Under The Skin (2013)

Scarlett Johansson si Black Widow berperan sebagai sesosok alien penggoda laki-laki dalam sebuah film? Tanpa mempedulikan aspek lainnya faktor tersebut sudah cukup mengakibatkan Under the Skin sebagai salah satu film yang paling saya tunggu tahun ini. Film ini sendiri yaitu film ketiga dari sutradara Jonathan Glazer yang merupakan pembiasaan lepas dari novel berjudul sama karangan Michel Faber yang terbit tahun 2000. Pembuatan film ini sendiri sudah direncanakan oleh Glazer sesudah menuntaskan debutnya, Sexy Beast tahun 2001. Tapi proses pengerjaan awalnya gres benar-benar dimulai sesudah film keduanya, Birth rilis pada tahun 2004. Berarti kurang lebih film ini dikerjakan selama satu dekade, sebuah waktu yang sangat panjang tentu saja. Melihat daftar filmografi dan video klip yang digarap oleh sang sutradara, tentu saja ekspektasi saya dari Under the Skin adalah mendapat sebuah kisah yang punya atmosfer kelam dan diisi momen-momen kontroversial nan berani khususnya dalam aspek seksual. Tapi meskipun dibintangi oleh Scarlett Johansson yang merupakan aktris besar dan mengangkat genre sci-fi, film ini bukanlah sci-fi blockbuster ala Hollywood, melainkan lebih kearah film arthouse yang lambat dan penuh metafora.

Filmnya dibuka dengan rangkaian gambar abnormal yang sedikit meningatkan saya akan opening film-film David Lynch. Kemudian kita melihat sesosok laki-laki yang mengendarai motor (Jeremy McWilliams) mengangkat mayit seorang perempuan (Scarlett Johansson) kemudian memasukkannya kedalam sebuah van. Di dalam van kita melihat ada satu lagi perempuan yang berpenampilan serupa dengan mayit tadi. Sang perempuan hidup yang telanjang ini ternyata yaitu sesosok alien yang mirip wajah si perempuan yang telah mati tersebut. Yang terjadi berikutnya adalah, alien perempuan ini berkeliling Skotlandia dengan mengendarai van tersebut. Sepanjang perjalanan ia berulang kali berhenti untuk bertanya arah pada banyak pria, dimana beberapa diantara laki-laki tersebut kesannya ikut naik ke dalam van. Mereka yang naik tentu saja berharap sanggup bekerjasama seks dengan sang perempuan anggun nan seksi berambut hitam itu, tapi yang mereka dapatkan justru kengerian dikala datang di "rumah" milik sang wanita. Ya, alien perempuan ini ternyata sedang mencari mangsa. Hal itu terjadi berulang kali hingga sebuah pertemuan merubah segalanya.
Jika yang anda harapkan sekedar melihat Scarlett Johansson telanjang tentu saja anda akan terpuaskan alasannya yaitu ini merupakan salah satu penampilannya yang paling berani dengan beberapa adegan telanjang bundar yang tidak hanya sekilas. Tapi kalau anda berharap sajian sci-fi yang melaju kencang sebagai hiburan sambil makan popcorn mungkin Under the Skin bakal mengecewakan atau setidaknya memusingkan anda. Jonathan Glazer nyatanya mengemas filmnya ini dengan cara yang lebih "nyeni" alasannya yaitu semua aspek umum yang sering kita temui dalam film-film arthouse ada disini. Tempo lambat yang sunyi? Film ini banyak mengandung adegan panjang yang bergerak lambat bahkan steady dan begitu minim dialog. Simbolisme? Tentu saja ada alasannya yaitu film ini berpotensi memusingkan bagi para penonton yang belum familiar dengan film semacam ini. Alih-alih menghadirkan sebuah film invasi alien yang merasuki badan insan mirip Invasion of Body Snatchers, Glazer justru menciptakan film yang begitu menghantui dan dipenuhi drama perihal transformasi dan evolusi menjadi seorang manusia. Aspek aliennya digunakan biar kita mempunyai sosok protagonis yang bukan insan dan perlahan "belajar" menjadi manusia.

Tapi walaupun terasa berat alasannya yaitu tempo super lambat dan aura penuh kesunyian yang kelam, film ini tidaklah mempunyai jalan dongeng yang rumit. Ada beberapa sequence yang terasa abnormal khususnya dikala ScarJo menjebak para pria-pria berangasan ke dalam rumahnya. Adegan itu tidak hanya tersaji dengan visual yang indah tapi juga berpotensi menciptakan penonton garuk-garuk kepala memikirkan apa yang terjadi. Tapi sebetulnya semua sangatlah sederhana. Adegan itu hanya memperlihatkan sang alien menangkap para insan meski tujuannya untuk apa tidak dijeaskan (di novel tujuannya dijelaskan). Kemudian kisah besarnya yaitu perihal si alien yang perlahan mencicipi adanya sisi kemanusiaan dalam diri yang ironisnya terjadi sesudah ia berinteraksi dengan insan yang tidak dimanusiakan oleh insan lainnya. Terbaca bukan? Under the Skin diluar segala visual absurdnya yaitu kisah drama perihal "apa itu manusia?" Glazer memperlihatkan banyak definisi perihal insan disini, dan penonton diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri pengertian insan yang berdasarkan mereka tepat. Jika ada yang bertanya siapakah si laki-laki bermotor maka akan saya jawab ia yaitu "satpam" dan "tukang sapu".
Aspek visualnya luar biasa berkat sinematografi yang indah sekaligus mengerikan garapan Daniel Landin. Semua adegan yang terjadi dalam rumah alien terasa begitu mengerikan dan anehnya begitu indah. Belum lagi ditambah scoring garapan Mica Levi yang berhasil memperlihatkan kesan menyeramkan dan tanpa henti menusuk-nusuk gendang indera pendengaran saya. Ditambah sosok ScarJo yang sanggup tampil sensual sekaligus misterius, maka jadilah Under the Skin, sebuah drama dalam pakaian sci-fi yang dikemas dengan unsur horror kental. Saya begitu menyukai pengemasannya alasannya yaitu sanggup menciptakan saya ikut mencicipi bahwa proses "penculikan" yang dilakukan sang alien itu sungguh mengerikan. Tidak perlu adegan sadis penuh darah saya sudah dibentuk ngeri melihat semua itu. Perasaan cuek yang mengiringi perjalanan Scarlett Johansson juga begitu terasa berkat tempo lambat dan atmosfer kelam nan sepinya. Proses syutingnya yang penuh improvisasi (adegan ScarJo bertanya pada para laki-laki dan mengajak meraka bicara di dalam van yaitu improvisasi yang direkam secara candid) juga menguatkan kesan natural pada tiap adegan. 

Sayang film ini masih terburu-buru dan kurang dalam menggali momen disaat sang alien perempuan mulai mencicipi adanya kemanusiaan dalam dirinya. Apa yang hadir masih belum cukup untuk menciptakan saya ikut mencicipi dan memahami pergolakan yang terjadi dalam dirinya. Transformasi yang terjadi masih terasa kasar dan sesungguhnya masih butuh beberapa menit lagi adegan yang signifikan daripada hanya terus menampilkan adegan ScarJo berjalan tanpa tujuan. Tapi toh itu tidak serta merta pribadi menciptakan Under the Skin menjadi film yang mengecewakan sesudah semua hal andal yang diberikan sebelumnya. Apalagi film ini berhasil ditutup dengan sebuah ending yang sanggup terasa disturbing dan menghantui. Akan sulit melupakan apa yang ditampilkan Jonathan Glazer dalam epilog filmnya ini, seolah memperlihatkan pada penontonnya bahwa semua perjalanan/pencarian sanggup berakhir tiba-tiba secara tragis bahkan sebelum kita sanggup menemukan balasan niscaya dari apa yang kita cari. Seksi, mengerikan, dan misterius secara bersamaan, Under the Skin jelas bukanlah hasil yang percuma sesudah persiapan panjang selama kurang lebih satu dekade yang dilakukan Glazer dan timnya. Gila dan mengesankan!

Belum ada Komentar untuk "Under The Skin (2013)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel