Insya Allah, Sah! (2017)
Entah berbentuk kritik atau sindiran dalam satir maupun semata olok-olok jenaka, unsur "ketidakseriusan" milik komedi sanggup berfungsi memperhalus penyampaian sebuah pesan. Lalu apa hasilnya ketika suguhan komedi justru bagai berceramah secara bertubi-tubi dalam berpesan hingga mengesampingkan undangan tertawa bagi penonton? Demikianlah Insya Allah, Sah! adaptasi novel berjudul sama karya Achi TM yang mengandung DNA serupa drama religi preachy perfilman kita. Menyedihkan ketika mendapati medium bersenang-senang pengendur otot turut dijajah polisi moral begini.
Silvi (Titi Kamal) sedang harap-harap cemas dilamar oleh kekasihnya, Dion (Richard Kyle), tetapi kesialan-kesialan bagai enggan menjauh darinya. Bahkan begitu lamaran terjadi, keberuntungan tak jua tiba ketika persiapan ijab kabul selalu dihantam rintangan. Belum lagi, Silvi mesti menghadapi Raka (Pandji Pragiwaksono), laki-laki lugu anak buah Dion yang selalu menasehati semoga rajin beribadah, yang mana termasuk nazar Silvi tatkala terjebak dalam lift bersama Raka. Benarkah masalah-masalah tersebut disebabkan keengganan Silvi menjalankan nazarnya?
Tidak saya pungkiri pesan utama Insya Allah, Sah! baik, bahwa seseorang wajib memenuhi janji, terlebih jikalau ditujukan pada Tuhan. Akan gampang mendapatkan tuturan itu apabila intisari sanggup penonton petik dengan sendirinya alih-alih beruntun diutarakan oleh seorang man-child yang gemar menginvasi ruang personal wanita. Seperti poin utama kisahnya, Raka berniat baik. Tapi sewaktu ia selalu hadir tak kenal waktu, mulai muncul di depan rumah Silvi hingga menelepon tengah malam, ketimbang peduli sosoknya justru terkesan creepy. Apalagi Raka yaitu fully functional adult, paham soal agama, pun diceritakan jago mengurus bisnis musik (entah bagaimana caranya), menjadikannya bukan representasi kemuliaan hati insan polos, melainkan stalker mengerikan.
Bagai sejalan dengan banyak sisi mengkhawatirkan negeri ini seputar info moral dan agama, Insya Allah, Sah! tidak saja preachy menasihati wacana agama, pula asal senggol soal info sensitif untuk materi humor. Misalnya pemakaian huruf bencong dan LGBT sebagai materi lawakan usang, yang salah satunya muncul ketika Raka menasihati satu laki-laki semoga "kembali pada kodratnya". Pun jikalau sekedar ditinjau dari kualitas komedi tanpa mempedulikan korelasi terhadap isunya, Benni Setiawan (Wa'alaikumsalam Paris, Toba Dreams, Sepatu Dahlan) selaku sutradara sekaligus penulis naskah kurang luas berkreasi, mengandalkan repitisi momen kemunculan tiba-tiba Raka.
Pandji berusaha sebisanya bertingkah aneh, namun penokohannya sama sekali tak membantu. Untung di mana Raka berada, Silvi selalu turut mengisi (or is it the other way around?), alasannya Titi Kamal yaitu pelopor yang tidak pernah surut tenaganya. Mencibir sesuka hati lewat kata-kata pedas hingga verbal konyol, konsisten menggelakkan tawa walau tanpa derma sepadan dari sumber materinya. Begitu juga sederet meta jokes terkait sederet cameo mulai Prilly Latuconsina (Danur) hingga Reza Rahadian (Something in the Way?). Sedangkan bagi Richard Kyle ada dua opsi: melatih keluwesan akting dan berbahasa Indonesia atau meng-cast aktor lain yang lebih kompeten.
Di samping ceramah agama, Insya Allah, Sah! sejatinya mengandung potensi kisah lain untuk dijadikan fokus, yaitu keruwetan persiapan pernikahan. Kita memang melihat bermacam-macam kesulitan Silvi tapi semua selalu dikaitkan dengan agama ketimbang bangkit sebagai eksplorasi tersendiri. Mungkin anda familiar akan ungkapan banyak sekali pihak kala terjadi tragedi alam di suatu tempat yang kira-kira berbunyi "itu adzab Tuhan, makanya rajin ibadah". Sungguh pernyataan nihil empati. Demikianlah yang tercermin pada respon Raka menanggapi setumpuk permasalahan Silvi.
Belum ada Komentar untuk "Insya Allah, Sah! (2017)"
Posting Komentar