Teen Titans Go! To The Movies

Walau tidak reguler ibarat semasa kecil dulu tiap Minggu pagi, saya masih kerap menghabiskan waktu menonton serial animasi (lewat YouTube tentu saja), sekedar untuk sejenak bersantai. Setiap menemukan episode yang berhasil menghibur, saya selalu berharap kesenangan itu berlangsung lebih usang dari sekedar belasan samapi 30 menit. Jika anda pernah mencicipi hal serupa, Teen Titans Go! To the Movies bakal mengabulkan harapan tersebut. Berasal dari serial Teen Titans Go!, film ini mempunyai nuansa ringan yang sama, production value sama (bujetnya cuma $10 juta), tapi melipatgandakan humor meta-nya, dan sudah pasti, durasinya. Yes, this feels like an extended episode of the series, which also means, extended fun.

Ada salah satu episode trend kedua Teen Titans Go! Yang berjudul Let’s Get Serious!, di mana Teen Titans merasa bahwa pahlawan super tak semestinya gemar bercanda. Harus serius, harus tragis. Hasilnya ialah olok-olok yang menyasar mangsa empuk, dibalut dalam bentuk humor meta yang meski tidak bisa disebut cerdas, namun luar biasa menghibur. Teen Titans Go! To the Movies pun sama, sekarang giliran maraknya film pahlawan super yang jadi target tembak. Superman punya film, Batman punya film, belakangan Wonder Woman pun dibuatkan film. Mengapa Robin (Scott Menville) tidak?

Pertanyaan itu mengganggunya, apalagi banyak pihak menganggap Teen Titans bukan tim pahlawan super sungguhan, alasannya ialah senantiasa bergurau dan bergurau. Melihat sang sobat bersedih, Cyborg (Khary Payton), Starfire (Hynden Walch), Raven (Tara Strong), dan Beast Boy (Greg Cipes) pun mencari alasan mengapa Hollywood ogah mengembangkan mereka film layar lebar. Salah satu kesimpulan yang dicapai yaitu ketiadaan musuh besar. Sambut Slade alias Deathstroke (Will Arnett), yang kemunculannya memfasilitasi dagelan soal kemiripannya dengan Deadpool. Humor meta ibarat ini—yang menyasar hal terkenal nan gampang dipahami penonton umum—akan banyak dijumpai sepanjang durasi.

Baik yang bersifat meta maupun bukan, secara umum dikuasai humornya tak masuk kategori pintar. Komedi cendekia mana yang memakai dagelan kentut? Tapi kepintaran tidak berkorelasi dengan kelucuan. Lelucon mengenai “pelafalan dramatis nama supervillain” atau “Slade’s mind manipulation trick” tergolong apa yang disebut “receh”. Bodoh, tapi itu poinnya. Seperti para Teen Titans, film ini hanya ingin bersenang-senang, dan mengajak kita turut serta. Sedangkan terkait plot, saya tidak bisa membahas banyak, bukan demi menghindari spoiler, melainkan memang tidak banyak yang sanggup dibicarakan.  

Mayoritas cuma menapilkan perjuangan Teen Titans memenuhi harapan dibuatkan film melalui cara-cara acak. Keacakan menyenangkan tentunya, di mana pada satu titik mereka mengunjungi banyak sekali insiden ikonik dalam sejarah DC. Di sela-sela dongeng pun turut diselipkan nomor musikal, yang kentara hanya bertujuan menambal slot durasi. Setidaknya formasi lagunya luar biasa catchy, khususnya Upbeat Inspirational Song About Life (ya, itu judulnya). Seusai film, seorang bocah di toilet terus menerus bernyanyi, “Upbeat! Upbeat!”, dan saya berani bertaruh kebanyakan penonton lain, termasuk cukup umur ibarat saya, kesulitan menghapus lagu itu dari ingatan.

Disutradarai duo Peter Rida Michail-Aaron Horvath yang memproduseri serialnya, gelaran agresi film ini, sebagaimana elemen lain, mengusung semangat “asal ramai, asal kacau”, yang kadang terlampau kacau,membuatnya tak seberapa memorable. Biar demikian, visual kaya warnannya tak kalah catchy dengan formasi lagunya, apalagi bagi penonton bocah. Masih seputar aksi, tersimpan satu poin pintar, yakni ketika Teen Titans selalu mengandalkan kemampuan Raven membuat portal dimensi. Sebab kisah superhero punya tendensi enggan memaksimalkan kekuatan atau senjata pamungkas yang bisa digunakan menuntaskan apa saja, semata demi kesan dramatis.

Jadi apakah film ini cendekia atau bodoh? Dari sudut pandang finansial, tidak diragukan lagi sebuah kepintaran. Bermodalkan biaya amat kecil, Warner Bros dan DC pasti akan bergelimang keuntungan. Dan meski belum layak disematkan status “film bagus”, tingkat rewatchability-nya tinggi. Saya takkan terkejut apabila home video-nya laris keras. Karena sekali lagi, layaknya animasi Minggu pagi, Teen Titans Go! To the Movies bisa memperlihatkan kesenangan tanpa perlu banyak berpikir. Bedanya, kesenangan itu berlangsung lebih dari 30 menit.

Belum ada Komentar untuk "Teen Titans Go! To The Movies"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel