Love & Mercy (2014)
Selalu menyenangkan untuk menikmati suatu hal yang menjauh dari formula standar. Hal tersebut sanggup berbentuk film, musik, apapun. Suatu perbedaan telah memperlihatkan poin plus, sebelum kesudahannya kita menelisik lebih jauh apakah perbedaan itu berhasil dengan baik atau tidak. "Love & Mercy" karya sutradara Bill Pohland mempunyai pembeda dalam hal struktur kisah yang menjauhkannya dari sajian biopic kebanyakan. Pada umumnya, film biografi bergerak mengikuti pakem "rise and fall" dari tokoh yang diangkat kisah hidupnya. Sedangkan film yang mengangkat kehidupan Brian Wilson, pentolan sekaligus songwriter dari band The Beach Boys ini menggunakan alur non-linier serta memberi fokus lebih banyak untuk atmosfer daripada sekedar plot. Keputusan ini substansial, sebab berjalan selaras dengan sosok Brian Wilson. Dia berani membuat perbedaan ketika merekam album "Pet Sounds" dan isi kepalanya pun banyak dikacaukan oleh mental illness yang ia derita.
"Love & Mercy" secara bergantian mengisahkan fase kehidupan Brian Wilson ketika periode "Pet Sounds" (diperankan Paul Dano) dan masa dimana ia harus bergulat dengan penyakit mentalnya (diperankan John Cusack). Pada tahun 1960-an, The Beach Boys mencapai puncak kesuksesan lewat lagu-lagu senang bertemakan kultur berselancar, percintaan remaja dan mobil. Tapi pada suatu momen, Brian menerima panic attack dan mendadak ingin mundur dari tur ke Jepang yang tengah mereka jalani. Brian berniat pulang ke rumah untuk merekam album yang yakini bakal menjadi "the greatest album ever made". Terinspirasi dari album "Rubber Soul" dari The Beatles yang masing-masing lagu saling berkaitan dalam satu tema, Brian pun berniat melaksanakan hal serupa. Dia tinggalkan nuansa cheerful serta kesederhanaan aransemen yang mencirikan The Beach Boys. Semuanya digantikan oleh tone lagu yang lebih dewasa, lebih kelam, serta penuh eksperimen menyerupai penggunaan bunyi anjing sampai bel sepeda.
Penceritaan pada periode ini menyebabkan musik sebagai fokus utama menyerupai seharusnya. Baik album "Pet Sounds" maupun single "Good Vibrations" yakni masterpiece, dan film ini berhasil memperlihatkan proses rekaman yang memang menggambarkan "masterpiece in the making." Terdapat rangkaian adegan ketika Brian mengarahkan band-nya secara intensif pada sesi rekaman sampai membawa masuk beberapa ekor anjing kedalam studio. Bill Pohland created an excitement through those sequences as Paul Dano walking around the studio like a mad yet genius professor guiding his students. Sang pemeran meyakinkan sebagai jenius yang karam dalam keliaran eksplorasi, sekaigus disaat bersamaan makin terpuruk dalam gangguan psikologis. Produk musik selesai bukan menjadi fokusnya, namun bagaimana dinamika yang tercipta dalam proses tersebut, ketika wangsit mengalir deras dari imaji seniman jenius adaah pusatnya. Terdapat konflik antara Brian dengan Mike Love (Jake Abel) yang menganggap "Pet Sounds" akan sulit menuai kesuksesan komersil, dan album tersebut lebih kearah karya personal Brian daripada hasil kolektif The Beach Boys.
"The opressed artist" dan "idealism versus commercialism" adalah dua tema sentral film ini pada periode The Beach Boys. Brian merupakan representasi seorang seniman yang hanya ingin meluapkan isi hati serta keliaran berekspresi dalam karya. Namun justru kedua sisi itu membuatnya acapkali terlibat dalam konfrontasi. Berbagai duduk masalah tercipta, semakin banyak pihak yang menentangnya, menempatkannya dalam keterasingan. Berawal dari situlah kekacauan psikisnya makin menjadi, ketika kebebasan mencurahkan karya semakin ditekan. Saya dibentuk memahami proses terbentuknya Brian di kemudian hari, tepatnya fase penceritaan kedua film ini. Saat itu Brian tengah menerima perawatan intensif dibawah pengawasan penuh selama 24 jam dari psikolog berjulukan Eugene Landy (Paul Giamatti). Brian dijauhkan dari keluarganya, dikurung di dalam rumah, dan Eugene selalu mengawasi apa yang ia makan dan segala detail kesehariannya. Brian tak keberatan sebab mengetahui psikisnya tidak baik-baik saja. Saat itulah ia bertemu dengan Melinda Ledbetter (Elizabeth Banks), seorang saleswoman yang kelak menjalin percintaan rumit dengan Brian.
Hubungan keduanya menjadi rumit sebab interfensi dari Eugene yang meminta laporan dari Melinda setiap kali ia bertemu dengan Brian. Musik tak lagi menjadi fokus utama, berganti dengan kondisi Brian yang makin parah dan perjuangan Melinda membebaskan Brian. Kebebasan. Dalam kedua fase penceritaan memang itu yang tak dimiliki Brian. Dia selalu berada di bawah kontrol pihak lain, entah sang ayah, rekan-rekannya, studio rekaman, atau Eugene. Alur pada fase yang kedua ini menampilkan imbas puncak dari semua kontrol tersebut. Tidak kalah dengan Dano, John Cusack pun meyakinkan sebagai Brian. Sosoknya terlihat lifeless, clueless dan helpless, memancing simpati penonton padanya sekaligus Melinda. Karakter Eugene mungkin tak menerima eksplorasi mendalam, tapi letupan emosi Paul Giamatti dan pembawaannya memudahkan penonton untuk membenci sosoknya, sekaligus menguatkan rasa iba terhadap Brian.
Penggunaan dua pemeran berbeda meski jangka waktu yang dirangkum tak terlalu panjang mempunyai alasan. Pohland merasa bahwa physically, Brian mengalami perubahan signifikan pada periode 80-an. Masalahnya, terdapat gap diantara dua timeline. Jarak baik pada fokus penceritaan, tampilan fisik aktor, sampai karakterisasi. Secara proses berkembang, memang logis ketika Brian versi Dano menjadi versi Cusack, tapi aku tidak merasa ada benang merah selain nama huruf pada kedua timeline. Keduanya menyerupai berasal dari dua film berbeda mengenai Brian Wilson yang digabung menjadi satu. Bill Pohland kurang berhasil menyatukan kedua masa itu secara halus, sehingga eksperimennya untuk merangkum biopic lewat jalan yang tidak tradisional pun tak sesukses eksperimen Brian dalam "Pet Sounds". Namun dalam hal atmosfer, eksperimen itu berhasil. Atmosfer penciptaan karya musik, sampai mengenai gangguan mental Brian. There's one particular scene near the end, a surreal one that feels a little bit psychedelic. It shows that Bill Pohland is capable of creating a unique and extraordinary movie.
Belum ada Komentar untuk "Love & Mercy (2014)"
Posting Komentar