Attack On Titan: Part 1 (2015)

Apa tujuan melaksanakan pembiasaan dari manga yang bahkan belum menuntaskan penceritaannya? Bukankah dengan begitu sang pembuat film harus membuat ending baru yang kemungkinan besar bakal berbeda dari sumbernya? Tidak akan jadi persoalan jikalau ending itu mempunyai esensi serupa, tapi bagaimana jikalau jauh berbeda? Dibuatnya live action Attack on Titan tentu didasari oleh popularitas manga dan anime-nya yang ketika ini tengah mencapai puncak. Saat ini komiknya telah mencapai 73 chapters dan masih terus berlanjut. Film adaptasinya sendiri dipecah menjadi dua bagian, dimana bab kedua yang bertajuk Attack on Titan: End of the World bakal dirilis pertengahan September ini. Bicara persoalan tujuan, tidak perlu dipertanyakan lagi bahwa uang menjadi faktor utama. 

Untuk mengeruk laba sebanyak mungkin, memaksimalkan potensi baik dari calon penonton yang merupakan fans maupun yang bukan harus dilakukan. Bagi para non-fans, daya pikat utama berasal dari sajian epic blockbuster penuh agresi pertempuran insan melawan Titan. Sedangkan bagi para fans, kesetiaan pembiasaan terhadap manga menjadi harga mati. Namun tolong-menolong cukup dengan memenuhi ekspektasi penggemar saja film ini akan memuaskan penonton awam, alasannya intinya Attack on Titan sudah dipenuhi "kenikmatan" berupa adonan agresi cepat dengan horror yang cukup brutal. Maka menjadi terasa asing disaat beberapa bab penting naskah yang ditulis oleh Yusuke Watanabe dan Tomohiro Machiyama secara "nekat" membelot dari manga.

Saya sendiri bukan merupakan fans, tapi tidak sanggup disebut sepenuhnya awam juga terhadap manga-nya. Sempat membaca beberapa chapter awal, saya pun telah mengakui potensi manga karya Hajime Isayama tersebut. Atmosfernya penuh teror, aksinya memikat, dramanya pun besar lengan berkuasa sambil dibarengi eksplorasi tiap-tiap abjad yang merata. Karena itu saya sanggup membayangkan kekecewaan banyak fans (yang hingga ketika ini cukup vokal bersuara) menonton pembiasaan ini. Karakter-karakter utama menyerupai Eren (Haura Miura) hingga Mikasa (Kiko Mizuhara) mendapat treatment yang berbeda dari sumbernya. Sebagai salah satu contoh, Eren di manga begitu membenci dan bersumpah akan menghabisi para Titan sesudah melihat sang ibu tewas mengenaskah di depan matanya. Sedangkan di film ini Mikasa-lah yang tewas. Mungkin tidak akan menjadi masalah, alasannya keduanya sama-sama menunjukkan sang tokoh kehilangan sosok tercinta yang mana tetap mendukung pengembangan karakternya. Tapi lalu Mikasa diperlihatkan masih hidup dan telah bermetamorfosis pembantai Titan dengan julukan "Goddess" yang bersikap hambar pada Eren.
Alasan kenapa pembaca komiknya sanggup mendukung Eren yakni alasannya kehilangan orang terkasih. Disaat filmnya mengungkap bahwa orang tersebut ternyata masih hidup, maka motivasi Eren tidak lagi menjadi valid. Ditambah lagi sebelumnya ia tidak digambarkan sebagai cowok yang peduli pada desanya. Dia tidak percaya akan keberadaan Titan, dan yang ia pikirkan hanya ingin keluar dari tembok untuk bertualang di dunia luar. Maka sulit diterima ketika Eren membenci Titan "hanya" alasannya monster-monster itu menghancurkan desanya. Rasa benci akan muncul, tapi tidak akan sekuat jikalau ia kehilangan seseorang yang berharga. 

Naskahnya memang banyak membuang potensi termasuk yang terkandung dalam cerita. Dunia dalam Attack on Titan adalah post-apocalyptic yang sesungguhnya depresif. Masyarakat tinggal di dalam tiga lapis tembok, tidak lagi mengenal teknologi layaknya masa sekarang, bahkan lautan sudah menyerupai sebuah mitos dimana tidak ada satupun pernah melihatnya. Ketiadaan eksplorasi lebih jauh terhadap banyak sekali aspek tersebut membuatnya berakhir hanya sebagai tempelan. Dunia yang dihadirkan pun tidak jauh beda dengan karakter-karakternya yang dua dimensi. Saya tidak pernah merasa diajak masuk entah kedalam diri abjad maupun dunianya. Semua terasa kosong. 
Permasalahan juga muncul dari pace yang terburu-buru. Sutradara Shinji Higuchi seolah kebingungan ingin lebih menekankan unsur horror atau agresi pada filmnya. Pergerakan alurnya memang cepat dan mengakomodir Attack on Titan sebagai action yang tanpa basa basi. Tapi hal itu menjadi bumerang alasannya seringkali suatu momen hadir begitu cepat tanpa ada building yang memadahi. Sebagai pola kasatmata yakni serangan Titan di awal film yang didahului oleh kehadiran Colossal Titan. Tidak ada perjuangan membangun suasana mencekam terlebih dulu demi mendapat momentum tepat ketika kemunculan sang Titan raksasa. Semua itu terjadi sesaat sesudah dialog antara Eren dan teman-temannya. Jika bermaksud menghadirkan kejutan mendadak pun rasanya tidak, alasannya adegan itu bukanlah scare jump. Terdapat banyak kekurangan serupa pada sisa durasi, yang menimbulkan Attack on Titan hanya melaju cepat saja tanpa ada satupun momen Istimewa di dalamnya.

Tapi pergerakan cepat itu bukannya tanpa keuntungan. Ditambah durasi yang hanya 98 menit, memang eksplorasi abjad maupun konflik terasa nihil, tapi setidaknya itu membuat filmnya tidak banyak basa-basi. Mungkin Attack on Titan tidak hingga meninggalkan kesan mendalam, tapi tidak pula terasa membosankan. Dari segi visual pun meski tidak sanggup kita bandingkan dengan blockbuster milik Hollywood, setidaknya apa yang tampak di mata sanggup menghadirkan kesan yang unik. Meski secara atmosfer gagal, tapi visualnya sanggup menawarkan mix genre antara fantasi dan horror dengan baik, khususnya ketika harus mengiringi adegan aksi. Saya cukup menyukai desain para Titan, dimana Shinji Higuchi sanggup menjauhkan monster-monster itu dari kesan menyerupai "orang bodoh". 

Attack on Titan: Part 1 mungkin gagal total untuk mencapai potensinya yang dipenuhi dongeng serta abjad kompleks. Namun dengan segala keunggulan visual dan alur cepatnya, film ini masih merupakan perpaduan aksi-fantasi-horror yang asing (in a positive way) dan menghibur. Tapi saya tidak berharap banyak pada sekuelnya. Sebuah sajian komersil yang tidak yakin ingin ditujukan kepada golongan penonton mana.

Belum ada Komentar untuk "Attack On Titan: Part 1 (2015)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel