Palo Alto (2013)

Sebeum bicara perihal Palo Alto, ijinkan saya sedikit membahas perihal Coppola family tree. Keluarga Coppola seolah tidak pernah kehabisan talenta dalam dunia perfilman. Generasi pertama punya Carmine Coppola dan Anton Coppola yang sama-sama seorang komposer. Carmine yaitu penggubah scoring The Godfather, The Godfather Part II dan Apocalypse Now sedangkan Anton menciptakan musik The Godfather Part III dan Dracula. Sedangkan generasi kedua punya Francis Ford Coppola yang legendaris itu sekaligus sutradara dari film-film yang saya sebutkan diatas. Istrinya, Eleanor Coppola yaitu sutradara dokumenter. Ada juga Talia Shire yang menjadi aktris dan populer lewat kiprahnya sebagai Connie di The Godfather serta Adrian di Rocky. Generasi ketiga punya Nicolas Cage, sutradara Sofia Coppola (Lost in Translation), dan aktor/komedian Jason Schwartzman sebagai yang paling dikenal. Belum lagi nama-nama lain yang punya karir lebih kecil dan tidak saya sebutkan. Pada generasi keempat, nama Gia Coppola yaitu yang pertama muncul ke dunia perfilman lewat Palo Alto yang merupakan debut penyutradaraannya.

Film ini diangkat dari koleksi dongeng pendek karya James Franco yang kemudian dibukukan dengan judul sama menyerupai filmnya. Nama "Palo Alto" sendiri diambil oleh James Franco dari nama kota asalnya yang terletak di California. Filmnya sendiri bercerita perihal kehidupan beberapa orang remaja SMU yang tengah menjalani kehidupan liar masa muda yang dipenuhi alkohol, ganja dan pastinya seks. Ada Teddy (Jack Kilmer) dan Fred (Nat Wolff) yang erat dan selalu berpesta dan melaksanakan banyak sekali hal gila berdua meski nampaknya Teddy hanya "terbawa" oleh Fred yang memang lebih liar. Disisi lain Teddy juga rahasia tengah menyukai seorang gadis berjulukan April (Emma Roberts). Sedangkan April secara tersirat juga memperlihatkan bahwa ia pun menyukai Teddy tapi alasannya yaitu tidak ada "pergerakan" dari Teddy, April pun menentukan diam. April justru perlahan mulai menjalin kedekatan dengan Mr. B (James Franco), instruktur tim sepak bola tempatnya bermain yang tentu saja berusia jauh lebih renta daripada April. Para remaja ini pun masing-masing mulai menghadapi banyak sekali permasalahan yang harus mereka lalui untuk mencapai kedewasaan dan mendapat kebahagiaan.
Palo Alto punya semua yang anda harapkan dari sebuah drama indie bernafaskan arthouse khusussnya berkaitan dengan pengemasan yang dilakukan oleh Gia Coppola. Diisi dengan gambar-gambar indah garapan sinematografer Autumun Durald yang mengeksploitasi properti menarik yang membisu dan matahari yang bersinar hangat pada magic hour film ini memang merupakan hiburan visual yang mengesankan. Belum lagi ditambah musik-musik minimalis namun romantis garapan Devonte Hynes dan Robert Schwartzman yang makin melengkapi nuansa indie dan arthouse dari Palo Alto. Sayangnya Gia Coppola terlalu berusaha menciptakan filmnya menjadi indah tanpa memperlihatkan makna yang lebih dalam untuk gambar-gambar tersebut. Bedakan dengan Terrence Malick misalkan yang tidak hanya asal memasukkan gambar indah dalam filmnya tapi juga menyelipkan makna mendalam disana. Sedangkan momen indah dalam Palo Alto hanya sekedar indah saja, kurang bermakna bahkan terkadang menciptakan plot-nya jadi tidak bergerak. Seolah semuanya diselipkan untuk menambah-nambah durasi film jawaban dongeng yang kurang dikembangkan. Lagipula sesungguhnya visual film ini "hanya" bagus tapi tidak outstanding karena sudah banyak ditemui dalam film-film lainnya.
Ceritanya sendiri sebetulnya cukup menarik. Dalam naskah yang ia tulis, Gia Coppola sudah berusaha memasukkan pesannya baik secara gamblang maupun tersirat lewat metafora yang hadir dalam dialog-dialog antar karakternya. Palo Alto sesungguhnya yaitu dongeng yang digerakkan oleh karakter-karakternya. Mereka semua yaitu remaja yang kesepian, murung dan tersesat dalam hidup. Selain itu film ini juga bertutur perihal orang-orang yang punya jati diri tidak menyerupai yang nampak dari luar diri mereka. Semisal April yang sempat disindir alasannya yaitu masih perawan padahal beliau jauh lebih "liar" daripada teman-temannya alasannya yaitu sudah bekerjasama seks dengan sang pelatih. Atau sosok Emily (Zoe Levin) yang dicap sebagai gadis murahan tapi sebetulnya hanyalah seseorang yang kesepian dan mencari sosok laki-laki yang mengasihi beliau apa adanya. Dengan drama yang bersentral pada karakter, harusnya film ini bisa menciptakan penonton terikat dan bersimpati pada mereka, tapi sayangnya tidak. Teddy hanya remaja yang tersesat tanpa kesan simpatik. Apalagi Fred yang memang begitu menyebalkan. Sedangkan April mungkin terasa simpatik alasannya yaitu saya terbiaskan dengan kecantikan Emma Roberts yang sejak AHS: Coven (review) sudah fasih memainkan abjad gadis yang menggoda. Sedangkan James Franco sebagai pemilik nama terbesar di film ini menyerupai biasa tampak selalu tersenyum dalam setiap kemunculannya, tidak peduli konteks adegan yang sedang ia mainkan.

Gia Coppola juga menyerupai kurang terperinci ingin mengemas filmnya menyerupai apa dan risikonya menentukan jalur aman. Sebagai film perihal kisah cinta remaja polos yang selalu harap-harap cemas untuk mengutarakan cintanya, film ini terperinci terlalu "dewasa" dan momen pengucapan "I Love You" yang pertama dari Teddy untuk April terasa begitu datar. Sedangkan untuk drama yang mengedepankan wild life, film ini masih terlalu "jinak" menyerupai yang terlihat dalam adegan seks antara April dan Mr. B. Sebagai jalur kondusif risikonya Gia Coppola menentukan mengemas film ini menyerupai kebanyakan drama indie lainnya dengan visual indah dan musik minimalis berisikan petikan gitar akustik atau dentingan piano sederhana. Tapi hal itu justru menghilangkan esensi dan kesan liar yang dimiliki dasar dongeng dari Palo Alto itu sendiri. Sayang memang, pada risikonya debut penyutradaraan Gia Coppola tidak sebaik para pendahulunya menyerupai Francis Ford Coppola maupun Sofia Coppola.

Belum ada Komentar untuk "Palo Alto (2013)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel