Creed Ii (2018)

Biarpun ikonik dan menghibur, harus diakui bahwa Ivan Drago (Dolph Lundgren) ialah antagonis satu dimensi, “karakter kartun”, yang sebagaimana Rocky IV (1985), merupakan produk politis pada masa Perang Dingin. Kini, sewaktu masa itu tinggal sejarah, Creed II menyebabkan Ivan salah satu tokoh paling menarik sepanjang eksistensi franchise-nya, ketika ia bersama sang putera, Viktor Drago (Vlorian Munteanu) berusaha menulis ulang sejarah.

Sekuen pembukanya, walau singkat, namun efektif memaparkan inti relasi dua generasi Drago. Hubungan yang dingin. Dahulu, Ivan kolam robot yang diciptakan Rusia guna menegaskan kejayaan negara. Sedangkan Viktor diciptakan oleh Ivan sebagai mesin pembalas dendam demi mengembalikan kejayaan. Bukan wacana negara, melainkan kejayaan personal. Sempat dianggap pahlawan, jangankan dielu-elukan, kini Ivan hidup terasing di Ukraina, pun dicampakkan sang istri. Poin ini nantinya menghasilkan momen memilukan yang seketika menyebabkan Ivan Drago sesosok insan biasa dengan kerapuhan.

Ya, drama klan Drago memang memikat, tapi ini tetap film milik Adonis Creed (Michael B. Jordan), dan perhatian lebih yang diberikan bagi antagonis tak hingga menciptakan protagonis terpinggirkan. Kita bertemu Adonis lagi ketika ia hasilnya mengalahkan Danny “Stuntman” Wheeler (Andre Ward) dan mengklaim gelar tinju dunia kelas berat, dalam suatu momen emosional yang memperlihatkan kapasitas Tessa Thompson menciptakan kalimat sederhana (“Did you know what just happened?”) terdengar menyentuh hati. Sebagai Bianca, ia tak ubahnya versi lebih aktif dari Adrian. Berkat para perempuan ini, usaha dua tokoh utama seri Rocky lebih bermakna.  

Berhasil mengikuti jejak mendiang ayahnya ternyata belum cukup bagi Adonis. Dia ingin meninggalkan jejaknya sendiri, sehingga dikala ayah-anak Drago menantangnya, Adonis tak gentar. Seperti mereka, Adonis pun ingin menulis ulang sejarah, kala 33 tahun lalu, Apollo Creed tewas di tangan si petarung Rusia. Tapi Rocky (Sylvester Stallone) berbeda pemikiran. Menurutnya, pertarungan tersebut bukan saja berbahaya, juga tidak perlu. Rocky pun menolak seruan Adonis melatihnya, sebab, sebagaimana pernyataannya kepada Ivan, ia bukan “hari  kemarin yang ingin jadi hari ini”.

Bicara soal reuni Rocky Balboa-Ivan Drago, pertemuan kembali keduanya turut menyediakan panggung bagi Stallone dan Lundgren untuk menerangkan kualitas akting. Kedua bintang film veteran ini bagai wine yang semakin renta semakin nikmat. Pertambahan usia memberi mereka pengalaman, kompleksitas, dan kelelahan yang dipupuk penderitaan bertahun-tahun baik sebagai aksara yang diperankan maupun diri sendiri. Andai Creed II dirilis satu atau dua dekade lalu, saya dapat membayangkan Dolph Lungren menyabet nominasi Oscar perdananya.

Di luar arena tinju, Creed II menampilkan drama keluarga mengenai rekonsiliasi, sedangkan pertarungan dalam arena merupakan manifestasi narasi tersebut. Serupa film-film terbaik Rocky, pertarungannya didasari cinta. Kali ini pun, kita melihat rekonsiliasi keluarga, tatkala kekuatan terbesar Adonis bukan dipicu amarah atau hasrat balas dendam, tetapi layaknya Rocky dahulu, cinta. Dan serupa suguhan terbaik seri Rocky pula, sutradara Steven Caple Jr. (The Land) menyuguhkan montase latihan keras nan membara yang turut memamerkan kelayakan Michael B. Jordan meneruskan tongkat estafet dari Sly sebagai pahlawan tangguh.

Bagi saya, sekuen latihan terbaik dimiliki Rocky III (1982) berkat dampak positif kepada pertarungan puncaknya. Gaya serta strategi bertinju Rocky kala mengungguli Clubber Lang dibangun dari situ. Begitu pula di film ini. Adonis merupakan badan yang melancarkan serangan bertubi-tubi, sementara otaknya ialah Rocky, selaku satu-satunya orang yang mengetahui cara mengalahkan Drago. Elemen itu ialah pencapaian tersendiri bagi naskah goresan pena Stallone bersama Juel Taylor, sewaktu proses “passing the torch” dilakukan sembari tetap menghormati aksara lama. Rocky mungkin bukan lagi pahlawan utama, tapi kontribusinya luar biasa.

Banyak mempresentasikan drama tak menciptakan Caple Jr. melupakan esensi sebagai film tinju. Adegan tinjunya menghibur sekaligus intens, dengan hantaman demi hantaman keras, juga Victor Drago sebagai lawan intimidatif yang bakal menciptakan badan bergetar tiap kali ia merangsek, hendak melancarkan serangan. Tambahkan lagu tema Rocky, maka kita memperoleh titik puncak yang memancing sorak sorai, teriakan, bahkan mungkin air mata dikarenakan euforia. Creed II ialah suguhan terbaik seri Rocky semenjak film pertamanya 42 tahun lalu.

Belum ada Komentar untuk "Creed Ii (2018)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel