Tusk (2014)

Kevin Smith menciptakan body horror? Mungkin ini memang bukan pertama kalinya sang sutradara menciptakan horror dimana tahun 2011 kemudian ia sempat merilis Red State yang notabene yakni campuran action dengan horror. Tusk sendiri masih menyimpan sentuhan komedi yang jadi langganan Smith, tapi tetap saja, body horror adalah konsep yang kental dengan suasana mengerikan cenderung menjijikkan ketika badan abjad dalam film mulai berubah lantaran aneka macam sebab, bisa mutasi, mutilasi, hingga penyakit. Sedikit mengejutkan, tapi tidak sepenuhnya meragukan. Kevin Smith punya kelebihan pada cara berpikirnya yang gila dilihat dari program podcast miliknya. Kaprikornus bisa saja film ini merupakan katarsis kegilaannya. Bukankah David Cronenberg yang seorang master of body horror kini bisa bertransformasi menjadi pembuat drama satir nan sureal? Apalagi keberadaan Johnny Depp yang kabarnya bersedia tampil secara gratis makin menambah daya tarik. Jika Tom Six punya kisah perihal insan yang dirubah menjadi kelabang, maka Kevin Smith punya transformasi insan menjadi walrus.

Wallace (Justrin Long) dan Teddy (Haley Joel Osment) yakni duet pemandu program podcast bernama The Not-See Party yang mengkhususkan pada lelucon berangasan untuk mengolok-olok aneka macam macam video konyol di internet. Tidak ada yang selamat dari olok-olok mereka. Bahkan seorang cukup umur yang tidak sengaja memotong kakinya dengan samurai pun menjadi materi banyolan. Demi mewawancarai cukup umur itu, Wallace pun pergi ke Kanada, dimana ia mendapati hal mengejutkan lantaran targetnya itu telah tewas bunuh diri. Tidak ingin pulang dengan tangan kosong, Wallace berusaha mencari dongeng abnormal lainnya untuk dibawa. Saat itulah ia menemukan sebuah kertas di toilet yang pada dasarnya menceritakan seorang laki-laki bau tanah dengan aneka macam petualangan menarik selama hidupnya. Tanpa berpikir dua kali ia pun pribadi menuju rumah sang laki-laki berjulukan Howard Howe (Michael Parks) tersebut. Dirumah Howard yang terletak di pinggiran kota, keduanya pun mulai saling bertukar cerita, termasuk kisah petualangan mencengangkan sang laki-laki bau tanah mulai dari pertemuannya dengan Hemmingway hingga ketika ia terdampar di pulau kosong dan diselamatkan seekor walrus. Wallace tidak menyadari bahwa ia telah menjadi sasaran berikutnya dari agresi kejam nan gila dari Howard.
Film ini cukup ambisius, setidaknya bagi standard seorang Kevin Smith. Dasarnya yakni body horror yang berarti fokus terbesar ada pada menghadirkan kengerian yang shocking. Tapi disisi lain ada komedi satir perihal banyak hal yang diselipkan oleh Smith. Belum lagi sentuhan drama yang berusaha diarahkan menuju tragedi. Ambisi besar itu sayangya justru berujung pada ketidak maksimalan serta fokus film yang kurang terarah. Mari kita mulai membahas horror-nya terlebih dahulu. Bagi saya keasyikan genre body horror adalah ketika dibentuk tertegun bahkan jijik melihat transofrmasi insan menjadi sosok yang amat berbeda. Melihat bertahap penggalan badan seorang abjad berubah dengan kecacatan dimana-mana yakni kesenangannya. So, basically it's all about the process. Sebagai pola lihat The Fly-nya David Cronenberg yang merupakan salah satu body horror terbaik. Kita tidak melihat abjad utama menghilang beberapa ketika untuk kemudian muncul lagi telah berubah seutuhnya menjadi monster lalat. Tapi kita diajak untuk melihat secara detail, secara perlahan bagaimana satu per satu anggota badan yang berubah. Kesakitan, penderitaan dan kegilaan sang abjad alhasil ikut menular pada penonton, bertambah rasa jijik.
Tapi Tusk tidak melaksanakan itu. Kita hanya melihat Wallace yang tidak sadarkan diri, kemudian kakinya telah diamputasi. Kemudian ia tidak sadarkan diri lagi, kita melihat Howard tengah menjahit sesuatu (yang kita tahu yakni badan Wallace tapi tidak diperlihatkan secara nyata), dan alhasil kita sudah pribadi melihat Wallace secara total sebagai seekor walrus. Saya tidak paham alasan Kevin Smith melaksanakan itu, lantaran bila untuk meminimalisir grafis yang sadis, bukankah disitu poin utama body horror? Ketiadaan momen transformasi secara mendetail menciptakan durasi 102 menit yang ada jadi lebih banyak diisi hal lain diluar body horror seperti dialog antar karakter, romansa yang berisi dialog antar karakter, hingga pemeriksaan menghilangnya Wallace yang lagi-lagi diisi dialog antar karakter. Pada alhasil daripada sumpah serapah, saya lebih sering dibentuk bosan lantaran itu. Kemudian masuk ke aspek komedi. Komedi yakni bagaimana cara Smith mengisi momen kekosongan ketika horror tidak sedang hadir. Sosok Justin Long jadi fokus utama aspek ini, untuk digantikan oleh Johnny Depp sehabis Long menjadi seekor walrus. Justin Long cukup lucu dengan gaya sesukanya itu, meski lebih sering terasa annoying. Johnny Depp? Lagi-lagi ia berperan sebagai abjad abnormal meski tanpa make-up tebal. Yang terang ia tidak lucu.

Kevin Smith berusaha memperlihatkan satir dan ironi disini ketika memperlihatkan Wallace yang tidak segan mengejek orang cacat bahkan berkata "aku tidak segan kehilangan kakiku kalau bisa tenar menyerupai dia" dan alhasil berakhir menjadi seekor walrus. Masih ada hal lain menyerupai hubungan Amerika Serikat dengan Kanada, bahkan membicarakan perihal kemanusiaan seorang manusia. Satir itu harus cerdas dalam mengkritik yang alhasil memperlihatkan kesan menggelitik, dan Tusk sama sekali tidak cerdas. Lagi-lagi terjadi kegagalan akhir ambisi besar Kevin Smith sendiri. Beberapa momen komedi bisa menciptakan saya tertawa singkat, tapi tidak sedikit juga yang terlalu bodoh. Contoh terbaik yakni klimaksnya. Jika anda merasa premis perihal insan yang berkembang menjadi walrus sudah absurd, tonton titik puncak film ini. Saya dibentuk speechless...in a negative way. Keanehannya masih belum hingga taraf so bad, it's good. Hanya bodoh. Semakin terasa abnormal disaat hal yang paling terasa seusai filmnya usai yakni drama. Sepanjang film mungkin tidak ada yang terlalu mengena baik itu romansa ataupun filosofi perihal manusianya. Tapi begitu usai, ada sedikit perasaan tragis yang masih terngiang dalam benak saya perihal insan yang kehilangan segalanya sehabis menyia-nyiakan semua itu selagi masih ada kesempatan. Hal itu menyelamatkan film ini sehingga tidak menjadi sebuah bencana, tapi masih merupakan kekecewaan besar.


Belum ada Komentar untuk "Tusk (2014)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel