The Interview (2014)
Sudah bukan belakang layar lagi bahwa sosok diktator yang paling sering menjadi korban bullying di dunia maya yaitu Kim Jong-un. Meski Presiden Korea Utara ini dianggap berbahaya alasannya yaitu konon mempunyai rudal nuklir dalam jumlah besar, tetap saja ia menjadi materi olok-olok entah itu alasannya yaitu tampilan fisiknya (gaya rambut konyol dan badan gemuk) atau keputusan-keputusannya yang dianggap menggelikan. Kim Jong-un mungkin salah satu diktator paling dibenci dikala ini, tapi disaat bersamaan ia juga menjadi diktator paling tak berwibawa gara-gara olok-olok dunia maya tersebut. Karena itu dengan menjual premis "usaha pembunuhan terhadap Kim Jong-un" sudah cukup untuk menciptakan The Interview yang disutradarai duet Seth Rogen dan Evan Goldberg ini menjadi film yang dinanti. Rasa ingin tau aku semakin bertambah alasannya yaitu kontroversi yang mengiringi perilisannya. Sony yang pada awalnya berniat merilis film ini pada 25 Desember terpaksa membatalkannya alasannya yaitu kelompok misterius berjulukan Guardians of Peace yang meng-hack system database Sony mengancam melaksanakan agresi terorisme pada bioskop yang memutar film ini.
Untung pada akibatnya Sony tetap merilis film ini meski hanya melalui VOD dan perilisan terbatas pada 25 Desember lalu. The Interview sendiri berfokus pada dua karakter, Dave Skylark (James Franco) yang memandu program talk show selebritis dan produsernya, Aaron Rapoport (Seth Rogen). Acara tersebut selalu menerima rating tinggi dan telah menembus 1000 episode. Tapi kesuksesan itu nyatanya tidak sebegitu menyenangkan bagi Aaron yang tidak puas hanya menyajikan informasi santai dan kehidupan selebritis. Dia ingin menyajikan sebuah informasi serius supaya dirinya bisa dianggap sebagai sosok jurnalis yang serius pula. Bak gayung bersambut, Aaron dan Dave mengetahui kabar bahwa Kim Jong-un merupakan fans berat program mereka. Dari situlah muncul inspirasi untuk melaksanakan wawancara dengan diktator Korea Utara tersebut. Disaat ajakan wawancara telah disetujui dan keduanya tengah bersiap, datanglah Agen Lacey (Lizzy Caplan) dari CIA yang memberi kiprah pada keduanya untuk melaksanakan pembunuhan belakang layar pada Kim Jong-un.
Evan Goldberg dan Seth Rogen menjanjikan (atau setidaknya meniati) film mereka ini sebagai sebuah komedi yang lebih akrab kearah satir daripada humor toilet jorok ibarat film-film mereka sebelumnya. Janji untuk berusaha memang mereka tepati, alasannya yaitu setidaknya The Interview beberapa kali memperlihatkan perjuangan untuk menyindir banyak hal khususnya Kim Jong-un, sistem Korea Utara, dan Amerika Serikat sendiri. Tapi agar bagaimanapun perjuangan Goldberg dan Rogen untuk menciptakan komedi yang "lebih cerdas" terasa sama saja ibarat dikala Ang Lee menciptakan Hulk. Kesamaan ada pada ketidak familiaran gaya serta taste sang pembuat film dengan materi yang coba mereka angkat. Pada akibatnya meski naskahnya sudah ditulis oleh Dan Sterling yang sempat menulis untuk South Park (salah satu kartun dengan satir komedi terbaik yang pernah ada), penggarapan Goldberg dan Rogen tetap lebih akrab kearah kekonyolan yang bodoh. Film ini masih "amat Rogen" dengan keberadaan sedikit sentuhan pesta, komedi seksual, dan obrolan yang menyerempet kearah selangkangan. Porsinya memang tidak sebanyak biasanya, tapi tetap saja lebih mendominasi daripada satirnya.
Tapi apakah itu berarti The Interview adalah film yang buruk? Sebenarnya tidak juga. Sebagai satir, film ini memang gagal, tapi kalau dilihat sebagai film standar Seth Rogen, film ini tidaklah jelek meski bukan juga yang terbaik. Komedinya masih hit & miss dengan miss yang lebih banyak. Saya pribadi kurang menyukai komedi dari Seth Rogen yang jarang memperhatikan timing dan lebih sering asal melembar dagelan jorok sebanyak mungkin. Tapi kalau dibandingkan dengan komedi liar macam Anchorman, film Seth Rogen masih tidak seliar itu. Untungnya disini terdapat beberapa momen komedi yang cukup lucu alasannya yaitu memang memperhatikan timing. Seth Rogen dan James Franco terang menjadi ujung tombak penghantaran komedi disini, dan sayangnya mereka berdua lebih akrab kearah kolot dan menyebalkan daripada lucu. Seth Rogen disini tidak semenyebalkan biasanya. Tapi aku tetap kurang bisa menikmati teriakan-teriakannya. James Franco sendiri terus menciptakan aku bertanya-tanya bagaimana bisa ia berakting cantik di 127 Hours disaat film-filmnya yang lain memperlihatkan sang pemain film seolah tidak bisa berakting. Disini pun ekspresi anehnya lebih kearah mengganggu daripada lucu.
Untung ada Randall Park sebagai Kim Jong-un yang dengan aktingnya menciptakan sosok sang diktator lebih manusiawi. Ada kekhawatiran bahwa film ini akan total mengolok-olok Kim Jong-un ibarat dalam dunia maya sehingga sosoknya menjadi 100% bodoh, tapi nyatanya tidak. Film ini memang bentuk penyuaraan terhadap kegelisahan atau mungkin kekesaan pada rezim Kim Jong-un, tapi alih-alih eksklusif memojokkan, film ini justru mengajak penontonnya untuk juga memahami Kim sebagai manusia. Dia terang bukan Tuhan ibarat yang ada di benak banyak rakyat Korea Utara, tapi ia pun bukan setan ibarat yang banyak orang pikirkan. Lewat iringan lagu Firework milik Katy Perry, The Interview menjabarkan sisi insan dari Kim Jong-un dan menjelaskan alasan dibalik segala tindakan keji dan kesewenang-wenangannya. Kontroversi yang mengiringi The Interview memang pada akibatnya jauh lebih besar dari kelucuan filmnya sendiri, tapi setidaknya inspirasi yang ditawarkan amat menarik, dan film ini bukan sekedar pointless comedy dari Seth Rogen. Ada suatu hasrat yang ingin diteriakkan disini, dan dilihat dari dongeng maupun production value yang cukup baik terang memperlihatkan bahwa Seth Rogen merupakan pelawak paling ambisius di Hollywood dikala ini (meski bukan yang terlucu.)
Belum ada Komentar untuk "The Interview (2014)"
Posting Komentar