Catatan Dodol Calon Dokter (2016)
Pasca "Pesantren Impian" yang (surprisingly) buruk, sutradara Ifa Isfansyah merilis film keduanya tahun ini, satu lagi pembiasaan novel. Kali ini giliran "Cado Cado" karya Ferdiriva "Riva" Hamzah yang diangkat. Alurnya berkisah ihwal suka sedih Ferdiriva (Adipati Dolken) sebagai ko-ass bersama teman-temannya, di mana mereka mempunyai ciri unik (baca: konyol) masing-masing: Budi (Ali Mensan) si tukang makan, Kresno (Rizky Mocil) yang terobsesi hal mistis, Hani (Albert Halim) dengan Bahasa Inggris kacaunya, Kalay (Amec Aris) sang perayu, Uba (Cindy Valery) si kedaluwarsa ketiak, Cilmil (Rizka Dwi Septiana) yang taat agama, dan terakhir Evi (Tika Bravani) si rajin sekaligus sahabat terdekat Riva.
Melihat judul serta deskripsi aksara di atas, tidak keliru bila penonton berharap disuguhi kejenakaan berdosis tinggi hasil kekonyolan imaji sang penulis jawaban problematika di lingkungan kerja semacam "My Stupid Boss". Adegan pembuka berisi perkenalan satu per satu karakternya memenuhi ekspektasi tersebut. Kemudian seiring bergulirnya durasi plus kemunculan tokoh Vena (Aurellie Moeremans), takaran humor semakin dikurangi, lebih didominasi cinta segitiga Evi-Riva-Vena sambil sesekali mempertanyakan makna profesi dokter yang acapkali bersinggungan dengan hidup-mati pasien. "Catatan Dodol Calon Dokter" bagai enggan disebut "dodol".
Daripada menyiratkan pesan subtil di balik bermacam-macam situasi menggelitik, naskah garapan Ardiansyah Solaiman dan Chadijah Siregar menentukan menegaskan batas antara momen drama dengan komedi. Sewaktu komedi menyeruak masuk hanya ada kekonyolan, sebaliknya ketika sentuhan drama mengambil sentral, situasi berubah serius total cenderung kelam. Akhirnya balutan komedi lebih terasa sebagai selipan hiburan ketimbang aspek signifikan guna memparodikan kehidupan para ko-ass. Untungnya perpindahan tone terjalin rapi, di mana Ifa pun cermat dalam bertutur, sehingga pergerakan alur amat nyaman dinikmati meski harus rutin berganti warna (drama dan komedi).
Mengorbankan kejenakaan memang patut disayangkan, namun tidak pula sia-sia, alasannya jalinan dramanya bisa menghadirkan konflik yang solid nan relatable. Di balik setting dunia kedokteran, sejatinya dongeng film ini universal, sebutlah kegamangan akan jurusan kuliah, perselisihan kecil dengan keluarga soal pilihan masa depan, bahkan romansanya terasa akrab sekaligus believable. Poinnya terletak pada karakterisasi kokoh (Evi ambisius, Riva penuh keraguan, Vena manja dan manipulatif). Kenapa kekerabatan Evi dan Riva merenggang hingga alasan Riva terpikat oleh Vena, semua punya motivasi berpengaruh yang dilatari oleh karakterisasi juga situasi mereka masing-masing.
Tika Bravani jadi penampil paling memikat berkat kemampuannya menjadi seorang gadis yang sesekali manja (in a lovable way) tapi juga ambisius, keras dan berharga diri tinggi. Akting dramatiknya begitu kuat, verbal Evi ketika sekuat tenaga menahan tangis mendengar tuduhan menyakitkan dari Riva turut meremukkan perasaan saya. Albert Halim konsisten memancing tawa berkat Bahasa Inggirs belepotan yang selalu ia lontarkan penuh kehebohan, dan Rizky Mocil sukses naik kelas sesudah sebelum ini kerap dikenal sebagai sosok annoying dalam judul-judul macam "Menculik Miyabi" dan "Dendam Pocong Mupeng". Sayangnya Kalay, Cilmil dan Uba (khususnya Kalay) hadir kolam komplemen tak substansial.
"Catatan Dodol Calon Dokter" turut mempunyai production value kelas wahid, sehingga tiap gambar yang tersaji di layar lezat dilihat, tanpa sedikitpun tercipta kesan murahan, termasuk ketiadaan gambar buram meski pada adegan di mana kamera bergerak dinamis. Pada akhirnya "Catatan Dodol Calon Dokter" mungkin tidak mengandung kedodolan menyerupai harapan dan perkiraan banyak pihak, menyerupai lupa jikalau komedi pun sanggup dimanfaatkan guna menuturkan psan penting. Tapi kemampuannya mengolah paparan drama relatable membuat fakta tersebut sangat layak untuk dimaafkan.
Belum ada Komentar untuk "Catatan Dodol Calon Dokter (2016)"
Posting Komentar