The Good Dinosaur (2015)
"Inside Out" ialah masterpiece dari Pixar. Tidak hanya menandai kebangkitan studio animasi tersebut, tapi juga salah satu karya terbaik mereka. Karena itu "The Good Dinosaur" mengemban misi maha berat, sebab dirilis tidak hanya setelah, tapi juga di tahun yang sama (hanya berjarak sekitar lima bulan). Ekspektasi penonton bakal setinggi langit, dan sejarah mencatat seorang Nolan dalam The Dark Knight Trilogy pun tak sanggup menciptakan suksesor yang menyamai masterpiece-nya. Makara kurang bijak rasanya membandingkan film ini dengan "Inside Out". Bila dirasa perlu, bandingkanlah dengan keseluruhan karya Pixar lain, which is already a very high standard. "The Good Dinosaur" yang sudah dikembangkan semenjak tahun 2009 dan mengalami dua kali pemunduran kegiatan rilis ini mempunyai konsep menarik perihal alternate timeline, dimana asteroid yang "seharusnya" melenyapkan populasi dinosaurus hanya terbang melewati Bumi.
Karena zaman yang lebih panjang, para dinosaurus pun "berevolusi". Herbivora bercocok tanam, sedangkan karnivora beternak hewan. Arlo ialah anak bungsu dari tiga bersaudara Apatosaurus. Keluarganya mempunyai ladang yang tiap hari mereka urus bersama. Tapi disaat kedua saudaranya dengan gampang melaksanakan pekerjaan, Arlo yang lemah dan penakut tak bisa berbuat banyak. Dalam keluarga itu, tanda bahwa mereka telah melaksanakan hal berkhasiat dalam hidup ialah cap kaki di Silo Jagung. Arlo jadi satu-satunya yang belum mendapat itu, dan ketidakmampuannya dalam aneka macam bidang menciptakan kedua orang tuanya khawatir. Tentu kita tahu kemana arah kisah yang ditulis Meg LeFauve ini, termasuk dikala Arlo bertemu anak insan yang kelak ia beri nama Spot. Terdapat permainan tugas unik, dikala dinosaurus digambarkan sudah lebih maju dan beradab, sedangkan insan masih ibarat binatang liar.
Permainan tugas itu masuk kebijaksanaan secara logika, sebab dalam alternate timeline ini, dinosaurus telah lebih usang hidup yang artinya lebih banyak waktu untuk berkembang. Mungkin bakal ada argumen bahwa "manusia secara alamiah lebih berakal". Itu benar, tapi penggambaran Arlo dan Spot merupakan perjuangan menyamaratakan insan dengan dinosaurus ataupun makhluk hidup lain. Faktor itu mengambarkan kreativitas eksplorasi yang berpengaruh dalam konsep filmnya. Tapi perjalanan alur beserta dinamika emosinya bernasib lain. Petualangan Arlo dan Spot tak lebih dari hidangan formulaik dengan fokus perkembangan Arlo mengatasi rasa takutnya. Penonton tahu di tamat ia akan berhasil mengatasi semua ketakutan. Kita juga tahu dua huruf beda spesies itu (bisa diimplementasikan sebagai ras dalam kehidupan antar-manusia) jadinya sanggup saling menyayangi, saling berkhasiat satu sama lain. Terlalu predictable yang menciptakan momen emosional pun tak berjalan dengan baik.
Kapan dan ibarat apa film ini akan berusaha menguras air mata penonton sudah bisa diantisipasi. Eksekusinya tak jauh lebih elegan dari formasi film tearjerker kebanyakan. Kehilangan, kematian, perpisahan, pertemuan kembali menjadi contoh-contoh momentum klise. Kekurangan tersebut juga dilandasi oleh tidak adanya keterikatan antara saya dengan karakternya. Tapi apakah itu artinya "The Good Dinosaur" buruk? Sama sekali tidak. Beberapa kehangatan masih tetap tersaji, begitu pula tawa. Ditinjau secara komedi, film ini justru termasuk hidangan paling lucu Pixar dalam beberapa tahun terakhir (adegan "teler" jadi favorit saya). Di samping itu, ada beberapa aspek lain yang coba dieksplorasi selain emosi. Salah satunya visual. Kualitas animasi film ini ialah yang terbaik diantara karya Pixar lain, yang mana telah mempunyai tingkatan tinggi. Tak hanya indah, namun tampak nyata. Coba tengok pepohonan, pegunungan, matahari, badai, juga air yang ada. It looks real, all of it. Desain Arlo dan Spot yang tetap "kartun" memang bertujuan "mengingatkan" penonton bahwa film ini ialah animasi.
Masih dari segi teknis, "The Good Dinosaur" tak ubahnya perjuangan Pixar untuk menciptakan film western. Landscape pemandangannya mengingatkan pada bagaimana western mengeksploitasi luasnya padang gersang atau pegunungan. Kisahnya pun bertutur mengenai huruf yang melaksanakan perjalanan demi menemukan rumah, yang mana sering dilakukan huruf dalam genre tersebut. Menyoal karakter, sosok Tyrannosaurus berjulukan Butch yang menggembala binatang tentu menghadirkan komparasi dengan tokoh-tokoh koboi. Atmosfer turut menghadirkan kesan serupa, dimana banyak momen damai dengan pergerakan lambat yang menciptakan filmnya bagai tontonan arthouse. Tidak jarang "The Good Dinosaur" hanya menampilkan scenery atau tindakan huruf dalam keheningan tanpa dialog. Tujuannya untuk memberi penonton waktu mengobservasi sekaligus mencicipi ambience dari tiap adegan, dan itu cukup berhasil meski riskan menciptakan penonton merasa ceritanya tak menyuguhkan apapun. Kemudian poin paling mengejutkan yang mencerminkan western adalah kebrutalan. Pixar sudah sering bermain di ranah dewasa, tapi kebanyakan sifatnya implisit, dimana anak tak terlalu mengerti. Sedangkan "The Good Dinosaur" berada pada tingkatan berbeda.
Sebagai contoh, huruf yang jatuh tidak akan terlihat baik-baik saja. Mereka akan terluka, dan sebab visual yang mumpuni, luka itu tampak menyakitkan pula. Saya tidak akan menyebutkan kebrutalan lain, tapi ada satu momen yang begitu mengejutkan sampai menciptakan saya sedikit berteriak. Bagi anda yang ingin membawa anak kecil saya sarankan hati-hati, sebab bukan tak mungkin mereka bakal ketakutan, atau bahkan bermimpi jelek sepulang dari bioskop. Mengapa Pixar menghadirkan hal brutal tersebut? Jawabannya ialah untuk menguatkan sisi survival yang menjadi fokus. Arlo ialah sosok lemah, dan alam liar tentu tidak akan dekat baginya. Perjalanan di alam liar tak ubahnya mimpi buruk. Kesan brutal justru cocok menunjukkan pernyataan bahwa petualangan Arlo bukan "jalan-jalan menyenangkan". Beberapa momen pun terasa mengerikan dan itu bersinergi dengan visual realistiknya, menimbulkan "The Good Dinosaur" sebagai petualangan dengan alam sebagai musuh yang tersaji secara realistis.
Tidak keliru menciptakan film animasi yang kurang dekat bagi anak-anak. Karena pada masa sekarang, kurang sempurna menyebut animasi sebagai tontonan murni untuk anak kecil. Jika ada yang salah, maka itu ialah promosinya yang menyatakan diri sebagai film semua umur. Tapi saya tidak akan memandang jelek film ini sebab kekeliruan promosi, termasuk dikala filmnya mendapat judul "Dino yang Baik" di Indonesia semoga bisa menggaet lebih banyak penonton anak. Dari sisi keterkaitan film dan industri, targeting audience film ini buruk, salah kaprah, dan bakal angker bagi anak kecil. Tapi saya selalu beranggapan bahwa baik buruknya karya secara estetika tak memandang hal itu. I like "The Good Dinosaur". It's an emotionally flat and the script is also thin, but the dazzling visual, funny jokes and its approach to be realistic are clearly amusing. How about the brutal and scary aspects? I consider most of it as a "black comedy".
Belum ada Komentar untuk "The Good Dinosaur (2015)"
Posting Komentar