The Origin Of Santet (2018)

Hal terbaik wacana The Origin of Santet yakni ketika selama beberapa detik, saya dibentuk terkecoh, mengira filmnya bakal ditutup dengan konklusi suram cenderung tragis, di mana para tokoh utama diseret menuju penderitaan batin mendalam. Mungkin sebegitu tidak pedulinya saya kepada karakternya hingga berharap situasi terburuk menimpa mereka. Bisa juga lantaran konklusi tragis yang saya harapkan setidaknya sanggup memberi gebrakan, sesuatu yang sukar ditemukan sepanjang 85 menit film yang menandai kembalinya sutradara Helfi Kardit ke dunia horor sesudah Arwah Goyang Jupe Depe 7 tahun lalu.

Awalnya saya berniat menulis “ulasan guyonan” sebagaimana film-film berkualitas jongkok lain. Tapi sulit, lantaran jumlah hal yang bisa dijadikan materi guyonan mendekati nol, sama dengan jumlah hal signifikan yang terjadi sepanjang film. The Origin of Santet dibuka oleh janjkematian Dharma yang diperankan Ray Sahetapy, yang jadi satu-satunya kemunculan sang pemeran di sini. Kenapa memajang namanya di poster jikalau porsinya sebatas cameo? Lalu kita diperlihatkan teks pembuka yang menyatakan bahwa sempat ada wacana pembuatan undang-undang bagi santet, namun batal akhir ketiadaan bukti. Teks tersebut tanpa esensi. Tanpa konflik wacana sulitnya polisi bertindak lantaran tidak ada dasar hukum, tanpa aspek kultural yang memicu perdebatan soal keperluan ditetapkannya undang-undang.

Film ini sekedar mengulang formula “keluarga terjebak teror supranatural”. Rendy (Marcellino Lefrandt) yang tinggal di Amerika membawa sang istri, Laura (Kelly Brook), beserta kedua puterinya, Aliyah (Jazz Ocampo) dan Kelly (Bali Nadeya Curtain), pulang ke Indonesia guna mengunjungi sang ibu (Tien Kadaryono), yang rupanya berada dalam kondisi katatonik akhir serangan santet. Satu-satunya alasan keberadaan Kelly Brook (The Italian Job, Piranha 3D) dan aktris asal Filipina, Jazz Ocampo, tak lain lantaran film ini merupakan kolaborasi tiga rumah produksi beda negara: Skylar Pictures (Indonesia), GMA Films (Filipina), dan The Annex Entertainment (Kanada).  

Padahal keduanya, terlebih Kelly Brook, berpotensi memberi filmnya elemen pemeriksaan menarik kala warga asing yang kurang familiar dengan hal berbau klenik mesti menghadapi bahaya santet. Tapi tidak, lantaran berdasarkan naskah hasil goresan pena Helfi Kardit bersama Maruska Bath (Jejak Darah, Ghost), Laura hanya membutuhkan halaman Wikipedia pendek plus segelintir rekaman amatir di YouTube yang berisi praktek mengeluarkan benda-benda gila dari perut seseorang (ular, rantai, dan sebagainya). Melongok aktingnya, penampilan Ocampo jauh dari jelek, sementara Brook bisa memancing tawa lewat akting ala film kelas B berupa teriakan histeris ketika diserang setan. Paling tidak, artinya ia tahu bukan tengah berada di tontonan serius. Berbanding terbalik dengan Marcelino yang justru makin menggelikan seiring usahanya mencurahkan segenap emosi.  

Suatu malam, sang ibu muntah darah disertai potongan beling juga belatung, kemudian dibawa ke salah satu setting rumah sakit paling tidak meyakinkan, yakni sebuah ruko yang dipermak ala kadarnya, termasuk tulisan-tulisan penunjuk ruangan yang kualitasnya cuma setingkat di atas FTV. Melihat kondisi ibunya, Rendy terperinci tahu dan menyembunyikan sesuatu. Dia pun memulai penyelidikan seorang diri, tanpa mengajak keluarganya, tanpa mengajak kita di kursi penonton. Jangankan petunjuk tersirat, apa yang sedang Rendy cari pun enggan filmnya beritahukan hingga mendekati akhir.

Bermaksud menambah kadar misteri, keengganan menebar petunjuk malah menyebabkan The Origin of Santet luar biasa membosankan. Filmnya menekan kuantitas jump scare dan pemandangan disturbing sewaktu barang-barang gila keluar dari badan korban santet hanya untuk menggirin penonton menuju perjalanan hampa. Dan sekalinya terjadi, terornya tak lebih dari penampakan hantu medioker yang turut menciptakan “aturan” mengenai santet makin membingungkan, walau judulnya mengandung kalimat “The Origin of...”, yang seharusnya memberi penjelasan.

Apakah berdasarkan film ini ketika seseorang terkena santet, doppelganger-nya muncul di kawasan lain? Mengapa di beberapa kesempatan hantu perempuan muncul selaku “kurir santet” tapi di kesempatan lain tidak? Santet macam apa yang digunakan si pelaku ketika mengirim sesosok hantu guna menabrak seorang bocah menggunakan troli belanja? Mengapa luka bekas santet di punggung Kelly Brook terlihat bagai bekas kerokan? Jika Kelly Brook kerokan apakah ia menggunakan Geliga, Balsem Lang, atau Tjing Tjau? Setumpuk pertanyaan termasuk beberapa poin plot dibiarkan menggantung tanpa jawaban.

Klimaksnya menyertakan adegan kendaraan beroda empat terguling yang sejatinya dihilangkan pun bukan masalah. Tapi Helfi Kardit tampaknya ingin menandakan jikalau kapasitasnya menangani adegan serupa sudah semakin baik. Ya, momen itu memang dihukum dengan baik. Begitu total, saya hingga berpikir bahwa bencana tersebut merupakan metafora, perlambang bagi The Origin of Santet yang remuk redam layaknya kecelakaan.

Belum ada Komentar untuk "The Origin Of Santet (2018)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel