Jogja-Netpac Asian Film Pameran - Moammar Emka's Jakarta Undercover (2016)
Pada awal penerbitannya tahun 2003, "Jakarta Undercover" karya Moammar Emka memancing kontroversi, bahkan masih berdampak hingga beberapa waktu setelahnya. Saya ingat kala duduk di kursi kelas satu Sekolah Menengah Pertama (2004) menyebut judul bukunya saja sudah dianggap tabu, tapi di ketika bersamaan semua anak belakang layar mencari. Mungkin situasinya serupa fenomena "Bandung Lautan Asmara" dahulu. Namun selang 13 tahun kemudian, tatkala informasi perihal keliaran dunia seks "bawah tanah" begitu praktis diakses, tentu "Jakarta Undercover" tak lagi memberi dampak kejut yang sama, sehingga keputusan Fajar Nugros tidak berfokus pada seks selain demi menghindari gunting LSF sejatinya sudah tepat.
Selain topeng-topeng kepalsuan warga ibukota, melalui naskah tulisannya bersama Piu Syarif, Fajar turut menyelipkan curahan personal mengenai anak tempat yang merantau ke Jakarta demi mengejar mimpi (Fajar berasal dari Jogja) dalam diri tokoh utamanya, Pras (Oka Antara). Pras berasal dari Jombang, pergi ke Jakarta dengan cita-cita menjadi jurnalis di bawah bimbingan Djarwo (Lukman Sardi), pimpinan redaksi suatu majalah. Perkenalannya dengan penari striptease bernama Awink (diperankan Ganindra Bimo yang tak hanya sukses berkomedi, turut pula memberi hati) membawa Pras memasuki dunia gelap Jakarta yang berisi banyak sekali party, prostitusi sistematis, sashimi girl dan lain sebagainya, memancingnya belakang layar menulis artikel perihal semua itu.
Walau beberapa kali memperlihatkan sisi norak seputar kebutaannya atas gaya hidup bebas, sedari awal kita telah melihat Pras lupa menelepon sang ibu, meninggalkan solat dan kecanduan bir, bukan sepenuhnya bocah kampung polos, sehingga proses realisasinya terhadap kenyataan tidak berdampak kuat. Naskahnya kurang besar lengan berkuasa soal penggalian abjad termasuk interaksi antara mereka. Akibat harus membagi fokus penceritaan dengan banyak subplot, pertemanan Pras dan Yoga (Baim Wong) sang raja pesta hingga romansanya dengan Laura (Tiara Eve) model merangkap pelacur milik Mama San (Agus Kuncoro) berakhir hambar, meniadakan dampak emosional kala kekacauan memuncak di penghujung durasi.
Paparan pemeriksaan jurnalistik pun lemah, di mana penyelidikan rahasia Pras nyaris tanpa perbedaan dibanding jikalau protagonisnya sebatas orang biasa yang terjerumus ke dunia gelap. Filmnya lebih menekankan pada "petualangan" Pras ketimbang usahanya mengolah pengalaman tersebut menjadi suatu berita. Secara keseluruhan, penceritaan milik "Moammar Emka's Jakarta Undercover" kurang mendalam, tapi Fajar sendiri tampak sengaja memposisikan filmnya bukan sebagai observasi kompleks melainkan hiburan ringan. Dunia yang disoroti memang kelam, tapi filmnya menolak tampil depresif, di mana komedi senantiasa mengiringi. Bahkan hampir setiap Pras dan Laura bertemu di minimarket, sesosok orang absurd setia "menemani" keduanya sembari konsisten memancing tawa penonton.
Meski tak hingga eksploitatif, Fajar nyatanya tidak ragu menampilkan momen vulgar menyerupai alat kelamin perempuan maupun seks tanpa busana (Nikita Mirzani and Vicky Burky scene that looks like the parody of "The Raid: Berandal" is the wildest). Dibantu sinematografi gemerlap penuh warna garapan Padri Nadeak, Fajar sukses memvisualisasikan dunia malam underground penuh euforia nan menyilaukan mata, memperlihatkan penonton sensasi, pula kekaguman serupa yang dialami oleh Pras. Kita kolam dibawa memasuki dunia lain, dibentuk ingin memejamkan mata, menari, terhanyut oleh dentuman musik seraya melupakan realita.
Sayang, memasuki babak simpulan penceritaannya keteteran. Di samping ketiadaan dampak emosional, pilihan konklusinya bermain aman, memaksa menjalin kebahagiaan. Resolusi seputar kekerabatan Pras dan Laura pun dipaparkan terlampau panjang, diisi banyak obrolan repetitif. Namun setidaknya pilihan menaruh cita-cita sekaligus teriakan "Kangeeen!" Oka Antara yang memancing gemuruh tawa penonton (entah disengaja atau tidak) sejalan dengan apa yang dibangun sepanjang "Moammar Emka's Jakarta Undercover" bergulir: dumb yet fun and playful entertainment. Apabila anda tidak bisa (atau ingin) menyebabkan seks selaku materi observasi mendalam, menjadikannya hiburan ringan merupakan keputusan tepat.
Belum ada Komentar untuk "Jogja-Netpac Asian Film Pameran - Moammar Emka's Jakarta Undercover (2016)"
Posting Komentar