Birdcage Inn (1998)

Jika The Isle memantapkan nama Kim Ki-duk di kancah perfilman dunia lewat keberhasilannya di banyak sekali festival, maka Birdcage Inn mungkin ialah yang pertama kali memperkenalkan nama sang sutradara di level internasional. Meski Birdcage Inn berakhir ibarat film Kim lainnya yang gagal secara komersil di Korea Selatan (hanya mengumpulkan kurang lebih 5.800 penonton) tapi prestasinya di pameran film Internasional cukup berhasil. Film ini menjadi pembuka di kategori Panorama Section pada ajang Berlin International Film Festival tahun 1999. Film yang memiliki judul Korea Paran daemun ini bercerita perihal kehidupan seroang perempuan yang setiap malam bekerja sebagai PSK di sebuah penginapan. Wanita yang terjebak dalam kehidupan yang berat nan menyakitkan serta kehidupan prostitusi ialah tema yang kedepannya semakin sering diangkat oleh Kim Ki-duk ibarat dalam The Isle maupun Bad Guy. Sosok yang menjadi tokoh sentral di film ini ialah Jin-a (Lee Ji-eun), seorang perempuan berusia 22 tahun yang gres saja tiba di sebuah penginapan berjulukan Birdcage Inn untuk memulai bekerja disana. Tidak hanya bekerja, Jin-a juga diperbolehkan tinggal disana bersama satu keluarga pemilik penginapan tersebut yang terdiri dari empat orang.

Diawal saya menyebutkan bahwa ini ialah kisah perihal perempuan yang berada dalam kehidupan berat dan menyakitkan. Apa yang dialami Jin-a memang sungguh berat. Ayah dari keluarga pemilik penginapan tersebut yang nampaknya baik dan penyayang memperkosanya, sang istri memang tidak bertindak kejam pada Jin-a tapi yang ia pikirkan hanya mendapat uang dari menjual badan Jin-a. Anak laki-lakinya yang hobi fotografi, Hyun-woo (Ahn Jae-mo) meminta Jin-a melaksanakan pose bugil sebelum kesannya bekerjasama seks dengannya. Sedangkan si anak perempuan, Hye-mi (Lee Hae-eun) ialah yang paling memperlihatkan kebenciannya pada Jin-a dengan selalu mencela pekerjaannya dan terus berusaha mengasingkan Jin-a. Permasalahan yang dialami Jin-a bukan hanya tiba dari keluarga tersebut, alasannya germo yang dulu mempekerjakan Jin-a gres saja bebas dari penjara dan sering mengunjunginya dan memaksanya bekerjasama seks bahkan tidak jarang melukai secara fisik. Namun yang paling menjadi sorotan dalam Birdcage Inn ialah bagaimana hubungan antara Jin-a dan Hye-mi berkembang dimana Jin-a terus berusaha berteman dengan Hye-mi, tapi sebaliknya Hye-mi selalu menampik perjuangan tersebut dan terus membencinya.

Jin-a mungkin ialah aksara yang bisa mengakibatkan kesan love her/hate her pada benak penonton. Disatu sisi penonton bisa dibentuk bersimpati dengan betapa tegarnya ia menghadpi segala cobaan berat dan selalu berusaha tersenyum disaat ia mampu. Usahanya untuk mengambil hati Hye-mi juga sanggup mengakibatkan simpati alasannya ia tidak pernah lelah meski sudah seringkali mendapat perlakuan menyakitkan. Namun sebaliknya, penonton juga bisa membenci Jin-a dan menganggapnya sebagai perempuan murahan yang bisa dengan gampang diajak bekerjasama seks, bahkan meski itu bukan cuilan dari pekerjaannya. Ya, hampir semua tokoh laki-laki yang muncul di film ini memang mendapat "kesempatan" bekerjasama seks dengan Jin-a. Saya sendiri begitu bersimpati dengannya. Meski sering dilukai oleh hampir semua orang, Jin-a nampak tidak pernah membenci mereka. Dia selalu akan memaafkan mereka, bahkan peduli pada mereka. Jin-a juga digambarkan sebagai perempuan yang begitu ikhlas membantu orang lain, meski itu mengharuskannya melaksanakan hubungan seksual. Mungkin badan Jin-a bukan lagi sesuatu yang mahal, namun didalam fisiknya terdapat kebaikan hati yang begitu luar biasa.
Menonton Birdcage Inn saya benar-benar teringat pada lagu "Kupu-Kupu Malam". Lirik lagu tersebut memang menggambarkan kehidupan seorang pekerja seks komersial, namun liriknya benar-benar menggambarkan secara tepat bagaimana Jin-a menjalani hidupnya. Ada bermacam orang di sekitar Jin-a. Meskipun banyak yang menyakitinya, namun sebetulnya dari beberapa orang tersebut ada juga yang benar-benar peduli pada Jin-a dan selalu bersedia bila sang perempuan membutuhkan bantuannya meski itu hanya sekedar menemani Jin-a menikmati pemandangan di pantai. Jin-a juga begitu sesuai digambarkan dengan bait "kadang ia tersenyum dalam tangis, kadang ia menangis di dalam senyuman". Dia selalu berusaha tersenyum meski kita tahu bahwa di dalam hatinya ia terluka luar biasa. Jin-a memang terlihat ibarat perempuan murahan yang bersedia bekerjasama seks dengan siapa saja, tapi itu semua jawaban kondisinya yang memang tidak bisa berbuat apapun. Apakah ia menikmati seks yang ia lakukan Saya rasa tidak. Dia tidak tersenyum, ia tidak bersuara, bahkan ia masih sempat menjawab ketukan pintu dengan santai ketika melayani pelanggan, seperti sedang tidak melaksanakan apapun.

Birdcage Inn dengan begitu baik menggambarkan bagaimana hasrat seksual yang dimiliki oleh semua karakternya, siapapun itu. Meski tidak dijelaskan secara gamblang namun gampang untuk menyimpulkan bahwa sang ayah memang haus akan seks alasannya sudah usang tidak mendapat kepuasan tersebut dari sang istri. Sang anak laki-laki ialah citra arif balig cukup akal yang tengah memendam ingin tau begitu tinggi pada hal seksual. Bahkan lelaki yang selalu menemani Jin-a di pantai pun tidak lepas dari hasrat tersebut meski sebetulnya ia mungkin ikhlas menyayangi Jin-a. Yang paling menarik tentu saja bagaimana hubungan antara Hye-mi dengan pacarnya. Disaat sang pacar terus membujuk Hye-mi untuk bekerjasama seks, Hye-mi terus menolak alasannya baginya ialah haram untuk bekerjasama seks sebelum menikah. Dari pandangannya itu jugalah mengapa Hye-mi begitu membenci Jin-a. Namun apakah Hye-mi lebih baik dari Jin-a? Apakah Hye-mi lebih suci dari Jin-a? Dari hubungan keduanya saya dibentuk untuk menelisik lebih dalam mengenai aksara mereka khususnya Jin-a. Akhirnya, saya tidak menganggap bahwa Jin-a yang menjual tubuhnya itu salah, dan saya pun tidak membenarkannya. Namun apapun yang terlihat dari sisi luar seseorang, alangkah baiknya kita mengetahui secara lebih mendalam mengenai orang tersebut sebelum menawarkan cap padanya.

Birdcage Inn juga menampilkan ironi menyakitkan perihal kehidupan Jin-a. Akibat pekerjaannya, segala permasalahan yang ada menciptakan Jin-a selalu menjadi yang dipersalahkan. Bahkan sekalinya Jin-a mencoba sedikit memberi pelajaran pada Hye-mi, sang ibu mengeluarkan kata-kata "how can you treat us like that", sebuah kalimat yang seharusnya justru keluar dari lisan Jin-a dan ditujukan kepada mereka semua termasuk Hye-mi. Bicara hubungan Jin-a dan Hye-mi mungkin terang terlihat bahwa Hye-mi begitu membenci Jin-a alasannya pekerjaannya namun juga iri alasannya kecantikannya menciptakan banyak lelaki gampang terpikat. Sedangkan Jin-a hanya ingin berteman/bersaudara dengan Hye-mi, dan ia iri pada Hye-mi yang bisa hidup normal dan memiliki keluarga, sobat bahkan pacar yang bisa diajak berbicara. Namun benarkah hanya sebatas itu? Ataukah sebetulnya ada perasaan cinta lebih yang melatar belakangi bagaimana keduanya memperlakukan satu sama lain? Pada kesannya ibarat apapun sebetulnya perasaan yang mereka simpan, Birdcage Inn bagi saya tetaplah sebuah potret yang indah mengenai seorang perempuan pekerja seks yang hidup dalam penderitaan, namun tetap mencari bahkan membuatkan kebahagiaan.

Belum ada Komentar untuk "Birdcage Inn (1998)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel