Bone Tomahawk (2015)

Western sebenarnya tak bisa dilepaskan dari horor, baik "horror of nature" maupun "horror of human". Terdapat alasan besar lengan berkuasa dibalik penggunaan kata "wild" di depan "west". Entah padang gersang yang terbentang luas, hewan-hewan mematikan, hingga para durjana bersenjata yang tidak segan menghabisi nyawa insan ialah beberapa pola sumber maut yang siap menerkam kapan saja. Maka disaat S. Craig Zahler memadukan western dengan horor, ia "hanya" menempatkan satu sisi esensial dari western yang biasanya subtil ke tengah narasi secara lebih eksplisit. Memadukan perjalanan para koboi di alam liar dengan gorefest kanibalisme suku pedalaman, "Bone Tomahawk" memperlihatkan betapa mematikannya dunia barat liar lewat cara paling gruesome yang bisa dibayangkan. 

Sedari adegan pembuka, penonton sudah diperlihatkan adegan penyayatan leher oleh dua orang bandit. Begitu ringan bagi keduanya untuk menghabisi nyawa banyak insan demi mendapat harta benda mereka. Tapi tidak butuh waktu usang bagi film ini mengungkap bahwa dua durjana itu nampak ramah jikalau dibandingkan para penebar teror sesungguhnya. Kita tidak pribadi diperlihatkan menyerupai apa rupa mereka, tapi diajak mengamati detail daerah tinggalnya, agar nanti tercipta antisipasi penuh ketegangan ketika filmnya membawa kita kembali kesana. Narasi kemudian melompat menuju 11 hari kemudian, mengambil setting di sebuah kota kecil berjulukan Bright Hope. Kota tersebut dijaga oleh Sheriff Franklin Hunt (Kurt Russell) yang tak segan menembak mereka yang dianggap berbahaya. Dilain pihak ada Arthur (Patrick Wilson) yang harus tinggal di rumah akhir cedera parah di kakinya. Arthur dirawat oleh sang istri, Samantha (Lili Simmons) yang punya keahlian medis.

Pada suatu malam Sheriff Hunt menembak kaki salah satu durjana yang kita lihat di awal film alasannya ditengarai telah melaksanakan perbuatan mencurigakan dan berusaha kabur. Samantha pun diminta merawat sang durjana di dalam penjara semalaman. Keesokan paginya, bersamaan dengan simpulan hidup mengenaskan seorang stablehand, Samantha beserta sang durjana dan satu orang deputi telah menghilang dari penjara. Satu-satunya barang bukti tertinggal ialah panah, yang oleh seorang Indian disebut sebagai milik suatu suku Indian yang masih sangat primitif, ganas dan liar berjulukan "Troglodytes". Dari situ perjalanan untuk menyelamatkan Samantha dilakukan. Berangkatlah Sheriff Hunt bersama Arthur yang masih cedera, deputi renta berjulukan Chicory (Richard Jenkins), dan John Brooder (Matthew Fox) yang selama hidupnya telah banyak membantai suku Indian. 
S. Craig Zahler berhasil mengambarkan kapasitasnya mempermainkan antisipasi penonton. Baik kita maupun karakternya tak ada yang tahu menyerupai apa "Troglodytes" sesungguhnya. Satu yang ditekankan oleh Zahler, bahwa perjalanan yang akan dilakukan keempat karakternya tak ubahnya misi bunuh diri. Pembangunan tensi mendapat pondasi besar lengan berkuasa berupa inovasi mayit dengan usus terburai. Lalu kita dihadapkan pada pertemuan beberapa orang di sebuah kafe yang berujung pada penyusunan taktik pula perdebatan. Zahler dengan baik memunculkan kecemasan yang dialami para tokohnya, menciptakan pertemuan itu terasa chaotic meski tanpa diiringi banyak teriakan atau scoring penuh dentuman. Kita tahu bahwa mereka berlomba dengan waktu, sama menyerupai kita tahu bagaimana khawatirnya Arthur akan keselamatan sang istri. Seperti yang dikatakan Lorna, istri Sheriff Hunt pada sang suami, tak ada jaminan Samantha masih hidup. Bagaimana jikalau sesampainya disana ia sudah bernasib mengenaskan? Rasa takut itu tak hanya dirasakan Arthur tapi juga penonton.

Intensitas menurun begitu perjalanan panjangnya dimulai. "Bone Tomahawk" lebih banyak menghabiskan durasi memperlihatkan karakternya berjalan, istirahat, kemudian terlibat obrolan sambil sesekali berurusan dengan "ancaman kecil". Kembali lagi, Zahler mumpuni dalam membangun suasana. Lewat sosok Arthur yang susah payah menahan cedera kakinya, kesan beratnya perjalanan sudah bisa digambarkan. Tapi beda ceritanya ketika membahas kemampuan Zahler dalam penulisan naskah. Tanpa banyak action, perjalanan panjang yang ditempuh tetap bisa menarik andaikata ia bisa menuliskan obrolan interaksi memikat antar-karakter, padahal keempatnya sudah mempunyai kepribadian yang berpotensi menyulut obrolan dinamis. 
Sheriff Hunt sebagai pemimpin tegas, Arthur yang penuh kekhawatiran akan sang istri sekaligus penganut agama yang kuat, Chicory yang mengedepankan moralitas dan sesekali mengeluarkan celetukan sebagai pemancing komedi, hingga John yang tak pandang bulu dalam membunuh dan tak mempedulikan perasaan orang lain ketika berkata-kata. Potensi itu disia-siakan oleh obrolan miskin eksplorasi, dimana tiap tokoh hanya melontarkan sepatah dua patah kata yang tak banyak memperlihatkan penelusuran lebih jauh perihal siapa diri mereka. Hanya sesekali terjadi perbincangan sebelum Zahler kembali membawa kita pada perjalanan yang semakin usang semakin dragged, apalagi ketika durasi total menyentuh 132 menit. 

Untungnya "Bone Tomahawk" kembali mendapat momentumnya ketika keempat protagonis datang di daerah bermukim "Troglodytes". Karena telah sempat singgah disana pada paruh awal, ketegangan pribadi hadir ketika kita datang di daerah yang sudah familiar itu. Namun serupa dengan karakternya, penonton akan dibentuk shock, tidak mengira bahwa kengerian yang menanti jauh di atas ekspektasi. Walaupun ada usus terburai di awal film, saya tidak mengira film ini akan mempunyai gore eksplisit gila-gilaan layaknya film-film kanibal klasik. Saya tidak siap dihadapkan pada pemandangan tersebut, sehingga rasa terkejut menjadi berlipat ganda. Setelah ketenangan yang mayoritas di pertengahan, pertunjukkan sadisme yang menyusul menghasilkan efek kengerian teramat besar. Sejak awal, ini bukan tontonan eksploitasi, yang menciptakan gorefest di simpulan tidak menciptakan saya bersorak kegirangan, tapi murni meninggalkan horor disturbing.

Berfokus pada horor dan kekurangan Zahler dalam penulisan naskah menciptakan performa akting tak menjadi sorotan. Tapi terang Kurt Russell menghadirkan kembali pesona sebagai hero sarat unsur machoisme. Sosok tuanya tak memperlihatkan kerentaan, justru kekuatan hasil tempaan banyak sekali pengalaman hidup yang dipenuhi kekerasan. Tapi dalam tiap tatapannya, terpancar nurani seorang penegak aturan yang tidak tinggal membisu ketika kejahatan terjadi di sekelilingnya. "Bone Tomahawk" ialah citra mengerikan mengenai alam liar yang tidak pernah dibayangkan oleh kita, insan beradab dengan kebiasaan tinggal di dunia penuh moralitas, agama, serta peri kemanusiaan. Klimaksnya pun bukan sekedar pekan raya abnormal dipenuhi badan terburai, tapi juga pertarungan sebagai pembeda disaat insan modern yang lebih bisa mengikuti keadaan memakai kecerdasan pikir dihadapkan pada sosok-sosok brutal yang mungkin tidak banyak mempunyai perbedaan dengan binatang buas. 

Belum ada Komentar untuk "Bone Tomahawk (2015)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel