D.P.O - Detachement Police Operation (2016)
Pada 2013 lalu, "Azrax Melawan Sindikat Perdagangan Wanita" sukses menjadi fenomena. Kualitasnya yang teramat jelek justru memberi hiburan tersendiri, masuk ranah "so bad it's good movie" lalu memunculkan cult following bernama "Xahabat Azrax". Apakah sekuelnya akan dibuat? Kapan DVD-nya rilis? Kegaharan apalagi yang bakal ditawarkan AA Gatot sehabis mencabut lampu taman? Pertanyaan-pertanyaan tersebut rutin bergulir, bahkan hingga tiga tahun berselang ketika "D.P.O (Detachement Police Operation)" rilis. Kesampingkan fakta bahwa film ini bukan sekuel "Azrax", keterlibatan AA Gatot selaku hero agresi sudah cukup memupuk antisipasi. Terlebih kala di dunia aktual sang GURU SPIRITUAL ini ternyata masuk D.P.O alias Daftar Pencarian Orang (ups!).
Sebagaimana matahari terbit di ufuk Timur kemudian karam di Barat alias takdir alam yang sudah tak bisa ditawar-tawar, AA Gatot memerankan seorang jagoan, hebat beladiri, Kapten kepolisian yang sangat dihormati bawahannya. Sang Kapten berjulukan Sadikin. Ya, bukan Azrax, bukan Drax, bukan Berax. Sederhana saja: Sadikin! Konon, Kapten Sadikin menyimpan dendam kepada Satam (Torro Margens), seorang bandar narkoba yang menentukan tinggal di perkampungan kumuh berjulukan Rawa Keling guna menghindari kecurigaan polisi. Demi membalas maut orang tercintanya, Kapten Sadikin membentuk satuan khusus, sebuah tim elit berisikan orang-orang kepercayaan yang juga begitu percaya pada Sadikin. Saking percayanya, mereka mau bergabung walau belum mendengar misi secara detail.
Terkumpul lima orang anggota termasuk Sadikin dengan keahlian berbeda-beda: Tatang (Deswyn Pesik) si laki-laki jago beladiri, Julie (Nabila Putri) si perempuan jago beladiri, Ganta (Afdhal Yusman) si playboy jago beladiri, dan Andi (Thomas Joseft) si hebat pisau yang juga jago beladiri. Mungkin hanya Sadikin saja yang kurang jago beladiri, alasannya sepanjang film ia lebih sering memegang pistol, berjalan sendiri meninggalkan tim meski beliau selalu menekankan kebersamaan di antara mereka. Tapi bukan masalah, mengingat Kapten satu ini punya senjata lain yang jauh lebih ampuh: KHARISMA! Kharisma ini bahkan bisa menggerakkan hati seorang anak kecil untuk mengorbankan nyawa demi melindungi Sadikin dari tikaman pisau.
Jurang pembeda antara "D.P.O" dengan "Azrax" ialah ambisi besarnya menjadi film serius. Konsepnya mengingatkan pada "The Raid", yaitu perihal serbuan maut (pun intendeed) sekelompok satuan khusus ke jantung pertahanan musuh yang dipimpin seorang penjahat sinting. Konsep tersebut potensial apabila filmnya bisa menghidupkan perasaan terperangkap yang dialami para protagonis. Usaha membangun intensitas serta keseruan agresi sejatinya nampak, tatkala fighting scene hasil koreografi Deswyn Pesik tersaji solid. Karakter Tatang yang Pesik perankan pun sukses mencuri perhatian. Tatang ialah tokoh badass, bisa menghajar puluhan musuh seorang diri hanya bermodalkan skill beladiri tangan kosong. He's the best and the only good thing in this movie.
Ironisnya, keseriusan itu justru menciptakan "D.P.O" gagal menandingi "Azrax" dalam kapasitasnya menghibur penonton. Hasilnya tanggung. Dipandang sebagai kekonyolan disengaja terang sulit mengingat tiap perkelahian dikemas serius. Tapi sebagai action-thriller, film ini jatuh akhir tebaran plot hole, serta obrolan menggelikan. Bagaimana bisa saya menganggap serius "D.P.O" ketika di sela-sela perkelahian muncul pertanyaan semisal "kalau stasiun televisi saja bisa meliput serbuan kenapa bala derma sulit datang?". Atau obrolan menggelikan kala Sadikin mendengar dari telepon bahwa salah satu anggota tim telah tewas kemudian merespon "dua orang kita telah mati". Setidaknya kebodohan-kebodohan tersebut masih menyajikan tawa.
Bagaimana dengan akting AA Gatot Brajamusti? Jangan khawatir, anda masih akan menemukan pelafalan obrolan yang tidak sinkron antara cara pengucapan intonasi dan emosi dengan konten, Bahasa Inggris belepotan, kemampuan beladiri seadanya, juga senyuman mesum nan creepy khas AA. Sayang, porsi sang mega bintang terlampau minim, harus membuatkan screentime dengan keempat anak buahnya. Alhasil, canda tawa mengamati penampilan AA Gatot di film ini tak sebanyak "Azrax". Hampir semua formula yang mengakibatkan "Azrax" cult movie dimiliki "D.P.O", mulai alur di luar nalar, baris obrolan menggelikan, hingga performa kelas wahid AA Gatot. Sayang, niatan tampil serius pada pengadeganan agresi bahkan sentuhan atmosfer kelam (kematian salah satu huruf cukup mengejutkan) menjauhkannya dari status "so bad it's good". This one's simply a bad movie.
Ticket Sponsored by: Bookmyshow ID
Belum ada Komentar untuk "D.P.O - Detachement Police Operation (2016)"
Posting Komentar