Loveyatri (2018)

Sebelum menggunakan judul Loveyatri alias “Love Travellers” atau "A Journey of Love", film ini bertajuk Loverartri, yang menggabungkan kata “Love” dan “Navrartri”, yakni pameran sepanjang 9 malam selaku penghormatan terhadap Dewi Durga, di mana orang-orang berkumpul menarikan tarian Garba. Judul tersebut urung dipakai akhir gencarnya protes organisasi keagamaan Vishva Hindu Parishad, walau bekerjsama tepat mewakili apa yang filmnya coba sampaikan.

Tokoh utamanya berjulukan Sushrut atau sering dipanggil Susu (Aayush Sharma), cowok nakal dari keluarga kelas menengah ke bawah yang mengabdikan hidupnya mengajar Garba bagi anak-anak, walau sebagaimana sang ayah katakan, tarian tersebut hanya dilakukan setahun sekali selama 9 hari, sehingga kurang tepat menggantungkan masa depan terhadapnya. Namun dalam jangka waktu singkat, di tengah Garba yang ia puja, Susu menemukan cintanya. Michelle (Warina Hussain) namanya, puteri pengusaha laundry kaya raya sekaligus siswi berprestasi di London.

Mereka berasal dari kelas ekonomi serta budaya berbeda. Susu hidup bersama kultur lokal India, sementara Michelle menjalani gaya hidup Barat, pula dididik oleh ayahnya, Sam (Ronit Roy) untuk mengejar kesukesan materi. Tapi Navrarti menyatukan keduanya, atau bisa dikatakan bahwa budaya menjembatani cinta mereka. Di tengah tarian, di antara ratusan insan yang tumpah ruah, Susu bertemu Michelle, dan sungguh impresi pertama yang luar biasa, baik bagi Susu maupun saya. Bukan saja sebab Warina Hussain berparas cantik, Abhiraj Minawala si sutradara debutan pun bisa menangkap pesona memancar sang aktris kala ia menari dan tersenyum.

Dibantu dua sahabanya, Rocket (Sajeel Parakh) dan Negative (Pratik Gandhi), Susu menjalankan rencana konyol namun terstruktur buatan pamannya, Rasik (Ram Kapoor), demi merebut perhatian Michelle. Rencana itu sukses besar. Susu dan Michelle mulai berkomunikasi, jatuh cinta, menghabiskan 9 hari bersama sebelum sang gadis mesti pulang ke London. Tentu perpisahan di paruh pertengahan ini takkan berlangsung mulus. Susu mengacau, kemudian membawa Loveyatri memperlihatkan satu lagi aspek kultur India, kali ini terkait kultur terkenal di Bollywood. Kultur di mana tokoh utama film romansa bersedia menahan derita, berkorban apa saja atas nama cinta.

Susu melaksanakan hal serupa, yang merujuk pada ucapan Rasik di sebuah kafe di London, yaitu tindakan yang mengikuti jejak sederet pemain film besar Bollywood, sebutlah Sha Rukh Khan, Amir Khan, hingga Salman Khan yang di sini turut berperan sebagai produser. Sayangnya Loveyatri melewatkan kesempatan menciptakan penonton ikut mengasihi romansa dua tokoh utama tatkala kebersamaan mereka disusun atas keklisean montase romansa serta dialog-dialog dangkal hasil goresan pena Niren Bhatt. Pun sebagai film berdurasi 139 menit, Loveyatri tak menyimpan cukup konflik demi merangkai penceritaan padat juga dinamis.

Beruntung, tiap kehampaan nyaris memunculkan kantuk, sekuen musikalnya senantiasa hadir selaku penyelamat. Mengandalkan desain produksi meriah beserta lagu catchy berbalut iringan perkusi energik dan performa penuh gairah Aayush Sharma yang menutupi kapasitasnya melakoni momen dramatik yang kurang kuat, Loveyatri bisa memperlihatkan kebahagiaan. Ditambah lagi beberapa humornya sukses mendarat tepat sasaran, salah satunya ketika Sam melontarkan permainan kata menggelitik bagi The Lord of the Rings.

Resolusi yang ditawarkan oleh kisah cinta sarat pengorbanan ini sayangnya kental simplifikasi. Loveyatri melemparkan konflik rumit hanya untuk mengakhirinya melalui jalan luar biasa gampang (tengok cameo Arbaaz Khan  dan Sohail Khan). Untunglah sang penyelamat (baca: musikal) tiba lagi. Sewaktu filmnya ditutup lewat sekuen musikal meriah di suatu taman di London, bagaimana bisa saya menolak untuk tersenyum kemudian pulang dengan perasaan senang meskipun keseluruhan Loveyatri kurang berhasil mengaduk-aduk perasaan?

Belum ada Komentar untuk "Loveyatri (2018)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel