Momentum (2015)

Satu-satunya alasan menonton Momentum adalah Olga Kurylenko. Saya selalu merasa tatapan matanya yang tajam sempurnya menjadikannya sebagai action heroine. Kelebihan sang aktris itu juga yang menghiasi trailer film ini. Saya tidak peduli sutradara Stephen Campanelli pernah menjadi kameraman seorang Clint Eastwood. Saya tidak peduli apa yang ditawarkan naskah garapan Adam Marcus dan Debra Sulivan (if there any). Saya tidak peduli dengan kehadiran Morgan Freeman yang sudah bisa ditebak kehadirannya tidak akan memberi banyak dampak pada alur, alias hanya sebagai penambah daya jual. Saya hanya ingin melihat Olga Kurylenko beraksi sebagai badass heroine yang tanpa ragu menghajar musuh-musuhnya. Sungguh, jangan berharap lebih dari itu. 

Ceritanya dimulai dengan adegan perampokan di sebuah bank oleh sekelompok orang berkostum ala Snake Eyes-nya G.I. Joe ditambah ornamen lampu dengan warna berbeda untuk tiap orang tanpa tujuan apapun selain untuk memberi tahu penonton "who's talking what". Momen pembuka ini memperlihatkan aneka macam teknologi yang cukup layak hadir dalam film science-fiction. Topeng para perampok diengkapi alat pengubah suara. Bank itu pun mempunyai teknologi canggih sebagai pengaman brankas, yakni alat pemindai insan yang bisa mendeteksi seluruh jaringan badan secara detail. Bahkan alat itu sanggup mengetahui hilangnya satu saja gigi seseorang, meski dengan bodohnya sanggup "ditipu" dengan cara menempelkan gigi itu lagi secara paksa. Apakah Momentum berada di sebuah setting masa depan? Nampaknya bukan, alasannya ialah secara aneh kita tidak menemukan teknologi lain yang "sepadan" dengan semua itu begitu beranjak dari adegan pembuka. Semuanya hanyalah perjuangan biar filmnya lebih stylish tanpa mempedulikan kontinuitas.
Sebuah perselisihan antar-perampok mengakibatkan salah satu dari mereka terbunuh, dan seorang lagi yaitu Alex (Olga Kurylenko) terbongkar penyamarannya. Tanpa sepengetahuan Alex, perampokan yang diprakarsai oleh mantan kekasihnya, Kevin (Colin Moss) ternyata menyimpan maksud lain. Bukan hanya berlian yang menjadi sasaran utama, melainkan konspirasi untuk memeras seorang Senator (Morgan Freeman). Jangan berpikir ada konspirasi penuh twist yang cerdas. Baik naskahnya maupun penggarapan Campanelli terlalu berusaha keras memberikan kejutan, namun lupa merangkai narasi yang padu. Pada karenanya bukan kejutan menyenangkan, melainkan lubang kekosongan yang berpotensi membuat kebingungan bagi penonton mengenai apa kejadian sesungguhnya.

Pemerasan itu tidak berjalan lancar dan justru berujung pada terbunuhnya Kevin oleh anak buah sang Senator, yakni Mr. Washington (James Purefoy). Belakangan diketahui ada sebuah drive dalam kantong berisikan berlian hasil curian tersebut. Kini drive itu ada di tangan Alex, yang membuatnya menjadi sasaran berikutnya dari Mr. Washington. Lupakan semua unsur konspirasi atau perjuangan film ini memberikan kritik pada korupnya pihak pemerintahan Amerika Serikat. Karena tidak ada satupun yang tersaji dengan baik. Terkadang dongeng dalam Momentum memang terlalu ambisius. Adam Marcus dan Debra Sulivan sendiri tidak mempunyai kualitas untuk membuat penceritaan kompleks yang kuat. Bahkan konklusinya mencoba memberi ruang untuk sekuel dengan skala agresi serta dongeng lebih besar. This movie "bite more than it can chew."
Tapi lagi-lagi memang naskah berpengaruh bukan apa yang aku harapkan dari Momentum. Sebagai action-thriller, film ini masih berada di jalur tradisional. Dengan kata lain adegan kejar-kejaran sampai perkelahian baik tangan kosong maupun melibatkan senjata api masih menjadi andalan. Untuk hal-hal ini, Stephen Campanelli terbukti punya kapasitas mumpuni. Alurnya berjalan cepat dengan intensitas ketegangan terjaga cukup rapih. Bahkan pada beberapa kepingan yang menampilkan action, Campanelli cukup cerdas dalam mengemas komposisi dan timing-nya. Seperti dikala anak buah Washington tengah mengejar Alex di dalam hotel. Saya suka dikala Alex tiba-tiba menembak dari dalam ruangan. It was unexpected and smartly executed. Hadirnya tingkat kekerasan yang cukup tinggi turut menjadi formula efektif sebagai "bahan bakar" film.

Olga Kurylenko memenuhi ekspektasi saya. Mata yang tajam memancarkan tatapan beraura dingin, memberikan keyakinan bahwa sosok Alex bukan sekedar perempuan biasa. Dia memang spesialis dalam bidangnya. Pada kala dimana kita membutuhkan figur action heroine baru sebagai pengganti Angelina Jolie, Olga Kurylenko bisa menjadi penerus yang sempurna. Diluar dugaan, James Purefoy bisa memberikan sosok memorable villain yang sepadan bagi Alex. Sosoknya damai lengkap dengan senyuman intimidatif sebagai penguat kesan bahwa ia tidak ragu menghabisi siapapun penghalang tujuannya. Mr. Washington dan Alex ialah lawan sepadan. Sehingga, walaupun Alex merupakan seorang "profesional" ia tetap harus menghadapi aneka macam rintangan berat dalam menghadapi Washington. Hal itu yang membuat Momentum terasa menyenangkan dan tidak kehabisan daya sebagai sebuah film "kucing-kucingan".

Belum ada Komentar untuk "Momentum (2015)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel