The Fifth Element (1997)

Semua orang niscaya baiklah bahwa masa keemasan Luc Besson terjadi pada tahun 90-an. Pada masa inilah dia banyak melahirkan film-film klasik yang juga meraih kesuksesan besar di Box Office, mulai dari Nikita, Leon: The Professional sampai The Fifth Element. Judul yang disebut terakhir merupakan salah satu film tersukses dari Besson. Film ini sempat menjadi film Prancis dengan pendapatan tertinggi sepanjang masa (lebih dari $263 juta) sebelum dikalahkan oleh The Intouchables (review) pada tahun 2011 dan merupakan film Luc Besson dengan pendapatan tertinggi sebelum dilewati Lucy (review) tahun ini. Ide kisah dari The Fifth Element sendiri sudah mulai ditulis oleh Luc Besson pada tahun 1975, tepatnya 22 tahun sebelum filmnya dirilis ketika dia gres berumur 16 tahun. Film ini sendiri merupakan film Prancis termahal dan terbesar di zamannya. Hal itu tidak hanya alasannya ialah bujetnya yang mencapai $90 juta tapi juga alasannya ialah keberadaan nama-nama besar yang tengah berada dalam puncak popularitas menyerupai Bruce Willis, Gary Oldman dan Chris Tucker. Lewat film ini jugalah Milla Jovovich mulai mendaki puncak popularitasnya. 

The Fifth Element berkisah ihwal keberadaan empat watu yang merupakan perlambang empat elemen (air, api, angin, tanah). Keempat watu tersebut merupakan sebuah senjata yang disimpan oleh ras alien berjulukan Mondoshawans di Bumi untuk menghancurkan sosok jahat yang akan berdiri setiap 5.000 tahun. Selain keempat watu tersebut ada elemen kelima yang bakal menyatukan kekuatan keempatnya, dan elemen kelima itu berwujud manusia. Pada tahun 2263, sosok jahat itu pun berdiri dalam wujud planet raksasa yang siap menghancurkan Bumi. Untuk mendapat kelima elemen tersebut, dia memanfaatkan seorang industrialis berjulukan Zorg (Gary Oldman) yang meyewa ras alien Mangalores untuk merebutnya dari Mondoshawans. Tapi elemen kelima yang ternyata berwujud seorang gadis berjulukan Leeloo (Milla Jovovich) berhasil kabur dan secara tidak sengaja bertemu dengan Korben Dallas (Bruce Willis), seorang mantan anggota militer yang sekarang bekerja sebagai supir taksi. Mereka berdua pun berakhir saling membantu untuk mencegah kehancuran dunia.


Apa perbedaan fundamental Luc Besson dan Michael Bay dalam hal mengemas adegan aksi? Jika Bay hanya asal melempar ledakan demi ledakan, Besson lebih berfokus pada bagaimana menciptakan adegan aksinya terasa menyenangkan dengan pengemasan yang stylish  dan over-the-top meskipun tidak mengandung banyak ledakan...setidaknya dibandingkan dengan film-film Bay. Dalam The Fifth Element, kita akan melihat "asal muasal" bagaimana seorang Luc Besson sanggup menghadirkan Lucy yang meskipun terbelakang dari segi kisah tapi benar-benar menyenangkan berkat pengemasan adegan agresi dari Besson dan pengemasan visualnya. Dengan production design yang dipegang oleh komikus Jean Giraud dan Jean-Claude Mezieres, film ini punya hidangan visual yang mengesankan dan terasa unik. Kita akan melihat bagaimana kota masa depan lengkap dengan kendaraan beroda empat terbang, hingga banyak sekali teknologi canggih lainnya yang kebanyakan berada di seputaran senjata dan pesawat luar angkasa. Tentu saja film ini terasa berlebihan dalam desain dan teknologinya, tapi tetap menawarkan visual yang menghibur. Disini kita juga sanggup melihat asal muasal mesin DNA yang muncul di film Prometheus (review)

Tapi meski visualnya colorful dan keberadaan teknologi yang nampak mustahil, kedua aspek tersebut masih sanggup dinikmati. Over-the-top tapi tidaklah konyol. Sayangnya hal yang sama tidak terjadi dengan desain dari beberapa karakternya. Ambil referensi para polisi yang menyerupai Judge Dredd dengan pakaian terlalu besar dan helm gila yang konyol. Atau lihat juga para alien Mondoshawans yang punya bentuk badan menggelikan plus cara berjalan yang terlalu lambat, tidak nampak menyerupai ras alien yang menjadi impian Bumi. Saya tidak terkejut kalau Bumi pada balasannya hancur kalau ras alien pelindung yang dipuja oleh para pendetanya saja terlihat menyerupai makhluk terbelakang yang idiot menyerupai ini. Untuk saja kalau bicara duduk kasus desain karakter, beberapa tokoh lainnya punya desain menarik hasil karya desainer Prancis Jean-Paul Gaultier. Mulai dari Zorg hingga Leeloo semuanya punya ketaknormalan yang memikat dan ikonis dalam penampilan mereka. Ditambah dengan pengemasan efek CGI yang baik makin lengkaplah The Fifth Element sebagai hidangan visual yang cukup memikat.
Film ini sanggup saja menjadi sebuah guilty pelasure layaknya Lucy, kalau saja Luc Besson tidak terlalu banyak menghadirkan unsur komedi konyol yang tidak lucu. Seolah senada dengan desain dari Mondoshawans, tone film ini pun turut terasa konyol dan bodoh. Padahal intinya kisah dari The Fifth Element sudah terasa brainless dan berpotensi menjadi fun jika tidak ditambahi banyak sekali kebodohan dalam komedinya. Saya tidak anti dengan sentuhan komedi dalam film aksi/sci-fi. Sebagai referensi baru-baru ini ada Edge of Tomorrow (review) yang luar biasa menghibur dengan balutan komedinya, hanya saja The Fifth Element terlalu konyol. Bagus memang alasannya ialah artinya Besson sadar untuk tidak terlalu menganggap serius film dengan kisah yang jauh dari kata cerdas ini, tapi kekonyolannya sudah melampaui batas, dan itu tidak menyenangkan, berbeda dengan aksinya yang menyenangkan meski over-the-top. Besson terlalu berusaha keras memasukkan unsur komedi, terlihat dengan kehadiran sosok Ruby Rhod-nya Chris Tucker. Sebenarnya Tucker sudah maksimal bermain sebagai DJ radio eksentrik ini, tapi bukan aktingnya yang bermasalah, karakternya yang terlalu annoying dan tidak pentinglah yang menjadi masalah.

Masih sama menyerupai Lucy, Luc Besson juga coba menyelipkan hal-ha berbau filosofis dalam kisah film ini. Yang paling terasa tentu saja alasan kenapa ada sosok Leeloo sebagai elemen kelima. Keempat elemen lainnya ialah unsur yang menyusun dunia, dan untuk menyatukan serta menyempurnakan kesemuanya diharapkan manusia. Tapi tidak hanya sekedar insan saja, melainkan insan yang mempunyai dan memahami apa arti dari rasa cinta. Besson juga memasukkan banyak sekali hal lainnya, tapi semua itu hanya tersaji dan dirangkum pada bab akhirnya, seshingga sisa 2 jam sebelumnya hanya terasa sebagai film agresi yang tidak bertutur ihwal apapun, berbeda dengan Lucy yang secara konsisten memasukkan banyak sekali tema dan filosofi dari awal hingga akhir. Hal itu menciptakan tema yang coba dituturkan oleh Besson kurang terasa. Pada balasannya sangat disayangkan segala keasyikan yang dipunyai film ini mulai dari adegan agresi hingga visualnya menjadi tertutupi oleh satu hal negatif yaitu kekonyolan komedi yang tidak lucu. 

Belum ada Komentar untuk "The Fifth Element (1997)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel