While We're Young (2014)

Bukan hal gampang untuk membuat huruf yang mengundang simpati penonton. Tapi jauh lebih sulit lagi dikala simpati tersebut hadir alasannya yakni adanya perasaan "senasib". Sebuah perjalanan menyenangkan dikala kita mendapati menonton suatu film dimana kita pernah mencicipi hal sama menyerupai yang dirasakan karakternya, mengalami bencana yang serupa pula, sehingga kita merasa familiar dan terikat dengan mereka. Pemaparan konflik pun tidak lagi terasa sebagai perjuangan "formalitas" demi membentu dinamika suatu film. Konflik jadi suatu cerminan realita yang kita sadari memang positif keberadaannya dalam hidup. Itulah yang saya rasakan dari karya terbaru Noah Baumbach ini. Mungkin kita semua pernah berada dalam posisi layaknya Josh (Ben Stiller), seorang pembuat dokumenter yang selama 10 tahun terhambat dalam menuntaskan film terbarunya. Kondisi itu juga yang menjadi salah satu pemicu persoalan dalam pernikahannya dengan Cornelia (Naomi Watts). Keduanya merupakan pasangan paruh baya, tidak mempunyai anak, dan mendapati kemesraan diantara mereka mulai luntur.

Beberapa kali baik Josh maupun Cornelia menyatakan pada satu sama lain ketidak inginan mempunyai anak, alasannya yakni bagi mereka hal itu bisa menghilangkan kebebasan melaksanakan apapun yang dimau. Namun kita bisa melihat bahwa kenyataan yang mereka pendam justru sebaliknya. Cornelia masih merasa stress berat dengan dua kali pengalamannya mengalami keguguran. Sedangkan Josh pun dipenuhi banyak sekali macam ketakutan yang saling berpengaruh. Seperti kutipan obrolan dari pementasan The Master Builder karya Henrik Ibsen yang menjadi pembuka, While We're Young banyak menampilkan rasa takut yang berujung pada terhambatnya kehidupan tokoh-tokohnya (especially Josh). Josh takut mempunyai anak, takut memotong dokumenternya sehingga berujung sebagai bahan kompleks nan membosankan selama enam jam yang tidak pernah keluar dari ruang editing, Josh tidak meminta dukungan mertua sekaligus mantan mentornya, Leslie (Charles Grodin) alasannya yakni tanpa pernah diakui ia takut Leslie memandangnya sebagai penerus sekaligus menantu yang gagal. 
"Ketakutan yang menghentikan langkah seseorang". Baumbach kemudian menggabungkan itu dengan tema penuaan, menerapkannya pada pasangan Josh dan Cornelia. Keduanya merasa kehidupan yang mereka jalani "payah", dan berkat penggabungan dua hal di atas, penonton bisa melihat itu secara jelas. Semakin terang sesudah kehadiran Jamie (Adam Driver) dan Darby (Amanda Seyfried), sepasang suami-istri muda yang nampak berkebalikan dari Josh dan Cornelia. Jamie dan Darby gres berusia 25 tahun, tampak begitu passionate dalam menjalin hubungan, melaksanakan hal-hal penuh kebebasan yang dirasa "liar" atau "aneh" oleh Josh dan Cornelia. Lucu, alasannya yakni mereka selalu beranggapan tidak mempunyai anak yakni perjuangan untuk mempertahankan kebebasan tapi selama ini keduanya tak pernah melaksanakan apapun. Pertemuan dengan pasangan muda itu mulai merubah rutinitas mereka. Mulai dari Josh yang mencoba berandan layaknya anak muda, Cornelia yang mengikuti kelas tari hip-hop, sampai mengikuti upacara Ayahuasca (just google it).

While We're Young adalah film yang dengan cerdiknya men-"tackle" konflik lintas generasi. Mereka yang bau tanah akan menganggap para anak muda gila dan sering melaksanakan hal-hal "berbahaya", sedangkan sebaliknya bagi pemuda, generasi bau tanah sering dianggap membosankan. Siapa benar dan siapa salah, film ini mengajak kita melihat bahwa hal itu tidak ada. Untuk yang sudah berumur layaknya Josh dan Cornelia, memang anggun sesekali meluangkan waktu bersenang-senang menikmati kebebasan, Pada awalnya itu terbukti mengembalikan hasrat serta romantika mereka berdua. Tapi sesudah itu justru kepalsuan yang tercipta. Keduanya lupa bahwa semua itu hanyalah bab dari perjalanan hidup, dan dulu, masa penuh kesenangan itu pun pernah mereka alami. Sedangkan bagi para cowok pun sama, tidak peduli seunik apapun kalian sekarang, pada dikala bau tanah nanti juga akan berakhir sebagai "orang bau tanah membosankan" menyerupai pada umumnya. Jamie dan Darby mungkin liar, tapi bukan alasannya yakni mereka "gila" tapi alasannya yakni mereka masih muda. Semuanya hanya persoalan perspektif, dan Baumbach begitu lancar menuturkan konflik yang jawabannya akan sulit diungkapkan lewat kata-kata tersebut.
Pada awal goresan pena saya membahas wacana huruf simpatik. Keterikatan saya akan sosok Josh begitu kuat disini. Kecemburuan, takut akan kegagalan, takut mengecewakan orang lain, takut membuang segala kesempatan, saya tahu rasanya semua itu. Saya pernah, bahkan sering berada dalam posisi menyerupai Josh. Melihatnya, saya bagaikan dipertontonkan suatu refleksi oleh Noah Baumbach. Refleksi hidup dan diri saya sendiri. Emosi sukses diaduk-aduk seiring dengan banyak sekali kesulitan yang menghampiri Josh. Setiap kesulitan dan kegagalan yang menghampiri, rasa sakit yang saya rasakan juga semakin menumpuk. Sosoknya nampak menyedihkan, dan Ben Stiller memang sesuai dengan tugas menyerupai itu. Sesekali mengatakan talenta komedinya, tapi akting dramatis dari ekspresi wajah "tak berdaya" itulah yang mencuri perasaan saya. Beginilah keindahan dari kekuatan realisme huruf dalam film. Bukan hanya sesosok tokoh fiksi, tapi miniatur kehidupan sehari-hari. Seperti fim garapan Jamie, bukan persoalan orisinil atau tidak, tapi sejauh mana hal itu bisa mewakili orang-orang yang menontonnya. 

Tapi bukan film Noah Baumbach namanya, kalau tanpa selipan komedi sederhana namun bisa memancing tawa. Sederhana, alasannya yakni dagelan Baumbach tidak akan jauh-jauh dari situasi awkward atau tingkah polah huruf yang gila namun masih sangat masuk akal terlihat di sekitar kita. Ben Stiller dan Naomi Watts sama-sama melakoni momen dramatik maupun komedik dengan baik. Tapi Naomi Watts dengan segala tarian hip-hop-nya yakni pemancing tawa paling besar di paruh pertama. Kenapa paruh pertama? Well, karena pada paruh kedua, filmnya bergerak kearah yang jauh lebih serius dan emosional. Filmnya memang emosional, tapi apakah hanya untuk mereka yang mencicipi kemiripan dengan karakternya? Saya jawab "ya", tapi hampir semua penonton setidaknya akan merasa terwakili pada salah satu momen. Karena begitu banyak konflik yang kuat berpijak pada realita hadir dalam film ini, dan hebatnya Noah Baumbach begitu mulus merangkum semua itu, tanpa harus terasa sebagai kepingan-kepingan terpisah yang dipaksakan menjadi satu. 

Verdict: Another funny and bittersweet movie by Noah Baumbach with relatable characters. The story looks simple on the surface but have much deeper complexity about fear, ageing and relationship inside it.

Belum ada Komentar untuk "While We're Young (2014)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel