Cars 3 (2017)

Dari semua rilisan Pixar, Cars termasuk salah satu yang paling ditujukan bagi pangsa penonton ingusan (baca: menjual merchandise). Itu sebabnya dua film pertama kerap jadi kambing hitam. Padahal, andai bersedia menyidik lagi, Cars punya konsep pandai soal penerapan kultur serta tetek bengek kendaraan beroda empat pada kehidupan manusia, sementara Cars 2 cukup menghibur selaku homage terhadap spionase 70an. Bukan tontonan mengharukan merupakan "kesalahan", satu anggapan yang sejatinya kurang sempurna apalagi mengingat Cars adalah animasi anak. Sampai datang babak pamungkas trilogi, kala Pixar terjebak antara membuat tontonan bocah atau coba memberi sentuhan pendewasaan.

"Kami ingin tetap meraup laba hasil penjualan merchandise, tapi merasa wajib menjaga reputasi menghasilkan karya berbobot", mungkin begitu pikir para petinggi Pixar. Jadilah Cars 3 menyoroti Lightning McQueen (Owen Wilson) si legenda kejuaraan balap Piston yang sekarang mulai meredup, dikalahkan mobil-mobil muda yang jauh lebih prima. Tidak keliru, malah sesuai jalur natural perkembangan sang protagonis. Lalu hadir Cruz Ramirez (Cristela Alonzo), kendaraan beroda empat perempuan muda yang awalnya bertugas melatih McQueen, sebelum terungkap ia mempunyai mimpi masa kemudian yang gagal terwujud, membawa kisah trilogi ini full circle, kembali ke awal segalanya, melengkapi perjalanan tokoh utama.
Butuh waktu usang untuk filmnya mencapai poin utama penceritaan. Terlalu usang malah. Sebelum karenanya membawa McQueen pada kesadaran bahwa kelemahan fisik akhir usia sanggup diatasi oleh kecerdikan hasil tempaan pengalaman, naskah ciptaan trio Kiel Murray, Bob Peterson, dan Mike Rich mondar-mandir menyoroti hal-hal yang kurang mendukung proses mencar ilmu McQueen. Latihan di tepi pantai, keikutsertaan dalam demolition derby (salah satu sekuen paling menarik) jadi sekedar selingan. Benar beberapa berkhasiat membangun penokohan Cruz, tapi berujung mengorbankan kesolidan proses McQueen. Saat datang waktunya McQueen disorot, film telah melewati separuh durasi, menghasilkan paruh kedua yang dipenuhi bermacam-macam progres instan nan penuh sesak. 

Balik soal tujuan filmnya, apa yang sanggup dinikmati penonton anak? Terselip tuturan gender yang cukup bermakna, namun untuk kisah McQueen sendiri, bukan lagi coming-of-age, melainkan growing old. Lebih sempurna dilontarkan bagi kalangan terpelajar balig cukup akal kecuali anda berniat memberi pelajaran "saat kau renta nanti, sadari kelemahanmu, berikan tongkat estafet pada yang lebih muda". Pula teknis visual yang cenderung fokus menghadirkan genangan air, pepohonan, atau gundukan tanah hyper realistic daripada gempuran keceriaan warna-warni yang bakal lebih selaras dengan dunia kendaraan beroda empat imajinatif filmnya. Bocah takkan peduli pemandangan demikian. Setidaknya beberapa humor cukup menggelitik.
Bolehkah membuat animasi berkonten terpelajar balig cukup akal teruntuk penonton dewasa? Jelas boleh. Pixar khususnya, telah berulang kali sukses melakukannya (Up and Inside Out are among the best animated movies for adult). Namun Cars bukan sarana tepat. Cars adalah luapan tingkat tinggi meracik dunia imajiner alih-alih media paparan kontemplasi yang sepenuhnya mencuri kemeriahan daya imajinasi itu. Dan kalau mau menyentuh ranah terpelajar balig cukup akal yang lebih cerdas, mengapa Jackson Storm (Armie Hammer) tetap dijadikan sosok klise antagonis "hitam"? Perseteruan kontras hitam melawan putih tidak sesuai perjuangan tampil terpelajar balig cukup akal dan pintar. This is a sport competition. There's no need to makes it a battle between good and evil unless it's for children

Sebagaimana McQueen tak lagi mengakibatkan balapan kegiatan menggembirakan, Cars 3 ikut mengesampingkan kemasan momen balapan menarik yang bagai dikerjakan setengah hati, asal menyuguhkan kendaraan beroda empat melaju hingga garis finish. Kecuali demolition derby, sabung kecepatan kendaraan beroda empat lainnya berlalu minim impresi Terkait fokus ke arah drama, tiada pula film ini menyimpan kekuatan rasa. Meski bencana kecelakaan McQueen di awal cukup mencengkeram hati, sisanya hanya kekosongan drama kontemplasi yang disajikan setengah matang. Cars 3 jadi perjuangan Pixar memaksakan diri menjaga reputasi sebagai studio penghasil animasi dengan dongeng pandai sekaligus penuh emosi penyentuh ragam sendi kehidupan. Terlalu terpelajar balig cukup akal bagi anak, terlalu di permukaan bagi penonton terpelajar balig cukup akal pencari makna mendalam, terlalu membosankan bagi pencari hiburan seru. Diperuntukkan bagi siapa Cars 3?

Belum ada Komentar untuk "Cars 3 (2017)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel