Nightmare Side: Delusional (2019)
Hanya dalam 10 menit pertama—yang menampilkan dua sitasi, yaitu seorang laki-laki yang vespanya mogok dan dua penjaga malam sekolah—Nightmare Side: Delusional sudah empat kali melempar jump scare, dan semuanya dibarengi hentakan musik berisik yang menciptakan penonton seketika ingin mengunjungi dokter seorang mahir THT. Kemudian judul film terpampang di layar, dan hanya selang beberapa detik, jump scare berikutnya pribadi menyusul dengan gaya serupa. Saya pribadi tahu sedang berhadapan dengan film menyerupai apa.
Nightmare Side: Delusional merupakan film kedua yang dibentuk menurut jadwal horor milik radio Ardan, sehabis Nightmare Side enam tahun kemudian yang cuma beredar empat hari di dua bioskop Bandung dan Jakarta. Dari sebuah antologi, bentuk filmnya diubah jadi satu dongeng panjang berlatar SMA. Shelly (Gege Elisa) merupakan gadis berkemampuan indigo. Alhasil ia pun kerap tiba-tiba dikejutkan oleh penampakan makhluk menyeramkan. Hal itu mendatangkan masalah. Di rumah, sang ibu (Melissa Karim) tak percaya dan sering memarahi Shelly, sementara di sekolah ia dianggap absurd sehingga jadi korban perundungan.
Hanya sahabatnya yang diperankan Ajil Ditto (saya lupa nama karakternya, dan baik media umum maupun sinopsis resmi filmnya tak mencantumkan itu), yang memahami Shelly. Lalu datanglah Naya (Fay Nabila), seorang siswi gres yang rupanya mempunyai kemampuan serupa. Ada situasi unik dikala Shelly dan Naya pertama bertatap muka. Kalau biasanya si murid gres duduk membisu seorang diri di pojokan, kali ini sebaliknya. Naya lebih dulu menghampiri Shelly yang selalu menundukkan wajah sambil memainkan jam pasir. Bahkan sehabis mengetahui bahwa Shelly juga indigo, Naya berusaha keras mencarinya.
Lalu dari mana datangnya teror film ini? Ada beberapa. Penampakan yang dilihat Shelly atau Naya, visualisasi siaran jadwal Nightmare Side yang didengar karakternya, hingga gangguan hantu misterius yang selalu berbisik “Aku nggak salah, saya nggak aneh” terhadap trio tukang bully di sekolah. Biarpun tiba dari bermacam-macam sumber, kemasannya selalu sama. Sutradara Joel Fadly (My Stupid Boyfriend, Membabi-Buta) sepenuhnya bergantung pada dentuman musik dengan volume selangit. Mengagetkan? Ya. Beberapa kali. Tapi jangankan hantu, kartun My Little Pony saja niscaya menciptakan kaget bila diberi tata bunyi semacam itu.
Bergulir selama 100 menit, Nightmare Side: Delusional adalah apa yang sering saya sebut sebagai “kompilasi jump scare berisik”. Sewaktu otak dan hati tidak mendapat asupan cukup, indera pendengaran saya terus dijejali polusi suara. Pesan anti-bullying pun tenggelam, demikian pula paparan subtil terkait referensi didik yang hendak diselipkan trio penulis naskah Joel Fadly, Dewi Fita, dan Yovan Nainggolan. Shelly menderita sebab selalu dihakimi dan kurang mendapat perhatian ibunya. Sebaliknya, ibu Naya menerima, malah sempat terlibat dialog singkat dengan sang puteri mengenai hal tersebut.
Setidaknya, tata rias garapan Didin Syamsudin yang pernah terlibat dalam judul-judul mumpuni menyerupai Modus Anomali dan Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak masih bisa dinikmati. Beberapa terjebak pada referensi “hantu-muka-hitam-pekat-beroleskan-arang”, tapi ada pula beberapa yang mengatakan jejak-jejak kreativitas yang patut dihargai.
Menjelang babak akhir, alurnya melempar twist yang bermain-main dengan struktur timeline. Idenya menarik, pun harus diakui mengejutkan, namun hanya sebatas trik tanpa mempengaruhi aspek emosional atau memunculkan dampak lain. Tanpanya tidak ada yang berubah. Kemudian teror klimaksnya diselesaikan oleh penjaga kuburan yang mengingatkan pada sosok ustaz pengusir setan di horor lokal masa lampau. Apa perlunya mengakibatkan Naya seorang indigo jika ujungnya semua selesai lewat membaca doa? Apalagi drama seputar “usaha indigo beradaptasi di lingkungan sosial” tampil bagai hiasan kecil semata.
Menjelang selesai film, sewaktu saya sudah sangat lelah (ditambah rasa sakit di telinga), muncul Raisya Rahma Kamilah, aktris cilik bintang film adik Shelly. Dia bermonolog, menuangkan seluruh isi hati karakternya. Air matanya mengalir, tapi itu bukan tangisan sembarangan. Ada gradasi emosi yang natural. Awalnya ia sekuat tenaga menahan tangis, tapi sehabis kesedihan itu makin menyesakkan, air mata tak lagi terbendung. Hebat betul bocah ini. Cuma butuh screen time beberapa menit, aktingnya sudah berkali-kali lipat jauh lebih manis dari para dewasa lawan mainnya. Untuk bakat masa depan ini, saya bersedia menambahkan setengah bintang bagi Nightmare Side: Delusional.
Belum ada Komentar untuk "Nightmare Side: Delusional (2019)"
Posting Komentar