Boyhood (2014)

Jika ada yang menyebut kata "ajaib" mungkin yang paling sering muncul di pikiran banyak orang yakni hal-hal yang berkaitan dengan fantasi, dongeng, mukjizat, dan hal lainnya yang gampangnya disebut "diluar nalar". Tapi sebelum berpikir sejauh itu, pernah kita merasa bahwa keajaiban terdekat dan terbesar justru berupa hidup yang kita jalani ketika ini? Pernahkah sebelum kita membicarakan wacana elf, unicorn dan hal-hal berbau fantasi lainnya merenungkan sebenarnya banyak hal luar biasa dalam perjalanan hidup kita yang sering terlupakan alasannya yakni begitu akrab dan terasa sederhana? Lewat Boyhood Richard Linklater akan mengajak penontonnya melihat begitu luar biasanya sebuah perjalanan kehidupan. Lebih luar biasanya lagi yakni fakta bahwa film ini melaksanakan proses pengambilan gambar selama sekitar 12 tahun. Selama 12 tahun tersebut, tiap tahunnya dilakukan proses shooting selama beberapa ahad (total 39 hari). Tentu saja proses super panjang ini dilakukan tidak hanya sebagai gimmick semata, tapi lebih biar penonton sanggup ikuet mencicipi perkembangan, pertumbuhan, hingga perubahan yang terjadi dalam kehidupan abjad utamanya.

Perjalanan Boyhood dimulai dari tahun 2002 ketika Mason (Ellar Coltrane) masih berusia 6 tahun dan tinggal bersama sang ibu, Olivia (Patricia Arquette) dan abang perempuannya, Samantha (Lorelei Linklater). Olivia yakni orang renta tunggal sehabis perceraiannya dengan Mason Sr. (Ethan Hawke). Tapi walaupun telah tinggal terpisah, Mason dan Samantha masih cukup sering bertemu dengan ayahnya yang beberapa kali tiba ke rumah untuk menghabiskan hari bersama kedua anaknya itu. Dari sinilah semuanya bergerak. Kita akan melihat aneka macam momen dalam tiap tahun kehidupan Mason, mulai dari mempunyai ayah tiri yang pemabuk dan kasar, menjalani hobinya yang berkembang dari video games hingga fotografi, hingga ketika cukup umur ia kesudahannya mengalami kisah cinta, hingga kesudahannya semua ditutup ketika Mason memulai hari pertamanya di dunia perkuliahan. Pemilihan timeline-nya yang berakhir di masa Mason berkuliah tentu saja berkaitan dengan salah satu esensi film ini, yaitu eksplorasi terhadap hubungan anak dan orang tua, dimana masa berkuliah (khususnya di Amerika) yakni masa disaat sang anak kesudahannya pergi meninggalkan orang tuanya dirumah untuk memulai hidup sendiri yang lebih mandiri.
Boyhood membuka "tirainya" dengan lagu Yellow milik Coldplay (which is one of my favorite band), dan sehabis itu saya bagaikan dihipnotis untuk terus mengamati fase demi fase kehidupan Mason hingga kesudahannya kalimat "we're always in the moment" menutup film ini, dan BAM! Saya hanya sanggup berujar, "what a beauty". Film ini memang indah. Bukan indah merujuk pada sinematografi atau pada dialognya, tapi lebih kepada esensi film secara keseluruhan. Seperti yang sudah saya sebutkan, intensi Linklater dalam film ini memang memperlihatkan keindahan sesuatu hal yang disebut "hidup", dan Boyhood menangkap esensi sebuah kehidupan atau lebih tepatnya perjalanan kehidupan dengan sempurna. Kenapa sempurna? Karena film ini menggambarkan lebih banyak didominasi (kalau bukan semua) fase-fase "primer" yang dialami oleh hampir semua orang. Boyhood bagaikan sebuah timelapse dalam hidup dimana kita akan diperlihatkan suatu momen kehidupan Mason dalam tiap tahunnya. Pada setiap tahun yang berbeda itulah kita akan mendapati terjadinya perubahan, entah itu dari hal kecil menyerupai gaya rambut Mason yang berubah, hingga hal besar menyerupai perceraian. Dari situ saya pun dibentuk menaydari betapa luar biasanya perjalanan hidup, bagaimana tanpa kita sadari seringkali diri kita atau hidup kita sudah berubah begitu jauh.

Memang intinya kisah dalam film ini sangat sederhana, yaitu wacana coming-of-age dan hubungan anak dengan orang tuanya. Yang membuatnya menjadi Istimewa tentu saja proses penggarapannya yang panjang itu. Proses shooting 12 tahun menciptakan Boyhood terasa jauh lebih intim bagi saya. Dalam durasi yang mencapai 165 menit saya merasa dibentuk benar-benar akrab dengan sosok Mason alasannya yakni diajak mengamati aneka macam momen dalam hidupnya. Linklater sukses membawa saya masuk dalam hidup Mason, menciptakan saya peduli padanya, menciptakan saya terikat padanya. Fakta lain lagi yang menciptakan saya semakin terikat dengan kehidupan Mason yakni alasannya yakni Linklater sukses memasukkan aneka macam kejadian penting dan pop culture yang membentang dalam waktu 12 tahun tersebut. Sebagai pola ada kejadian invasi militer Amerika ke Irak, ada Dragon Ball, ada Britney Spears, ada demam Harry Potter, dan masih banyak lagi. Berbagai kejadian atau pop culture itu juga merupakan aspek-aspek yang hadir dalam kehidupan saya, dan itulah yang menciptakan film ini terasa semakin dekat, makin intim, makin realistis. 
Boyhood tentu saja masih menyerupai dengan Before Trilogy milik Rihard Linklater. Tidak banyak konflik penuh dramatisasi yang hadir (ada beberapa momen emosional tapi tidak terasa overly dramatic). Semuanya mengalir dengan perlahan tanpa pernah terasa membosankan, dan secara tidak sadar saya sudah dibawa terhanyut dalam ceritanya, hingga 165 menit terasa begitu cepat. Seperti biasa, obrolan juga menjadi salah satu kekuatan terbesar dalam film garapan Richard Linklater. Dialog-dialog penuh makna, penuh filosofi yang tidak pernah terasa berat alasannya yakni dikemas layaknya obrolan sehari-hari dan merupakan hasil dari penulisan bersama yang dilakukan oleh Linklater bersama para pemainnya. Metode penulisan itu jugalah yang menyebabkan setiap film Linklater penuh dengan obrolan yang begitu besar lengan berkuasa dan realistis, alasannya yakni para pemainnya benar-benar mendalami tiap kata yang mereka ucapkan. Dialog juga menjadi salah satu sarana yang digunakan Linklater untuk menyiratkan esensi dari kisah filmnya, menciptakan tiap kalimat yang muncul menjadi lebih bermakna.

Film ini merupakan pola tepat dari pendapat bahwa film merupakan media untuk menampilkan cerminan kehidupan. Layaknya kehidupan yang sebenarnya tidak mempunyai batasan, Linklater pun memperlihatkan hal yang sama wacana film pada karyanya ini. Sebuah film sanggup mengeksplorasi apapun dan menampilkan apapun kalau sang pembuatnya mau untuk berusaha lebih keras dari biasanya. Satu lagi pertanyaan, kenapa dalam hidup, terkadang kita tidak menyadari waktu telah berlalu dan terjadi banyak hal atau perubahan selama itu? Film ini memperlihatkan jawabannya, "because we're always live in the moment". Kita mungkin mengenang masa lalu, kita juga merencanakan masa depan, tapi tetap saja kita hidup pada ketika ini. Karena itulah cara terbaik untuk menangkap momen-momen kehidupan yakni dengan menangkapnya secara real time hingga kesudahannya semua hal yang terangkum jadi terasa lebih nyata. Sungguh pengalaman indah melihat perjalanan hidup Mason, tanpa sadar melihatnya tumbuh dari seorang bocah 6 tahun yang membicarakan wacana batu-batuan sampa menjadi cukup umur 18 tahun yang sudah mengenal cinta dan bicara wacana kehidupan. Boyhood menunjukkan bahwa perjalanan hidup memang sebegitu indah dan menariknya.

Belum ada Komentar untuk "Boyhood (2014)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel