan Bang Joong-sik ada di Tongyeong pada waktu yang bersamaan. Tidak hanya itu, mereka juga berkenalan dan berinteraksi dengan orang yang sama serta mengunjungi kawasan yang sama. Bahkan banyak sekali bagian kisah yang mereka alami pun kebanyakan menyerupai satu sama lain. Semua itu terjadi dan mereka ceritakan tanpa ada yang mengetahui kebetulan aneh tersebut. Banyaknya kebetulan dan ketidak tahuan masing-masing dari mereka akan hal itu bagaikan pisau bermata dua bagi film ini. Satu sisi, hal itu begitu menarik. Saya begitu terhibur oleh banyak sekali kemiripan insiden serta kebetulan yang dialami keduanya. Hong Sang-soo pun bisa menciptakan tiap kesamaan kisah literally sama. Tidak selalu kita mendapati ketika salah satu bercerita perihal berpacaran di bawah hujan, sang mitra bakal bercerita pengalaman yang sama. Persamaan tidak selalu muncul pada situasi secara menyeluruh tapi bisa respon yang hadir, esensi kejadian, bahkan hingga aspek terkecil menyerupai sama-sama memanjat pagar.
Hal itu menawarkan keunikan, tapi disisi lain menjadi suatu kelemahan yang cukup mengganggu pula. Kebetulan masuk akal terjadi, dan masuk akal pula kalau hadir ketidak tahuan diantara mereka. Tapi akan terasa sebagai plot hole logika ketika keduanya yakni sobat dekat dan sedang melakuakn obrolan yang mereka sadari terdapat kemiripan tapi hingga simpulan keduanya tidak tahu menahu atau setidaknya menanyakan perihal orang-orang yang terlibat interaksi dengan mereka. Bahkan kalau kita asumsikan bahwa Moon-kyung dan Joong-sik bukan sobat dekat sekalipun, masih ada ketidak logisan yang mengganjal. Bayangkan kau ada di sebuah kota yang amat kecil. Ibumu yakni pemilik suatu kawasan makan, sebut saja sop buntut. Kemudian temanmu berkata beliau gres saja ke kota kecil itu dan makan sop buntut di sebuah warung milik seorang ibu-ibu. Tidakkah kau niscaya akan menyatakan ibumu juga pemilik warung sop buntut? Tidakkah sesudah itu akan muncul pertanyaan "oh ya? memang dimana warung sop ibumu?", dan begitu pertanyaan itu terjawab, terbuka jugalah banyak sekali persamaan yang terjadi di sekitar keduanya.
Memang hal itu cukup mengganggu, tapi Hong Sang-soo tetaplah Hong Sang-soo yang begitu andal mengemas kesederhanaan menjadi drama memikat dan bermakna mendalam. Hong sama menyerupai kompatriotnya sesama sutradara art-house asal Korea Selatan, Kim Ki-duk. Keduanya punya ciri khas berpengaruh baik dalam gaya dan tema. Tidak perlu hal outstanding, cukup berikan apa yang diharapakan penonton ada dalam film mereka, maka orang yang telah bersahabat dengan gaya para sutradara itu akan terpuaskan. Hahaha pun sama saja. Saya suka obrolan ala Hong yang seringkali begitu filosofis tapi dikemas dengan bahasa sederhana serta suasana bertutur yang santai, membuatnya tidak berlebihan, tidak menggurui, dan gampang dicerna. Saya suka ketika warna-warni emosi mulai dari amarah penuh teriakan hingga kesedihan berbalut isak tangis "menyedihkan" selalu hadir tiba-tiba. Hampir tidak ada gradasi emosi. Hong selalu "seenaknya" merubah ketenangan menjadi keributan, merubah tawa menjadi tangis. Tidak pernah terasa dipaksakan, sebab selalu ada soju (minuan keras khas Korea) dalam tiap obrolan dalam film Hong Sang-soo.
Kehadiran soju menjadi penting, sebab menciptakan perubahan emosi yang begitu mendadak itu selalu bisa diterima nalar. Selain itu, mabuknya karakter-karakter dalam film Hong termasuk disini juga bermaksud untuk memperlihatkan kerapuhan manusia, bagaimana begitu banyak kesedihan yang mereka pendam, dan ketika alkohol mengambil alih, itulah waktunya untuk katarsis. Peluapan segala perasaan, peluapan semua yang terpendam. Saat itu terjadi, karakternya selalu terasa ringkih dan menyedihkan. Disini, lagi-lagi Hong menyoroti hasrat besar laki-laki pada perempuan cantik. Pada ketika itu kita akan melihat aksara laki-laki dalam film Hong (termasuk Hahaha) yakni "hewan buas" sedangkan perempuan hanyalah objek/korban. Laki-laki nampak berpengaruh dengan bermodal rayuan, perempuan terasa lemah sebab gampang terbuai. Hingga kemudian semuanya dibalik. Sang perempuan nyatanya begitu berpengaruh dan akan duduk dengan kokohnya ketika terjadi pertengkaran, sedangkan si laki-laki justru menagis terisak, bahkan tidak jarang hingga bersimpuh. Hong Sang-soo bagaikan berkata bahwa laki-laki hanya berpengaruh di fisik dan buas diluar, di dalam mereka justru ringkih dan lebih lemah daripada wanita.
Kenapa film ini diberi judul Hahaha layaknya tawa? Pertama terang sebab banyak obrolan santai disini, dan obrolan macam itu identik dengan gelak tawa. Tapi disisi lain, film ini juga menjadi film Hong paling lucu ,paling kental nuansa komedinya. Lagi-lagi komedinya tidak jauh dari menertawakan laki-laki. Kim Sang-kyung sebagai Moon-kyung selalu berhasil menciptakan saya tertawa dengan gaya sok kuatnya, yang ternyata hanya topeng dari begitu cengeng dan "tololnya" laki-laki satu ini. Lihat ekspresinya ketika bertemu Jenderal Lee Soon-sin dalam mimpi (salah satu adegan terabsurd dari Hong), ketika dimarahi sang ibu, atau ketika terpaksa tabrak demi gengsi. Sebagai laki-laki, saya pun selalu tertawa melihat betapa busuknya rayuan gombal yang dilontarkan karakternya. Sebuah omong kosong besar yang menggelikan, dimana saya pun (hampir semua laki-laki saya yakin) pernah melakukannya. Fakta itu menciptakan film ini makin terasa lucu.
Saya juga menyukai bagaimana Hahaha bertutur perihal cinta. Begitu banyak perselingkuhan disini tapi Hong tidak pernah menekankan kekerabatan itu sebagai suatu cinta terlarang, meski tetap ada momen perdebatan perihal hal tersebut. Bukan berarti film ini pro terhadap perselingkuhan, tapi esensinya terletak pada cinta. Hal yang benar yakni kembali pada orang yang kita cintai. Bukan bermaksud menodai suatu ikatan hubungan, tapi bukankah alangkah lebih baiknya seseorang hidup senang besama seseorang yang mereka cintai? Film ini pun mempunyai salah satu adegan paling romantis yang pernah dibentuk Hong, yakni ketika Joong-sik begitu mengkhawatrikan kekasihnya yang menghilang sebelum mengetahui bahwa beliau hanya mengobrol dengan seorang penjual kain. Ekspresi lega yang diperlihatkan Joong-sik ketika itu entah mengapa terasa romantis. Pada kesannya selain sebab filmnya yang bagus dan punya sentuhan komedi, saya cukup yakin bisa terpuaskan oleh film ini sebab sudah usang tidak menonton film sang sutradara. Fakta bahwa hampir semua film Hong terasa menyerupai baik dari konten dan gaya memang membuatnya tidak akan memuaskan kalau ditonton dalam jangka waktu berdekatan.
Belum ada Komentar untuk "Hahaha (2010)"
Posting Komentar