The Past (2013)
Asghar Farhadi sempat menjadi fenomena pada tahun 2012 kemudian dikala A Separation karyanya menerima respon konkret dari banyak pihak. Film tersebut berhasil meraih kemenangan gampang di ajang Oscar dalam kategori Best Foreign Language Film. Itu yakni kemenangan Oscar pertama bagi perfilman Iran. Bahkan naskah yang ditulis sendiri oleh Asghar Farhadi menerima nominasi untuk naskah orisinil terbaik meski hasilnya harus rela kalah dari Woody Allen. Dua tahun kemudian ia kembali lagi lewat The Past yang akan kembali menyinggung problema perceraian dan konflik dalam keluarga. Kali ini Farhadi menggaet beberapa nama besar untuk bermain dalam filmnya ibarat Berenice Bejo (The Artist) dan Tahar Rahim (A Prophet). The Past sendiri perdana diputar di Cannes Film Festival 2013 dimana film ini menerima nominasi Palme d'Or dan berhasil membawa Berenice Bejo memenangkan kategori aktris terbaik dalam pameran tersebut. Sedangkan meski gagal meraih nominasi Oscar untuk film absurd terbaik, The Past berhasil meraih nominasi untuk kategori yang sama di ajang Golden Globe. Kaprikornus apakah Asghar Farhadi bisa mengulangi sihirnya ibarat dalam A Separation?
Ahmad (Ali Mosaffa) kembali ke Paris sehabis empat tahun lamanya untuk menuntaskan proses perceraiannya dengan Marie (Berenice Bejo). Disana Ahmad yang tinggal di rumah Marie bertemu kembali dengan belum dewasa Marie dari ijab kabul sebelumnya termasuk Lucie (Pauline Burlet), si puteri tertua yang mulai memperlihatkan perlawanan pada Marie. Alangkah terkejutnya Ahmad dikala beliau tahu bahwa Marie akan segera menikah lagi dan sudah tinggal serumah dengan Samir (Tahar Rahim) yang juga membawa puteranya, Fouad (Elyes Aguis). Samir sendiri masihlah seorang laki-laki beristri dimana sang istri dikala ini masih terbaring koma di rumah sakit. Tentu saja bukan hal yang gampang bagi Ahmad mengetahui hal tersebut, apalagi Lucie begitu membenci Samir dan sangat menentang ibunya menikah lagi. Berikutnya yang terjadi yakni konflik yang berkembang semakin rumit, semakin emosional disaat satu per satu fakta mengejutkan dan perasaan masing-masing individu mulai diungkapkan. Bahkan tanpa harus menengok kearah konflik rumitnya, sekilas kita sudah melihat bagaimana rumitnya kekerabatan masing-masing huruf yang (sementara) tinggal serumah itu. Seorang laki-laki tinggal bersama calon mantan istrinya yang membawa calon suaminya, anak si calon suami, serta dua anak gadis yang berasal dari ijab kabul sebelumnya dari si calon mantan istri. Rumit luar dalam.
Sama ibarat A Separation, Asghar Farhadi masih merangkum The Past dengan begitu sederhana tanpa dramatisasi berlebih entah lewat obrolan melodramatis maupun scoring berlebihan. Semuanya mengalir dengan sederhana namun begitu dalam dengan dinamika emosi yang begitu dinamsi sampai membuat 130 menit yang sederhana namun begitu menarik. Tentu saja The Past masih dipenuhi dengan isu-isu sosial dan moralitas yang terasa begitu kental. Seperti judulnya, secara garis besar ini yakni cerita wacana mereka yang mencoba berhadapan dengan masa kemudian yang penuh persoalan dan mencoba menatap masa depan. Namun tentunya itu bukanlah hal yang gampang apalagi jikalau pada masa kemudian tersebut masih ada hal yang belum tuntas. Kita tahu bahwa penyebab perceraian Ahmad dan Marie masih belum tuntas. Kita juga tahu bahwa kekerabatan Marie dan Samir masih terhalangi oleh keberadaan istri Samir yang koma dan belum terang penyebabnya. Disinlah Farhadi mengeksplorasi secara mendalam gosip sosial dan moralitas yang mengiringi kehidupan keluarga dan cinta. Tentang perceraian dan menikah lagi serta dampaknya pada anak. Tentu saja yang paling menarik yakni kasus wacana menikah lagi dengan seorang laki-laki yang masih beristri. Sebuah kasus yang kontroversial namun sering terjadi dimana-mana.
Farhadi mengemasnya dengan begitu rapih dan penuh kesabaran. Konfliknya akan dimunculkan bertahap dimana tiap konflik akan meninggalkan pertanyaan yang juga akan dijawab satu per satu secara perlahan. Segala hal tersebut dimunculkan lewat obrolan yang dilontarkan tiap-tiap karakternya, melalui perbincangan, curhatan sampai pertengkaran mahir satu sama lain. The Past memang menimbulkan momen pertukaran obrolan antar karakternya sebagai sajian utama baik untuk membangun tensi maupun untuk menawarkan informasi pada penontonnya. Akan ada banyak hal termasuk kejutan yang terselip pada dialognya jadi berikan atensi lebih pada tiap-tiap kalimat yang dilontarkan oleh karakternya. Dan bicara soal obrolan sebagai sajian sentral, The Past ibarat yang saya sebut akan diisi oleh banyak pertengkaran sebagai aspke utama yang membangun tensi filmnya. Saya akui momen tersebut selalu terasa begitu emosional. Tiap-tiap pemainnya tampil begitu baik dalam menghantarkan emosi dalam pertengkaran entah itu Berenice Bejo yang meledak-ledak, Ali Mosaffa yang berusaha tenang, Tahar Rahim yang ibarat memendam banyak amarah, bahkan bintang film dan aktris mudanya pun tampil baik dalam memunculkan sisi emosional mereka. Sayangnya aspek emosional terkuat ini justru beberapa kali mengganggu saya disaat karakternya terlalu banyak berteriak-teriak dikala berargumen. Disatu sisi itu memang membangun dinamika emosi namun bagi saya hal itu juga beberapa kali mengganggu.
Namun hanya satu hal itu sajalah yang bagi saya merupakan kekurangan besar The Past yang mencegah saya menawarkan nilai tepat pada film ini. Aspek lainnya masih terasa luar biasa termasuk penyajian misterinya. Sama seperti A Separation, The Past juga menyimpan banyak misteri, banyak belakang layar yang tersimpan rapih. Begitu banyak misteri dan tiap kali menemukan jawaban, tanggapan tersebut selalu berhasil mengejutkan saya. Kejutan yang memperlihatkan bagaimana fakta yang sejujurnya dalam kehidupan seringkali tidak terduga dan mengejutkan. Terkadang memang sebuah fakta jadi tersimpan alasannya yakni sebuah kebohongan yang dipicu oleh ketakutan, kekhawatiran dan prasangka yang belum niscaya akan sesuatu. The Past memperlihatkan bagaimana ego dan sisi emosional seseorang begitu besar lengan berkuasa pada perspektif orang tersebut pada sebuah permasalahan. Diluar moralitas yang diangkat saya juga begitu menyukai bagaimana Farhadi sangat memperhatikan detail kecil yang mampu membangu intensitas filmnya. Sebagai pola lihatlah adegan dikala Marie dan Ahmad bertengkar di ruang makan dan sekilas di belakang Ahmad kita melihat siluet dibalik pintu dikala Lucie pergi keluar rumah. Atau lihat bagaimana air mata Celine yang menetes dikala film akan berakhir. Nyaris tak terlihat namun begitu kita melihatnya detail-detail kecil tersebut sangat mensugesti emosi adegannya. The Past mungkin tidaklah sehebat A Separation namun tetap sebuah sajian luar biasa dimana lagi-lagi penonton dibawa menengok sebuah permasalahan tanpa harus menimbulkan satu orang pun sebagai pihak yang dipersalahkan.
Belum ada Komentar untuk "The Past (2013)"
Posting Komentar