Ruang (2006)
Ini yakni film ketiga dari Teddy Soeriaatmadja sehabis setahun sebelumnya ia menghasilkan Banyu Biru yang dibintangi Tora Sudiro itu. Tentu saja nama Teddy sekarang menjadi daya tarik yang cukup berpengaruh bagi saya untuk melihat kebelakang daftar film-filmnya sehabis Lovely Man yang cantik dan Something in the Way yang tampaknya juga keren dan entah kenapa belum juga tayang di bioskop tanah air. Lewat Ruang inilah Teddy berhasil menerima nominasi untuk sutradara terbaik dalam ajang FFI tahun 2006 serta memenangkan Best Director dalam Bali International Film Festival 2006. Film ini sendiri dibintangi oleh Winky Wiryawan, Luna Maya, Adinia Wirasti, Reggy Lawalata, serta Slamet Rahardjo yang sebelumnya juga bermain di Banyu Biru. Dalam Ruang, Teddy Soeriaatmadja akan mengajak kita untuk mengikuti alur yang bolak balik antara masa sekarang dan masa kemudian tepatnya pada tahun 1950-an. Di masa kini, kita akan berkenalan dengan Rais (Slamet Rahardjo) yang gres saja pulang dan bertemu dengan adiknya, Rima (Reggy Lawalata). Kepulangan Rais sendiri disebabkan lantaran ibu mereka gres saja meninggal beberapa hari sebelumnya. Ternyata sebelum meninggal ibu mereka telah meninggalkan sebuah kotak yang hanya boleh dibuka secara gotong royong oleh Rai dan Rima. Dalam kotak tersebut tersimpan sebuah surat yang ditulis oleh sang ibu, dongeng berjudul "Ruang" yang ditulis ayah mereka, dan sebuah foto usang dari seorang perempuan yang tidak dikenal.
Surat tersebut ternyata bercerita perihal masa kemudian disaat sang ibu, Flori (Adinia Wirasti) masih muda dan gres saja bertemu dengan sang suami, Chairil (Winky Wiryawan) yang sekarang sudah sebatang kara lantaran seluruh keluarganya telah meninggal. Dari situlah Rima dan Rais tahu bahwa sang ayah pernah menjalin sebuah cinta terlarang dengan Kinasih (Luna Maya) yang tidak lain yakni puteri dari pemilik perkebunan daerah Chairil bekerja. Dari surat itu jugalah Rais menemukan sebuah kenyataan mengejutkan bahwa ia bukanlah anak kandung dari sang ibu melainkan dari Kinasih, hasil cinta terlarangnya dengan Chairil. Setelah itu masih banyak misteri lain dari masa kemudian Chairil dan Kinasih yang terungkap dari surat Flori tersebut. Ruang sesungguhnya dipenuhi oleh begitu banyak keindahan jikalau dilihat lewat permukannya. Pertama dari judulnya saja meskipun begitu sederhana namun saya merasa ada keindahan dari judul yang super sederhana tersebut. "Ruang". Sederhana, tapi terkesan menyerupai judu sebuah puisi yang dalam kesederhanaannya menyimpan begitu banyak keindahan. Keindahan berikutnya tentu saja berasal dari aspek visualnya. Ruang menampilkan begitu banyak gambar yang indah. Saking indahnya, jikalau anda memencet pause lalu meng-capture salah satu adegan dari film ini anda sanggup menggunakannya sebagai wallpaper yang indah untuk layar laptop anda. Gambar-gambar alam yang membentang ditangkap dengan begitu tepat lengkap dengan pencahayaan serta filter gambar yang pas menciptakan adegan demi adegan film ini terasa sebagai lukisan indah yang bergerak.
Iringan scoring film ini juga cantik meski sederhana dengan lebih banyak menampilkan dentingan piano daripada orkestra menyayat. Tapi walaupun sederhana dan repetitif, jujur musiknya sanggup menyatu dan begitu pas dengan tiap-tiap adegannya. Sebuah musik tema memang boleh ditampilkan berulang-ulang asalkan memang pas penggunaannya. Tengok saja Taxi Driver-nya Martin Scorsese yang sepanjang film hanya menggunakan satu jenis musik secara berulang-ulang tapi tidak pernah terkesan repetitif dan membosankan. Karena memang musiknya sanggup mewakili jiwa filmnya secara keseluruhan. Karena memang itulah kegunaan musik tema. Tapi sayangnya diluar segala keindahan teknis tersebut, Ruang justru lemah dalam segi penceritaan. Hal yang paling mengganggu yakni dialog-dialog yang ada serta bagaimana segala obrolan tersebut dibawakan dengan kaku oleh para pemainnya. Akting datar para pemainnya mungkin memang disengaja, lantaran mungkin saja Teddy ingin menghindarkan film ini dari resiko menjadi sebuah film romansa yang dramatisasinya berlebihan. Mungkin Teddy bermaksud menciptakan film yang tidak meletup-letup menyerupai drama-drama dari Prancis, tapi masalahnya film ini memang punya kisah yang emosional dan malah jadi terasa kaku kalau para pemainnya dipaksa "sedatar" mungkin melafalkan obrolan yang ada.
Ruang terasa indah ketika momen membisu atau montage tapi berubah menggelikan ketika para pemainnya mulai berbicara. Baik Winky Wiryawan maupun Slamet Rahardjo terang tidak berakting buruk, tapi penggarapan Teddy menciptakan akting mereka tersia-siakan. Sebagai teladan lihat respon Slamet Rahardjo ketika mengetahui fakta mengejutkan surat ibunya diawal film yang benar-benar datar. Begitukah respon seorang anak ketika tahu seorang perempuan yang sudah puluhan tahun ia anggap sebagai ibu ternyata bukan ibu kandungnya? Sedangkan Winky Wiryawan dan Luna Maya kesulitan untuk melafalkan dialog-dialog dengan kalimat baku yang pada hasilnya terasa kaku. Tidak hanya mereka, pemain-pemain lainnya juga selalu terasa kaku ketika berdialog. Yang paling terasa natural hanya interaksi Slamet Rahardjo dengan Reggy Lawalata yang masih menyenangkan diikuti. Film ini juga masih diperparah dengan temponya yang lambat. Jangan salah, saya sama sekali tidak anti dengan film-film sepi bertempo lambat (film-film Kim Ki-duk yang saya puja bertempo lambat). Tapi lagi-lagi obrolan yang kaku menciptakan tempo lambat itu menjadi makin terasa membosankan. Amat sangat disayangkan lantaran sebetulnya Ruang sangat berpotensi menjadi sebuah drama romantis yang begitu indah dan menyentuh. Tapi hasilnya berakhir indah di permukaan tapi begitu flat di dalamnya.
Film ini juga punya beberapa pesan yang coba disampaikan menyerupai kisah standar perihal perbedaan kemauan dan cara pandang antara orang bau tanah dan anak. Itu sanggup jadi kisah menarik kalau lagi-lagi tidak terbentur obrolan kaku dan sangat standar menyerupai "Ibu cuma ingin yang terbaik untuk kamu" dan sebagainya. Film ini juga terlalu terburu-buru dalam beberapa hal menyerupai korelasi Chairil dan Flori yang tiba-tiba saja timbul ketertarikan dari Chairil terhadap Flori meski tidak sanggup dipungkiri ia masih menyayangi Kinasih. Ironisnya banyak hal yang terlalu dipanjang-panjangkan disaat hal lain masih banyak yang kurang terkesplorasi. Hal lain yang kurang disentuh padahal punya potensi menambah greget film ini yakni subplot perihal Rais di masa kini. Disatu sisi ia harus berusaha mendapatkan fakta perihal ibu kandungnya sedangkan disis lain ia juga sedang menghadapi problem rumah tangga dengan istrinya. Padahal kisah perihal pergolakan dalam diri Rais masih sanggup dieksplorasi, termasuk ketika ia menemukan "pencerahan" atas segala masalahnya. Karena hal itu tidak dilakukan hasilnya semua kembali terasa tiba-tiba. Tiba-tiba Rais mendapatkan semua kenyataan, tiba-tiba Rais sadar perihal permasalahan dengan sang istri. Jelas pad hasilnya Ruang jadi sebuah kekecewaan bagi saya, lantaran saya pada awalnya berharap Teddy Soeriaatmadja akan menghadirkan kisah yang kuat, kompleks dan dalam menyerupai yang ia tampilkan dalam Lovely Man. Tapi diluar kekurangan itu saya akui Ruang adalah salah satu film Indonesia dengan gambar terindah. Sayangnya hanya itu.
Belum ada Komentar untuk "Ruang (2006)"
Posting Komentar