Talak 3 (2016)

Jika bukan alasannya talenta-talenta di dalamnya, jujur "Talak 3" tampak kurang menjanjikan jawaban trailer berisi lelucon-lelucon "receh" acak. Kesannya, film ini hanya akan tersusun atas humor demi humor tanpa mempedulikan bobot penceritaan. Tapi keberadaan duet Hanung Bramantyo dan Ismael Basbeth pada dingklik penyutradaraan mencuatkan daya tarik. Saya menyukai Hanung ketika memasuki "mode santai", dimana ia bisa memberi hiburan menyenangkan sembari menyentil beberapa gosip kehidupan. Penasaran pula bagaimana akibatnya bila Ismail Basbeth yang selama ini identik dengan "film festival" mengemas tontonan ringan menyerupai ini. Ditambah lagi Vino G. Bastian, Laudya Cynthia Bella dan Reza Rahadian dalam jajaran cast meyakinkan aku bahwa film ini tidak semurah trailer-nya.

Bagas (Vino G. Bastian) dan Risa (Laudya Cynthia Bella) yaitu sepasang suami istri yang sering terlibat pertengkaran hebat, hingga keputusan bercerai pun diambil. Namun sebuah proyek bernilai milyaran rupiah mengharuskan keduanya kembali bersama. Bisa ditebak, kebersamaan itu mengembalikan benih cinta di antara mereka. Bagus dan Risa pun tetapkan untuk rujuk. Masalahnya, karena tak bisa menahan emosi, Bagas menjatuhkan talak 3 pada sang istri. Berdasarkan hukum Islam, hal itu berarti mereka dihentikan rujuk sebelum melalui Muhalil (pria lain menikahi pihak istri sebelum kemudian bercerai). Guna mengakali peraturan tersebut, dimulailah pencarian calon suami untuk Risa. Pilihan berujung pada Bimo (Reza Rahadian), teman Risa sedari kecil sekaligus rekan kerja yang telah usang setia mendampingi Bagas. 
"Talak 3" bagai dibagi menjadi dua babak. Babak pertama didominasi komedi, sedangkan paruh kedua berfokus pada drama-romansa serius. Pilihan ini tepat, alasannya Hanung dan Ismail tak perlu direpotkan oleh permasalahan inkonsistensi tone akibat humor serta drama tiba silih berganti. Selain itu, menyuguhkan kesenangan sebelum menampar lewat konflik dramatis terbukti jadi ramuan efektif agar dampak emosional konfliknya bisa lebih dirasakan oleh penonton. Bayangkan sesudah melalui momen penuh kebahagiaan mendadak anda diberikan problema pelik nan dilematis, niscaya terasa jauh lebih menyakitkan dibanding apabila telah terbiasa oleh banyak duduk kasus sedari awal. Poin minusnya, dua fase "Talak 3" bagai dua film berbeda ketika absurditas komedi bersanding dengan drama realis.

Komedinya memang luar biasa absurd. Ini bukan satir menggelitik layaknya "Hijab", ini parade kekonyolan dari huruf bertingkah polah absurd tak jarang bodoh, mengingatkan  pada karya Hanung lainnya, yaitu "Jomblo". Tidak mengejutkan mengingat nama-nama menyerupai Cak Lontong dan Dodit Mulyanto hadir di sini. Sejatinya tipikal komedi begitu bukan selera saya, dimana tidak terlalu sering aku tertawa lepas. Sebagai dampak lain "membagi" film ke dalam dua babak, paruh pertama "Talak 3" terlalu memaksakan diri mengakibatkan setiap momen sebagai komedi tanpa mempedulikan timing, tanpa jeda, tanpa ruang bagi aku bernafas sejenak. Namun pace cepat, totalitas pemain ketika melakoni adegan komedik, serta tingginya semangat bersenang-senang dalam bertutur, bisa menjaga stabilitas film. Berbagai keunikan tokohnya (penulisan karakternya kreatif!) mengakibatkan kemunculan mereka memorable
Justru pesona "Talak 3" hadir tatkala konflik serius mulai mengambil sentral cerita. Terbukti seusai diberondong kekonyolan, dampak emosional drama lebih gampang merasuk. Tercatat beberapa kali filmnya berhasil menciptakan aku tersenyum sekaligus terenyuh oleh sisi bittersweet romansa. Trio Vino, Bella dan Reza memegang kunci atas keberhasilan tersebut. Vino dan Bella tak hanya total ber-komedi lewat antusiasme akting tinggi, tapi kala dituntut melakoni porsi drama, keduanya menjalin chemistry kuat. Dalam adegan pertengkaran, teriakan Vino, juga tangisan Bella memperlihatkan nyawa. Namun sungguh Reza Rahadian-lah suguhan akting terbaik di sini. Setelah karakternya lebih banyak pasif di paruh pertama, paruh kedua jadi lahan baginya memamerkan ledakan emosi yang sanggup menciptakan aku tercekat. Adegan favorit yaitu disaat pertikaian Bimo, Bagas dan Risa mencapai puncaknya. Saat itu aku terdiam, ikut mencicipi hancurnya perasaan mereka bertiga.

Warna seorang Hanung Bramantyo tentu lebih berpengaruh dari Ismail Basbeth, dan itu bukan hal buruk, alasannya Hanung tahu formula sempurna untuk menyajikan hiburan yang sanggup diterima semua orang. Tapi bukan berarti kehadiran Ismail tak terasa. Beberapa isi frame adegan, menyerupai penggunaan cermin atau landscape alam menyuguhkan keindahan puitis ala-arthouse cinema, yang menyerupai kita tahu kerap menghiasi karya-karyanya. Secara keseluruhan, film ini memang murni hiburan, dimana beberapa kritik semisal wacana korupsi serta penyelewengan hukum tidak hingga menohok. Berkaca dari situ, "Talak 3" sudah berhasil mencapai tujuan sebagai hiburan menyenangkan bermodalkan gempuran komedi sekaligus drama romantika emosional berkat jajaran cast memikat. Salam cinta!

Belum ada Komentar untuk "Talak 3 (2016)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel