Nina Forever (2015)
The ghosts of your past will always haunt you. Masa kemudian memang selalu membayangi tiap sendi kehidupan seseorang, tak terkecuali urusan percintaan. Lihat sekeliling kita, seringkali suatu relasi terganggu oleh kenangan masa kemudian (baca: mantan), entah alasannya salah satu masih belum bisa move on, atau alasannya seseorang tak bisa melepaskan kecemburuan terhadap mantan dari kekasihnya. Konflik semacam itu akan relatable bagi banyak orang, namun bakal jadi pekerjaan berat menjauhkan kesan klise pada film bertema serupa. Melalui Nina Forever, dua bersaudara Ben dan Chris Blaine (bertindak selaku sutradara sekaligus penulis naskah) memberi twist untuk seluk beluk dunia romansa dengan menaburkan bumbu horor penuh kejanggalan.
Nina (Fiona O'Shaughnessy) telah meninggal alasannya kecelakaan mobil, membuat kekasihnya, Rob (Cian Barry) dirundung murung mendalam bahkan menjadi suicidal beberapa kali coba bunuh diri dengan jatuh dari motor. Rob sendiri setiap ahad rutin mengunjungi orang bau tanah Nina, membuatkan kesedihan demi saling menguatkan. Hingga suatu hari, di supermarket tempatnya bekerja Rob bertemu dengan Holly (Abigail Hardingham). Keduanya mulai jatuh cinta. Namun tatkala mereka berafiliasi seks, mendadak Nina "hidup kembali", menyatakan rasa tidak terimanya jikalau Rob telah mendapat kekasih baru. Jadilah Rob dan Holly harus berusaha keras melaksanakan banyak sekali cara guna membuat Nina beristirahat dalam damai.
Kekuatan utama Nina Forever terletak pada kecerdikan Ben dan Chris Blaine merangkai naskah berisikan metafora mengenai relasi romansa. Kejadian-kejadian biasa semisal kecemburuan dua perempuan atau perjuangan Holly membuang barang-barang yang mengingatkannya pada romansa masa kemudian Rob dan Nina, disulap jadi tak biasa lewat sentuhan supranatural. Bahkan sejatinya judul 'Nina Forever' pun kolam sindiran bagi mereka yang menyatakan "cinta selamanya" bagi sang kekasih. Menilik sisi penyutradaraan pun, Blaine Brothers punya visi unik nan selaras dengan dongeng twisted filmnya kala memvisualkan sebuah adegan. Beberapa momen menampilkan Nina menampakkan diri terasa creepy sekaligus kocak di ketika bersamaan. Sayangnya mencapai pertengahan durasi sempat ada kesan repetitif akhir adegan Nina "menginterupsi" seks dilakukan berulang kali.
Performa cast-nya turut memperkuat tone berlawanan (humor dan drama/horor kelam) yang coba dibangun. Bermodalkan mata sayu miliknya, Abigail Hardingham piawai menghidupkan gejolak perasaan abjad peranannya sembari menghadirkan deadpan comedy tepat guna lewat ekspresi. Namun Fiona O'Shaughnessy merupakan bintang terbesar yang tiap kemunculannya tak hanya mencuri perhatian Rob dan Holly tapi juga penonton. Tampil telanjang lingkaran sepanjang film, penghantaran kalimatnya penuh sarkas menggelitik, sementara gestur anehnya sebagai mayit hidup penuh luka parah mencuatkan kengerian sekaligus kelucuan dalam satu waktu. Her presence is strong even when she's just sitting quietly doing nothing.
Istilah "the ghost of the past" diwujudkan secara literal lewat kemunculan Nina di mana ia berperan menggali perjalanan karakter-karakternya menghadapi masa lalu. Rob kesulitan move on, sedangkan pikiran Holly makin terganggu, dikuasai obsesi untuk menyingkirkan Nina. Hal itu membuat dinamika menarik ketika relasi Rob dan Holly terus berlangsung. Rob tampak lebih cheerful, sebaliknya kita mempertanyakan apakah Holly masih mencintainya atau sekedar terkurung dalam obsesi kepada Nina. Pertanyaan serupa patut disematkan bagi interaksi Rob dengan kedua orang bau tanah Nina. Is it a mutualism symbiosis or parasitism? Apakah jalinan itu murni demi saling menguatkan atau ada fakta lain? Beberapa aspek di atas cukup membuat eksplorasi menarik akan "dealing with grief" serta cinta. 'Nina Forever' is a smart yet fucked up anti-date movie that feels relatable in a weird way.
Belum ada Komentar untuk "Nina Forever (2015)"
Posting Komentar