Bad Genius (2017)

Mengerjakan soal ujian yakni acara melelahkan nan memusingkan, tapi bila ditambah menyontek, tercipta suasana yang sama sekali berbeda. Keringat masbodoh hasil ketegangan memilih timing presisi, kekhawatiran bila pengawas memergoki, semua tumpah ruah. Terinspirasi dari kasus kecurangan tes SAT di Cina, Bad Genius selaku persembahan terbaru GDH 559 dengan Nattawut Poonpiriya (Countdown) duduk di dingklik penyutradaraan, bisa menyulap acara tersebut jadi suguhan heist intens, menciptakan karakter-karakter siswa Sekolah Menengan Atas bagai kelompok pencuri ulung bawahan Danny Ocean. Bedanya, bukan brankas berisi ratusan juta dollar yang diincar, melainkan tanggapan ujian.

Lynn (Chutimon Chuengcharoensukying) merupakan siswa pola bernilai akademik tepat plus bermacam-macam prestasi lain, menjadikannya bisa diterima di suatu sekolah prestisius sekaligus mendapatkan beasiswa yang meringankan beban ekonomi sang ayah (Thaneth Warakulnukroh). Di sekolah, Lynn berteman dengan Grace (Eisaya Hosuwan) yang tidak sepertinya, jauh dari definisi jenius. Ketika tiba ketika ujian, mendapati sahabatnya kesulitan ditambah kegeraman atas praktik "bagi-bagi soal" sang guru memutuskan memberi contekan. Terjadi di ruang kelas biasa pula hanya melibatkan sepatu dan penghapus, momen sederhana  yang mungkin banyak dari kita pernah lakukan  ini mengatakan kapasitas Nattawut merangkai intensitas sekaligus gaya lewat pemanfaatan slow motion, iringan musik klasik, juga perpindahan gambar taktis.
Keputusan membantu sahabat itu tanpa Lynn duga bakal berbuntut panjang, berujung tindak menyontek masif nan terstruktur berkedok les piano yang melibatkan puluhan siswa, setumpuk uang, dan metode kreatif. Apakah metodenya terlalu rumit? Bisa jadi, namun tanpanya takkan hadir keasyikkan ala heist, di mana semakin kompleks, (biasanya) semakin seru. Dan naskah karya Nattawut bersama Tanida Hantaweewatana dan Vasudhorn Piyaromna telah menyiapkan bermacam-macam teknik menyontek yang bakal mendorong penonton terperangah alasannya hanya akan terpikir oleh orang sejenius (dan senekat) Lynn. Puncaknya yakni tes STIC yang skalanya tereskalasi hingga taraf internasional sembari menambahkan satu lagi tokoh siswa jenius berjulukan Bank (Chanon Santinatornkul). Berbeda dengan Lynn, walau sama-sama berasal dari keluarga kurang bisa (bentuk eksplorasi film atas kondisi sosial masyarakat Thailand), Bank menjunjung tinggi kejujuran.

Third act yang membentang semenjak perencanaan hingga sanksi dipacu cepat oleh Nattawut sambil tetap konsisten memacu ketegangan dilengkapi bermacam-macam kekhasan heist sebutlah kejutan hingga konflik pengkhianatan. Duduk membisu terpaku, mencengkeram pegangan kursi, atau menggigit kuku hingga kandas jadi acara masuk akal kala menyaksikan Lynn dan kawan-kawan menjalankan agresi nekat mereka. Mencapai klimaks memang terkesan terlampau banyak permasalahan bertubi-tubi menghalangi jalannya rencana, tetapi kemasan dinamis Nattawut menjaga filmnya urung keluar jalur dan tidak berlarut-larut. Setumpuk problem itu berujung bumbu penyedap penambah intensitas yang cepat tiba kemudian pergi, secepat penyuntingan yang dilakukan Chonlasit Upanikkit sebagai editor. 
Bad Genius turut bertindak selaku kritik terhadap sistem pendidikan yang tak hanya bisa diaplikasikan di Thailand, juga seluruh dunia. Para penyedia edukasi yang konon menjunjung tinggi kejujuran lewat tindakan mengecam kegiatan saling contek siswa yang kerap terjadi didorong asas kesetiakawanan tapi justru melaksanakan kecurangan jauh lebih besar tau boleh dibilang lebih terkutuk diberi sindiran. Meski halus, sindiran itu amat menampar, menghasilkan ambiguitas moral mengiringi perjalanan karakternya menyadari kebusukan dunia sekitar yang turut selaras dengan tone film, di mana paruh awal kental rasa high school drama penuh kehangatan canda pertemanan, kemudian bergerak makin serius (meski tak menjurus kelam) mencapai akhir. 

Membicarakan soal moral value mempengaruhi pilihan konklusi yang sejatinya agak kurang mewakili semangat film heist. Namun bisa dimaklumi mengingat salah satu tujuan Bad Genius adalah mengkritisi tindak kecurangan dunia pendidikan. Menekankan pada nilai moral alih-alih glorifikasi atas kriminalitas masuk akal dilakukan, lagi pula naskahnya memastikan resolusi tersebut menjadi proses natural karakternya. Bad Genius juga diperkuat penampilan apik jajaran pemain mulai Chutimon Chuengcharoensukying melalui kejeniusan meyakinkan dalam tiap tuturan lisan maupun non-verbal penuh kalkulasi, Eisaya Hosuwan dengan mata lingkaran berbinar yang menyiratkan bahwa Grace hanya cukup umur baik-baik yang terhimpit keadaan, hingga donasi kekuatan dramatik oleh Thaneth Warakulnukroh. Bad Genius is a nail-bitting, stylish heist that you should watch 


Review Bad Genius juga tersedia di: http://tz.ucweb.com/8_126Mj

Belum ada Komentar untuk "Bad Genius (2017)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel