The Huntsman: Winter's War (2016)

Merupakan sekuel untuk Snow White and the Huntsman, film ini merangkum dua rujukan permasalahan besar industri di Hollywood, yakni ambisi mengeruk uang lewat sekuel kemudian menganggap pendekatan sampaumur (baca: menjauhi kemeriahan fantasi) bakal menyebabkan suatu tontonan lebih keren. Kedua hal di atas tak sepenuhnya keliru, namun untuk The Huntsman: Winter's War, ambisi-ambisi itu disikapi secara berlebihan sampai membutakan mata pihak studio. Walaupun mencurigai secara kualitas, berkat kembalinya Charlize Theron plus penampahan Emily Blunt dan Jessica Chastain ke jajaran cast, saya pun memberi kesempatan pada film garapan sutradara Cedric Nicolas-Troyan ini. Pemberian kesempatan itu sayangnya berujung kekecewaan.

Ceritanya membawa kita jauh sebelum film pertama, ketika dua saudari, Ravenna (Charlize Theron) dan Freya (Emily Blunt) masih bersama merebut banyak sekali kerajaan. Berbeda dengan sang kakak, Freya belum mendapati gejala kebangkitan kekuatannya. Sampai suatu hari dia mendapati sang kekasih membunuh bayinya, berubahlah Freya menjadi Ice Queen. Bermodalkan kekuatan itu, Ice Queen membangun kerajaan sendiri, membuat pasukan bernama "The Huntsman" yang diisi belum dewasa dari banyak sekali tempat  guna menguasai sebanyak mungkin wilayah. Ice Queen berkuasa sambil menerapkan larangan saling mencintai, tapi itu tidak menghalangi rencana Eric (Chris Hemsworth) dan Sara (Jessica Chastain) kabur belakang layar demi cinta mereka.
Rencana pembuatan sekuel dengan kembalinya sutradara Rupert Sanders juga Katolik Stewart gagal tatkala perselingkuhan mereka terbongkar, tapi Universal pantang mengalah berusaha menimbun gunungan dollar. Alhasil terciptalah prekuel/sekuel/spin-off dari Snow White and the Huntsman ini. Pengambilan arah tersebut berpotensi membuat dongeng baru, bahkan bukan tidak mungkin membangun pondasi bagi rangkaian installment berikutnya. Potensinya hilang kala naskah karya Craig Mazin dan Evan Spiliotopoul terlampau malas. Paruh pertama diisi latar belakang seadanya wacana Freya ditambah romansa Eric-Sara yang berjalan buru-buru. Kompleksitas Freya (is she really hates love or not?) ditinggalkan begitu saja, membuat Sang Ratu Es terasa hambar luar dalam. Saya pun belum sempat terpikat oleh percintaan Eric dan Sara, sehingga dikala alur melompat tujuh tahun ke depan tak ada "bekal" untuk dibawa. Paruh kedua juga sama, tidak mengatakan banyak hal kecuali perjalanan karakternya melintasi hutan sambil sesekali terlontar lawakan tak lucu para kurcaci yang memang hadir hanya sebagai comic relief

Pada blockbuster, peran plot sebagai alasan semoga film sanggup (asal) berjalan ialah kewajaran. Biasanya film tersebut menjual aspek lain semisal action sequence atau dampak visual, yang mana membuat aku bertanya-tanya apa jualan utamanya. Adegan agresi dibagi dua, yaitu weapon/hand-to-hand combat melibatkan para Huntsman, kemudian action berpoleskan CGI sewaktu Ravenna dan Freya memamerkan kekuatan masing-masing. Aksi tipe pertama dikemas medioker jawaban miskinnya visi Cedric Nicolas-Troyan. Beberapa kali pemakaian shaky cam berlebihan membuat adegan sukar dinikmati. Jangan banyak berharap pula pada pemakaian CGI-nya, sebab berbeda dibanding pesona trailer-nya, parade kegilaan sihir Freya dan dan Ravenna hadir tak seberapa banyak. Bahkan titik puncak pun selesai begitu saja tanpa pernah mencapai puncak kesenangan apalagi ketegangan tertinggi.
Serupa film sebelumnya, The Huntsman: Winter's War mengambil pendekatan lebih kelammenurunkan kadar fantasi dongeng Snow White. Pendekatan itu menjadikannya tersesat, tidak terang ingin membangun dunia ibarat apa. Bukan sepenuhnya realis melihat kemunculan Goblin serta kekuatan dua ratu. Namun disebut fantasi pun belum total, sebab sepanjang durasi, nuansanya lebih mendekati sajian historical action alias tidak cukup magical. Buramnya visi paling kentara dikala dalam beberapa adegan ber-setting hutan muncul makhluk ibarat peri beterbangan yang kurang sinkron dengan atmosfer keseluruhan, seolah kehadirannya sekedar guna mengingatkan penonton bahwa kita tengah menyaksikan sajian fantasi. Kesan malu-malu untuk sepenuhnya terjun ke ranah fantasi justru menjatuhkan film ini, membuatnya terasa monoton pula miskin imajinasi.

Potensi paling tersia-sia ialah jajaran cast. Charlize Theron hanya tampil di awal dan akhir, padahal film ini amat membutuhkan pesona sang aktris yang selalu mengunci atensi tiap kemunculannya meski hanya lewat tatapan tajam matanya. Sedangkan Emily Blunt, selain teriakan emosional di awal serta nampak fabulous sepanjang durasi, dia tak banyak menerima kesempatan unjuk gigi. Chastain punya porsi terbanyak dan berhasil dimanfaatkan, menyebabkan Sara sosok badass sekaligus membuat tiap line miliknya terdengar menarik. Overall, ketiganya sudah memuaskan mengingat dangkalnya penulisan abjad yang penuh tanda tanya berkaitan perilaku serta motivasi perbuatan. Bagaimana dengan Chris Hemsworth? Dia semakin mendekati "The next Arnold Schwarzenegger", that's it. Akhirnya, bila anda tidak tertarik melihat trio aktris utama atau tata busana memikat mata milik Ravenna dan Freya, bukan suatu kerugian bila melewatkan The Huntsman: Winter's War

Belum ada Komentar untuk "The Huntsman: Winter's War (2016)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel