Housebound (2014)

Disaat tahun ini Hollywood kering film horror berkualitas, siapa sangka dua negara yang saling bertetangga yaitu Australia dan Selandia Baru mengisi kekeringan itu dengan mengirimkan "perwakilan" berupa film horror elok dengan konsep yang unik. Australia dengan The Babadook (review) mungkin lebih banyak mencuri perhatian dengan buzz begitu gencar, tapi bukan berarti Housebound yang merupakan film Selandia Baru buatan sutradara debutan Gerartd Johnstone ini kalah memikat. Sebelum menonton saya tidak tahu bercerita ihwal apa pastinya film ini kecuali ihwal rumah hantu (dilihat dari judulnya) dan mengkombinasikan tema haunted house tersebut dengan sentuhan komedi. Memang film ini unik, alasannya ialah adegan pembukanya pun tidak ibarat kebanyakan film-film rumah hantu lain yang selalu dibuka dengan perkenalan terhadap rumahnya. Film dibuka dengan adegan perjuangan perampokan ATM (yang konyol) oleh Kylie (Morgana O'Reilly) dan seorang temannya yang berujung kegagalan. Atas perbuatannya itu Kylie diharuskan menjadi tahanan rumah selama delapan bulan.

Bagi Kylie, rumah daerah ia harus menghabiskan hukumannya itu bukanlah rumah, alasannya ialah disana ia harus kembali tinggal bersama sang ibu, Miriam (Rima Te Wiata) dan ayah tirinya, Graeme (Ross Harper) yang tidak ia sukai. Bagi Kylie, ibunya ialah seseorang menyebalkan dan cerewet. Tidak hanya itu, Kylie yakin bahwa sang ibu menderita dementia alasannya ialah selalu menyampaikan bahwa rumah daerah mereka tinggal ialah rumah berhantu yang sering mengeluarkan suara-suara gila dan banyak barang yang tiba-tiba menghilang. Tentu saja Kylie tidak percaya dengan kisah-kisah supranatural dari sang ibu hingga pada suatu malam mengalami banyak sekali kejadian misterius secara langsung, mulai dari suara-suara misterius hingga boneka beruang yang bisa berbicara sendiri. Kondisi jadi semakin mengerikan bagi Kylie ketika ia pada kesudahannya berhasil mengungkap sebuah belakang layar kelam yang pernah terjadi dalam rumah itu beberapa tahun sebelum ia dan keluarganya tinggal disana. Dari situlah Housebound mulai melemparkan kejutan demi kejutan tak terduga dalam plotnya.
Ada sebuah perbedaan fundamental antara Housebound dengan kebanyakan film horror bertemakan rumah berhantu lainnya. Bukan komedi, bukan twist, tapi fokus. Fokusnya bukan kepada rumah hantu itu sendiri tapi lebih kepada karakter-karakter di dalamnya. Hal itu sudah tergambar dari opening-nya itu, yang lebih menentukan untuk menampilkan "siapa karakternya" dulu daripada "ada apa di dalam rumah berhantunya". Pemilihan fokus itu terus konsisten sehingga menciptakan film ini tidak kosong dalam pergerakan alurnya. Tidak hanya menjual ketegangan dari rangkaian scare jump maupun kisah hantu-hantuan saja tapi karakternya pun ikut bergerak. Berbekal sosok Kylie yang berbeda dengan heroine film horror pada umumnya dimana ia kuat, penuh kesinisan, seenaknya sendiri dan ibarat yang dikatakan ibunya "always antagonizing everyone" makin menimbulkan film ini menarik. Bicara soal karakter, amat masuk akal bahwa dalam sebuah film horror apalagi yang mengandung unsur supranatural kita dipertemukan dengan huruf skeptikal. Housebound mampu memutar balikkan karakterisasi itu. 
Hal itu dilakukan dengan beberapa cara, ibarat dengan menempatkan sosok Amos (Glen-Paul Waru) hingga merubah definisi skeptikal yang biasanya hadir. Bicara soal sosok skeptikal dalam horror, pastinya dengan gampang kita akan menebak bahwa mereka ialah yang tidak percaya akan kisah-kisah hantu yang dilontarkan huruf utamanya. Ya, pada awalnya itulah yang terjadi, tapi seiring dengan berjalannya plot, bukan hanya itu definisi skeptikal yang dihadirkan film ini. Ketidak percayaan yang hadir bukan alasannya ialah ceritanya, tapi kepada "siapa" yang menceritakan kisah itu, satu lagi bukti bahwa Housebound memberikan fokus besar pada karakter. "Sasaran" dari rasa tidak percaya itu bukannya dongeng supranatural, tapi Kylie yang dianggap bermaslah. Kaprikornus intinya apapun yang diceritakan Kylie, maka orang-orang akan lebih percaya sebaliknya, bahkan ketika apa yang ia ceritakan amat rasional. Lewat filmnya ini Gerard Johnstone memasukkan aspek sosial ihwal penghakiman dan stereotip, dimana banyak dari kita cenderung menilai dongeng bukan dari dongeng itu sendiri tapi lebih kepada siapa yang menceritakannya.

Housebound adalah percampuran banyak sekali macam genre yang menyenangkan, mulai dari horror, komedi, thriller, hingga misteri. Hebatnyam Gerard Johnstone bisa mencampur aduk semua itu dengan cukup baik. Memang pada kesudahannya yang paling menonjol ialah unsur thriller dan misterinya yang menciptakan saya terus antusias untuk ikut mengungkap misteri dibalik rumah Kylie, hingga kesudahannya hadir tanggapan demi tanggapan mengejutkan yang begitu memuaskan. Komedinya yang lebih banyak didominasi ialah slapstick dan komedi hitam juga cukup efektif. Tidak hanya rasa ingin tau dan ketegangan yang hadir tapi juga tawa di beberapa momen. Ironisnya justru aspek horornya yang terasa kurang menggigit, tapi toh dengan keberhasilan aspek-aspek lainnya saya tetap menikmati film ini. Seperti The Babadook pula, bila kalian "telanjangi" aspek supranatural film ini, maka hasil kesudahannya ialah sebuah kisah psikologis yang menarik dengan dongeng berbobot, suatu hal yang bakir balig cukup akal ini amat jarang dimiliki film horror mainstream. Oh, and Morgana O'Reilly is really gorgeous

Belum ada Komentar untuk "Housebound (2014)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel