Geostorm (2017)
Apa pemicu utama keberhasilan disaster film? Bukan semata bujet besar. Ingat, The Impossible berhasil secara meyakinkan mereka ulang tsunami tahun 2004 walau hanya punya anggaran 45 juta dollar. Menempatkan peristiwa di atas unsur lain dan membawa penonton berada di tengahnya ialah poin terpenting. Sehingga saat Geostorm tak pernah merealisasikan situasi tamat hayat menyerupai yang dijanjikan, artinya debut penyutradaraan Dean Devlin ini gagal memenuhi hakikatnya. Tidak mengejutkan, lantaran filmnya sudah empat kali berganti tanggal rilis, salah satunya akhir hasil test screening buruk yang memaksa pengambilan gambar ulang dilakukan.
Adegan pembukanya menjanjikan, mengisahkan upaya kolaborasi 17 negara membuat satelit pengontrol cuaca berjulukan "Dutch Boy" demi menghentikan peristiwa global. Jake Lawson (Gerard Butler) merupakan pimpinan proyek tersebut. Tetapi begitu balasannya kondisi aman, Jake justru "ditendang" dari tim, digantikan oleh adiknya, Max (Jim Sturgess). Sifat insan yang bersedia bersatu kala dirundung kesusahan hanya untuk mementingkan ego sehabis kembali merasa aman, sekilas disiratkan, walau sayangnya urung benar-benar dieksplorasi.
Tiga tahun berselang, kejadian gila mulai menyerang banyak sekali negara, diawali tempat gurun Afganistan yang membeku. Malfungsi pada Dutch Boy diduga jadi penyebabnya. Jake pun diminta bertugas lagi di stasiun luar angkasa demi mendeteksi kerusakan satelit buatannya sebelum terjadi geostorm, yaitu tornado raksasa berskala global yang akan mengakhiri dunia. Terdengar epik, dan filmnya pun menjanjikan itu tatkala sepanjang durasi penonton diperlihatkan tsunami, gempa, hujan es, dan lain-lain. Tapi geostorm sendiri tak pernah diwujudkan. Menyisakan kehancuran berskala non-global yang sekedar muncul sekilas bagi penonton.
Bukankah kalau geostorm berlangsung artinya kiamat? Benar, dan bukan masalah. 2012-nya Roland Emmerich jadi teladan sewaktu insan tak bisa membendung "kiamat", fokus diberikan pada usaha bertahan hidup. Sejatinya mengedepankan usaha preventif pun sanggup menarik asalkan berkutat di acara menantang tamat hayat menyerupai Michael Bay tunjukkan lewat Armageddon. Dalam Geostorm, protagonis lebih sibuk mengutak-atik komputer yang turut menyia-nyiakan bakat Gerard Butler. Kurang bijak membayar Butler untuk mengucapkan kalimat-kalimat ilmiah alih-alih beraksi menyelamatkan dunia sebagai action hero. Cuma sebuah sekuen agresi ia dapat, itu pun dilakoni dalam balutan spacesuit.
Singkatnya, para protagonis jarang ditempatkan eksklusif di sentra kekacauan. Max dan Sarah (Abbie Cornish), kekasihnya sekaligus anggota secret service sempat terjebak tornado halilintar, namun Devlin menentukan memusatkan kamera pada kendaraan beroda empat yang dipacu ketimbang kerusakan sekitar. Devlin boleh saja menulis naskah lima film Emmerich, tapi beliau tak "tertular" kapasitas pengadeganan sang maestro film bencana. Staging Devlin amat buruk. Daripada digiring ke dalamnya, kiprah penonton sebatas observer akan kejadian yang tidak terlihat meyakinkan lantaran CGI buruk. Bahkan CGI penyusun latar kota (khususnya Rusia) pun tampak menggelikan.
Kurangnya sanksi adegan peristiwa baik dari kuantitas maupun kualitas, Geostorm nyaris tak punya faktor pemberi kenikmatan. Drama keluarganya gagal menyentuh akhir penggalian dangkal naskah buatan Dean Devlin dan Paul Guyot. Pun performa cast-nya kurang mendukung di mana hanya Talitha Bateman (Annabelle: Creation) melalui kemunculan singkat sebagai puteri Jake yang sanggup menangani momen emosional. Demikian pula selipan humor yang bagai dibawakan setengah hati para pemain, kecuali Zazie Beetz dengan gaya deadpan menggelitik miliknya.
Belum ada Komentar untuk "Geostorm (2017)"
Posting Komentar