Finding Srimulat (2013)
Meskipun bukan termasuk orang yang memuja Srimulat, harus diakui grup lawak yang berdiri tahun 1951 ini turut mengisi masa kecil saya dulu. Saya teringat sering menghabiskan waktu menonton "Aneka Ria Srimulat"di salah satu stasiun televisi swasta. Sayangnya program tersebut harus berakhir pada tahun 2003 seiring dengan mulai munculnya hiburan-hiburan lain di televisi dan guyonan Srimulat sendiri mulai dianggap ketinggalan jaman. Mungkin benar pada awal tahun 2000-an guyonan yang ditampilkan oleh para anggota Srimulat sudah dianggap membosankan, namun saya yakin hingga ketika ini komedi khas mereka yang mengandalkan slapstick dan plesetan-plesetan masih ampuh dipakai untuk sekedar mencairkan suasana ketika berkumpul bersama teman-teman. Saya sendiri masih sering "mempraktekkan" komedi ibarat jatuh dari dingklik atau mata yang tercolok jari (atau benda apapun itu) dan percaya atau tidak semua itu masih ampuh. Kaprikornus ambisi dan niat "mulia" dari Charles Gozali untuk mengadakan reuni Srimulat di layar lebar serta memperkenalkan mereka pada generasi zaman kini terperinci angin segar dalam dunia perfilman khususnya komedi Indonesia. Disaat Indonesia tengah miskin komedi berkualitas memang sudah waktunya Srimulat "turun gunung" dan ibarat tagline-nya mereka diharapkan untuk menyelamatkan Indonesia dengan tawa.
Adi (Reza Rahadian) tengah dililit banyak permasalahan. Mulai dari ide yang dicuri oleh sahabat kerja yang berujung pada bangkrutnya perusahaan daerah ia bekerja, hingga kesulitan keuangan yang membuatnya pusing tujuh keliling akhir sang istri, Astrid (Rianti Cartwright) dua minggu lagi akan segera melahirkan. Saat itulah ia secara tidak sengaja bertemu dengan Kadir yang kini membuka perjuangan soto. Pertemuan itu membuatnya teringat lagi akan masa kecilnya yang sangat mengagumi Srimulat. Akhirnya ia pun bermimpi untuk mengembalikan lagi grup lawak idolanya tersebut. Disatu sisi hal itu yaitu mimpinya semenjak usang dan disisi lain ia berharap pertunjukkan reuni Srimulat akan menghasilkan laba besar guna membantu persalinan sang istri. Maka dimulailah perjalanan Adi untuk mengumpulkan anggota Srimulat yang kini telah berpisah dan menjalani hidupnya masing-masing mulai dari Tessy, Mamik, Gogon, hingga Djujuk. Tapi tentu saja perjuangan ini tidak berjalan gampang sebab aneka macam rintangan termasuk kesulitan finansial terus menghalangi jalan Adi dan para anggota Srimulat mewujudkan pentas reuni tersebut.
Sekilas melihat film ini dengan terlebih dahulu melupakan kualitasnya, saya sudah bisa mencicipi bagaimana semangat Charlez Gozali memperlihatkan penghormatan pada Srimulat. Tentu saja ibarat sosok Adi ada juga impian proyek ini bisa menghasilkan pundi-pundi uang, namun lebih dari itu Finding Srimulat sangat terasa sebagai surat cinta dan ambisi besar sang sutradara yang memang ingin membangkitkan sekaligus memperkenalkan kembali Srimulat pada generasi ketika ini. Mungkin akan lebih efektif jikalau menentukan jalan dokumenter, namun pemilihan konsep drama-komedi ibarat ini juga tidaklah buruk. Toh lewat beberapa dialognya penonton awam cukup mendapat gosip perihal Srimulat meski sayangnya tidak mendalam. Beberapa momen komedi juga bisa memberi "pengetahuan" akan gaya melawak Srimulat yang mengedepankan huruf dan ciri khas masing-masing personel meski lagi-lagi kurang mendalam dan kurang maksimal dieksplorasi. Jika bicara duduk kasus dongeng dan teknis lainnya terperinci Finding Srimulat jauh dari kata tepat dan banyak kekurangan disana-sini. Mulai dari proses bagaimana Adi terinspirasi mengembalikan Srimulat yang terasa terlalu cepat terjadi, adegan-adegan yang terasa canggung dan kaku termasuk sebab akting yang dipaksakan dramatis dari beberapa personil Srimulat khususnya Tessy yang gagal mengemban momen dramatis yang dibebankan padanya.
Penghantaran komedinya juga tidaklah seliar yang biasa kita temui di pertunjukkan Srimulat. Dari dongeng diam-diam yang manyatakan bahwa film ini aslinya berdurasi sangat panjang sebab improvisasi gila-gilaan anggota Srimulat seolah menggambarkan keliaran komedinya. Justru komedi yang agak liar yaitu sebuah adegan musikal yang terjadi di Stasiun Balapan yang bagi saya malah terasa tidak terperinci dan gagal menjadi menyenangkan apalagi lucu. Padahal momen pentas gerilya yang terjadi sebelumnya sudah terasa menghibur. Namun Charles Gozali tampak terlalu banyak mengerem kegilaan tersebut. Jadinya film ini tidaklah maksimal dan terlalu rapih meski niatnya baik yakni untuk memperlihatkan porsi yang cukup pada dramanya. Porsi dramanya sendiri tidak termasuk jelek dan masih bisa dinikmati. Mulai dari kisah perihal Adi yang mengalami banyak duduk kasus dalam hidupnya dan masih peduli pada budaya bangsa dan tidak takut mewujudkan mimpinya, hingga konflik yang terjadi di dalam proses pewujudan pementasan tersebut semuanya mengalir dengan cukup meski tidak bisa dibilang bagus.
Tapi walaupun komedinya tidak seliar impian saya masih cukup banyak adegan yang bisa memancing tawa saya, khususnya yang berasal dari guyonan-guyonan klasik ibarat yang terjadi ketika Gogon bertengkar dengan istrinya. Adegan tersebut yaitu adegan pertama dalam film ini yang sukses menciptakan saya tertawa terbahak-bahak. Saya juga suka bagaimana masing-masing personel Srimulat tidak ragu untuk mengungkap sedikit sisi gelap mereka ibarat pencekalan Tessy, Gogon yang dipenjara hingga Nunung yang hanya tampil sekilas dan tidak memperlihatkan banyak bantuan kecuali memperlihatkan cerminan (atau mungkin sindiran) terhadap sosoknya di dunia nyata. Reza Rahadian pun tampil manis dan sekali lagi membuktikan ia bisa bermain dalam genre apapun. Ada sebuah adegan sebelum titik puncak yang bahwasanya sangat klise, lengkap dengan dramatisasi berlebihan hingga kalimat-kalimat yang juga berlebihan. Namun adegan tersebut bisa terasa mengena dan cukup mengharukan berkat akting Reza Rahadian. Lihat bagaimana ekspresinya, arah tatapan hingga gesturnya yang meyakinkan pada momen itu. Tapi tentu saja momen terbaik film ini yaitu disaat Srimulat kesannya pentas diatas pangung.
Pada momen itulah semuanya tumpah secara total, mulai dari dagelan khas mereka hingga nostalgia akan kurun keemasan Srimulat dahulu. Sungguh hebat adegan itu sebab saya bisa dibentuk tertawa terbahak-bahak dengan gestur hingga plesetan yang muncul tapi disaat bersamaan saya juga mencicipi haru dan ketegangan disaat ada "gangguan" yang tiba-tiba muncul diatas panggung. Sontak saya pribadi terharu, dan bulu kuduk pun merinding dan ketegangan memuncak ketika Tessy melontarkan sebuah obrolan kepada Adi diatas panggung bahwa Srimulat tidak pernah gagal yang mengambarkan bahwa mereka harus berimprovisasi dan tidak membiarkan pementasan kacau meski ada duduk kasus seberat apapun. Bagi saya yang juga beberapa kali mencicipi panggung pementasan ibarat itu apa yang terjadi dalam titik puncak film ini jadi terasa begitu mengena dan cukup personal. Karena itu berkat momen di panggung saja saya bisa memaafkan aneka macam kekurangan yang dimiliki oleh Finding Srimulat. Mungkin bukanlah sebuah tribute yang tepat dan kurang mendalam memperkenalkan Srimulat baik secara keseluruhan maupun masing-masing anggotanya. Sangat disayangkan juga banyak anggota yang tidak muncul ibarat Tarzan, Eko DJ, Polo atau Nurbuat misalnya. Namun film ini tetaplah sebuah hiburan yang menyegarkan dan patut diapresiasi dalam memperkenalkan kembali Srimulat yang sudah menjadi salah satu belahan budaya bangsa ini.
Belum ada Komentar untuk "Finding Srimulat (2013)"
Posting Komentar