A: Aku, Benci, Dan Cinta (2017)
Perbedaan tipis benci dan cinta, gangguan-gangguan mengesalkan yang ternyata bentuk lisan malu-malu atas perasaan suka, tentu kita familiar dengan rupa-rupa gejolak asmara kawula muda semasa Sekolah Menengan Atas di atas. Dalam A: Aku, Benci, dan Cinta, kondisi serupa dialami Anggia (Indah Permatasari) dan Alvaro (Jefri Nichol). Anggia setengah mati membenci Alvaro, perjaka paling terkenal di sekolah sekaligus ketua OSIS dengan Anggia sebagai wakilnya. Baginya Alvaro tak berotak maupun hati, hanya playboy bermodal tampang penggoda belasan cewek naif yang telah menjadi korbannya. Apalagi, Alvaro kerap sengaja memancing amarah Anggia.
Polanya bisa ditebak. Alvaro sejatinya menyimpan cinta, begitu pula Anggia yang kesudahannya luluh juga. Keduanya hanya terlalu ragu atau gengsi mengakui apalagi mengungkapkan isi hati. Kenyataannya tidak sesederhana itu. Alvaro menyimpan diam-diam perihal persahabatan dengan Alex (Brandon Salim) dan Athala (Amanda Rawles), bagaimana tiga sobat itu terpecah akhir cinta segitiga, serta kondisi Athala yang telah beberapa usang koma di rumah sakit. Diadaptasi dari novel berjudul sama karya Wulanfadi, debut penyutradaraan Rizki Balki ini mengandung setumpuk potensi pembeda kalau dibandingkan secara umum dikuasai romansa putih abu-abu.
Komedinya segar. Dasar pandangan gres dari naskah buatan Alim Sudio (Surga Yang Tak Dirindukan 2, Jilbab Traveler, Pesantren Impian) bisa diwujudkan oleh Rizki Balki menjadi serangkaian sempilan momen abstrak hasil imajinasi karakternya, misal dikala Anggia dikuasai rasa aib hingga ingin loncat dari atap sekolah. Didukung pula kebolehan Indah Permatasari memerankan cewek galak cenderung garang yang jangankan murka sambil berteriak, bogem mentah pun tidak ragu beliau lemparkan. She could be our future romcom queen. Para pembuatnya sadar betul keunggulan sisi komedik filmnya, menumpahkannya sebanyak mungkin, yang saking efektifnya, kerap mendistraksi aspek dramatik.
A: Aku, Benci, Dan Cinta seolah resah memilih waktu pula cara untuk tampil serius. Bahkan klarifikasi alasannya Athala koma pun berujung kelucuan disengaja yang seharusnya tak perlu ada. Tensi pertikaian mengenai cinta segitiga yang dua kali menimpa Alvaro dan Alex urung mencapai titik maksimal, khususnya lantaran persahabatan yang telah berlangsung usang pun konon demikian solid itu tak pernah terasa meyakinkan. Konflik Alvaro-Alex-Athala dan cerita Alvaro-Anggia yang kesudahannya bersinggungan bagai dua gagasan yang saling bertabrakan mencuri fokus tanpa mampu membaur bersinergi.
Begitu juga paparan percintaan. Walau diberkahi insting humor mumpuni, Rizki Balki kurang cakap merangkai sisi manis romantisme remaja. Lihat ketika Alvaro dan Anggia berduet menyanyikan lagu ciptaan berdua (Alvaro menciptakan melodi dari puisi Anggia). Mixing jernih ala bunyi CD mengundang kesan artificial, menghilangkan ungkapan emosi, melemahkan momentum. Segala interaksi protagonis bakal berlalu tak berbekas andai tiada Indah Permatasari dan Jefri Nichol di jajaran lead. Bersenjatakan jangkauan emosi semakin luas dibandingkan performanya pada Dear Nathan, Jefri makin piawai memainkan sosok berandalan dengan tingkah seenaknya, tapi punya pesona berpengaruh guna menggaet hati baik huruf lain atau penonton.
A: Aku, Benci, Dan Cinta merupakan komedi romantis masa Sekolah Menengan Atas yang lebih ampuh menggelakkan tawa daripada memancing gejolak rasa manis asmara. Toh cukup mengasyikkan dikonsumsi sebagai hiburan ringan. Di sisi lain turut memberi panggung bagi Indah Permatasari dan Jefri Nichol menawarkan kapasitas mereka lebih jauh. Setidaknya untuk beberapa waktu ke depan, Jefri Nichol akan kokoh jadi raja film Sekolah Menengan Atas yang selalu memancing jerit histeris penonton remaja. Sementara Indah Permatasari menandakan bahwa ia perlu menerima pengakuan, layak dipercayakan memikul beban aktor utama.
Belum ada Komentar untuk "A: Aku, Benci, Dan Cinta (2017)"
Posting Komentar