Justice League (2017)
Sejak adegan pembuka ketika beberapa bocah merekam wawancara mereka dengan Superman (Henry Cavill), Justice League kentara berpindah dari jalur yang dipasang Man of Steel kemudian dipatenkan Batman v Superman: Dawn of Justice. Si Manusia Baja tersenyum ramah bahkan mau bercanda ihwal lambang di dadanya yang menyerupai abjad "S". Momen singkat itu seketika memperbaiki citra Superman sebagai sosok pemanggul impian pujaan publik. Filmnya pun serupa, mengedepankan harapan, mencerahkan suasana melalui balutan humor, dan mengeliminasi alur rumit tak perlu. Justice League menggiring DCEU (atau apapun namanya) ke jalan yang benar.
Penulisan naskah Chris Terrio sejatinya masih bermasalah. Mengemban obligasi mengenalkan Flash (Ezra Miller), Aquaman (Jason Momoa) dan Cyborg (Ray Fisher), serta memaparkan perjuangan Batman (Ben Affleck) dan Wonder Woman (Gal Gadot) menyatukan mereka, menjadikan lompatan alur garang (juga kekurangan Batman v Superman) kembali menghantui. Sementara kurang mampunya Zack Snyder menggarap adegan non-aksi menghasilkan pace melelahkan, khususnya sebelum kelima pahlawan bersatu. Satu-satunya fase dramatis besar lengan berkuasa yakni reuni Clark dengan sang ibu (Diane Lane), itu pun berkat kepiawaian Lane bermain emosi ketimbang sensitivitas Snyder. Setidaknya, pemberian porsi mengenai duka/masalah personal tiap tokoh sedikit menambah bobot penokohan.
Untungnya ambisi menyusun alur berlapis berbalut filosofi sekarang ditiadakan. Ini penting, alasannya kelemahan penceritaan, bobot emosi, atau bahaya medioker dari Steppenwolf (Ciaran Hinds) dan rencananya mengumpulkan Mother Boxes terjadi dalam lingkup kemurnian blockbuster selaku media senang-senang, sehingga pantas ditoleransi. Berlawanan dengan niat Batman v Superman membangun dunia (sok) serius. Dari sini pula, Terrio, dengan sedikit pertolongan Joss Whedon diberi jalan menghembuskan nyawa lewat bumbu humor. Belum sepenuhnya mulus, lagi-lagi tanggapan kecanggungan Snyder mengemas adegan tanpa baku hantam, namun cukup sebagai penghasil dinamika.
Keenam pahlawan kita tidak ragu bersenda gurau selama atau di sela-sela pertempuran. Flash tentu paling mencuri perhatian. Layaknya bocah di antara lima orang dewasa, ia berulang kali melempar celetukan menggelitik hingga sederet tingkah konyol yang tepat dijalankan oleh Ezra Miller, termasuk "momen intim" dengan Gal Gadot yang rasanya berasal dari otak Joss Whedon. Pahlawan super mana lagi yang memutar video musik K-Pop di markasnya? Momoa lancar memamerkan machismo pewaris tahta Atlantis besar kepala yang menikmati berada di medan perang, sedangkan Gal Gadot selalu menonjol bersenjatakan pesona dan ketangguhan meyakinkan. Dua nama terbesar, Batman dan Superman justru mengalami nasib saling berlawanan.
Batman kolam materi olok-olok. Tidak mempunyai kekuatan super, kiprahnya selaku otak dan andal teknologi turut tertutup keberadaan Cyborg. Affleck yang makin sering mengutarakan keinginan "gantung jubah" pun tampak malas. Gaya komedi deadpan-nya terperinci dihempaskan antusiasme penuh energi Miller, sedangkan karisma sebagai Bruce Wayne yang menonjol di Batman v Superman juga lenyap. Sebaliknya, Superman sekarang layak menjadi simbol impian sekaligus ujung tombak tim. Selain ikut bercanda tawa, sesudah sekian usang balasannya kita bisa melihat sisi badass Superman yang menghindari pukulan Steppenwolf sambil tersenyum. Walau sebelumnya, ketika ia mengungguli kekuatan Wonder Woman, Aquaman, dan Cyborg, juga kecepatan Flash, sudah cukup memberi penegasan.
Merupakan film DCEU tersingkat sejauh ini (120 menit), ditambah titik puncak singkat nan generik, Justice League mungkin bukan epic seperti dugaan banyak pihak. Toh gelaran langgar Snyder masih solid, apalagi terkait penggambaran para meta-human kelas berat setingkat tuhan yang aksinya sanggup mengobrak-abrik seisi dunia. Film superhero tidak wajib karam di penderitaan atau kisah kompleks guna memikat, dan blockbuster tidak melulu mesti berbentuk epic cinema. Di samping sederet kekurangan penghasil jalan terjal, Justice League memenuhi hakikatnya selaku hiburan ringan menyenangkan sembari membawa franchise-nya ke masa depan yang menarik melalui pengembangan mitologi sebagaimana diperlihatkan lewat sebuah cameo superhero DC lain dan post-credits scene.
Belum ada Komentar untuk "Justice League (2017)"
Posting Komentar